Tak terkecuali sektor jual beli barang-barang bekas.
Saat ini, warga bisa mencari barang-barang bekas melalui internet maupun e-commerce tanpa harus jauh-jauh datang ke toko.
Kuncinya, kata Agi, menyediakan segala hal yang dibutuhkan para konsumen.
"Apapun yang mereka (konsumen) cari, kalau bisa ada, walaupun cuma satu. Misalnya orang cari jarum, siapkan saja di warung satu (buah)," kata Agi di tokonya, Depok, Jawa Barat, Selasa (22/5/2018).
Prinsip itu dipegang teguh oleh Agi ketika membuka "mal rongsok" pada tahun 2010.
Hasilnya, sedikitnya ada 100 orang yang mendatangi tokonya setiap hari.
Ia mengatakan, ia harus memahami dan mengetahui harga asli barang yang hendak diperjualbelikannya.
"Yang penting kami tahu harga barunya, baru kami bisa beli barangnya. Misalnya, TV dulu harga barunya Rp 400.000, kami beli 10 persennya Rp 40.000, nanti dijual bisa 20 persennya," ujarnya.
Barang-barang yang rusak pun bisa dibeli secara murah dan diservis sebelum dijual kembali dalam harga tinggi.
"Yang penting saya tahu saja mana kira-kira yang masih bisa dijual lagi. Kalau rusak nanti diservis, kalau masih bagus, ya, untung bisa dijual dengan harga tingi," kata Agi.
"Mal rongsok" beralamat di Jalan Bungur Raya, Beji, Depok, Jawa Barat.
"Mal rongsok" juga memiliki empat cabang lain di Cinere, Bogor, Tegal, dan Solo.
"Mal rongsok" menyediakan berbagai jenis barang-barang rongsokan yang masih bisa digunakan seperti barang elektronik, buku, furnitur hingga aksesoris kendaraan bermotor.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/22/17085001/kiat-juragan-mal-rongsok-bertahan-di-tengah-maraknya-e-commerce