Salin Artikel

Pasca-PK, ke Mana Ahok Akan Melangkah?

MAHKAMAH Agung akhirnya memutuskan menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Setelah PK ditolak, apa rencana Ahok selanjutnya?

Tiga Hakim Agung yang menyidangkan PK Ahok adalah Artidjo Alkostar sebagai ketua sidang, Salman Luthan, dan Sumardijatmo. Dalam amar putusan, suara ketiganya bulat menolak PK yang diajukan Ahok.

Tujuh dasar pengajuan PK

Ada tujuh poin yang menjadi dasar pengajukan PK Ahok. Ketujuh poin itu terbagi dalam dua kategori, yaitu putusan Buni Yani dan kekhilafan hakim di pengadilan tingkat pertama.

Terkait putusan Buni Yani yang divonis 1,5 tahun penjara, Ahok berpendapat, hukuman yang dijatuhkan kepada dirinya, yaitu vonis 2 tahun penjara, disebabkan postingan Buni Yani di Facebook. Vonis Buni Yani membuktikan bahwa Buni Yani bersalah atas postingan itu. 

Baca:  Buni Yani Divonis 1,5 Tahun Penjara

Buni Yani kini tengah mengajukan kasasi atas vonis yang diterimanya.

Argumentasi Ahok ditolak secara bulat oleh ketiga majelis hakim. Alasannya, kasus Buni Yani dan kasus Ahok dianggap sebagai dua delik berbeda.

Sementara terkait kategori kedua, majelis hakim menyatakan tidak menemukan kekhilafan hakim di tingkat pengadilan pertama.

Majelis hakim tingkat pertama dipimpin Dwiarso Budi Santiarto dengan empat hakim anggota, yaitu Jupriadi, Abdul Rosyad, I Wayan Wirjana, dan Didik Wuryanto, yang menggantikan Joseph Rahantoknam yang wafat di tengah perjalanan sidang ini.

Perkiraan bebas bersyarat

Kepada saya, Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi menjelaskan, proses PK ini mengakhiri seluruh proses peradilan kasus Ahok. PK adalah upaya hukum terakhir yang bisa diajukan seorang terpidana.

Dengan berakhirnya PK, Ahok tak punya pilihan lain selain menjalani masa hukuman 2 tahun penjara.  

Lazimnya, masa hukuman akan dikurangi dengan berbagai remisi atau pengurangan masa hukuman, seperti remisi hari besar keagamaan dan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia.

Kalau dihitung-hitung, Ahok akan bebas bersyarat pada September tahun ini.

Pertanyaannya kemudian, apa yang akan dilakukan Ahok setelah ia bebas? Betulkah ia tidak akan kembali ke panggung politik sebagaimana sering ia ungkapkan.

Elektabilitas masih tinggi

Elektabilitas Ahok tak sepenuhnya hancur. Setidaknya tiga lembaga survei, yaitu Poltracking Institute, Indo Barometer, dan Median, masih mendapati tingginya elektabilitas Ahok. Nama Ahok masih disebut publik sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Survei Poltracking yang dirilis November 2017 menyebutkan, nama-nama yang dipilih publik sebagai calon presiden secara berutan dari yang paling banyak dipilih adalah Jokowi, Prabowo, Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, dan Ahok.

Empat nama terakhir berada dalam batas margin error 2 persen sehingga tidak bisa ditentukan siapa yang lebih tinggi karena terpaut tipis.

Sementara menurut survei Indo Barometer yang baru saja dirilis Februari 2018 lalu, nama Ahok berada di urutan ketiga setelah Jokowi dan Prabowo.

Persentase elektabilitas Ahok memang terpaut jauh. Jokowi memperoleh 32,7 persen, Prabowo 19,1 persen, sementara Ahok hanya 2,9 persen. Namun, catatan pentingnya, nama Ahok masih diminati publik bersanding dengan Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono yang berada dalam margin error 2,83 persen.

Survei yang lain, Median dan Populi Center, juga mendapati elektabilitas Ahok untuk posisi wakil presiden. Nama Ahok termasuk dalam lima sosok yang memiliki elektabilitas sebagai calon wakil presiden.

Yang membatasi

Meskipun Ahok masih memiliki elektabilitas, masih bisakah ia terjun dalam gelanggang politik Tanah Air? Jawabannya sulit!

Putusan PK Ahok yang bersifat final akan membatasi pergerakan politiknya. Ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur soal pencalonan presiden, wakil presiden, dan parlemen (DPR, DPRD, DPD). Adapula Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Kedua undang-undang itu mengatur, mereka yang boleh menduduki jabatan eksekutif dan legislatif tidak boleh dihukum dengan status sudah berkekuatan hukum tetap pada kasus yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau lebih.

Putusan PK menegaskan bahwa status hukum Ahok sudah berkekuatan hukum tetap. Pasal 156a KUHP yang dikenakan pada Ahok memiliki ancaman hukuman maksimal paling lama 5 tahun penjara.

Dari hal ini, tampak terdapat irisan pada frasa 5 tahun penjara. Meskipun bisa jadi ke depan, ada perbedaan dalam memaknai frasa “paling lama 5 tahun penjara” dengan “5 tahun penjara atau lebih”.

Perdebatan yang sama pernah terjadi saat kasus Ahok masih berjalan. Apakah Ahok harus mundur dari jabatannya karena ia terancam hukuman maksimal 5 tahun. Sejumlah pakar hukum memiliki pandangan berbeda.

Jika perdebatan ini kembali terjadi, Mahkamah Konstitusi yang berhak memutusnya. 

Yang tidak membatasi

Hanya satu undang-undang yang tidak membatasi Ahok, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Undang-undang ini tidak membatasi siapa pun, termasuk mantan narapidana, untuk maju dalam kontestasi kepala daerah.

Lalu, bagaimana spekulasi Ahok ke depan? Program AIMAN yang akan tayang Senin (2/4/2018) pukul 20.00 di KompasTV akan mengupasnya.

Saya Aiman Witjaksono…

Salam.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/02/09290241/pasca-pk-ke-mana-ahok-akan-melangkah

Terkini Lainnya

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke