Obat anti-nyeri itu dijual sejumlah orang kepada warga yang melintas di trotoar dekat Stasiun Tanah Abang dengan sebutan khusus, yaitu "dodol".
Kamis (23/8/2018) siang, Kompas.com berjalan kaki menyusuri trotoar dari arah Stasiun Tanah Abang menuju Blok G Tanah Abang. Tiba-tiba, seorang pria yang sedang jongkok di trotoar, berkaos abu-abu, dan berkaca mata hitam menawarkan sebuah produk yang dia sebut "dodol".
Kompas.com menolak dan berlalu meninggalkan pria tersebut.
Di simpang Jatibaru, tepatnya di sebuah warung kecil, seorang pemuda berkaos hitam-putih dan bercelana pendek kembali menawarkan produk bernama "dodol" itu. Tawaran itu juga ditolak.
Seorang pria berperawakan tinggi kurus dan berkemeja kotak-kotak warna biru kemudian memarahi pemuda yang menawarkan produk tersebut.
"Lu kalau yang begitu, Lu jangan tawarin. Cari yang lain," kata pria tersebut.
Karena penasaran, Kompas.com berhenti pada jarak tiga meter dari dua laki-laki tersebut. Selang semenit, seorang pemuda membawa plastik belanjaan mendatangi dua laki-laki yang berada di warung tersebut.
Tawaran untuk membeli "dodol" pun kembali terdengar.
"Mau beli dodol?" tanya pria berkemeja biru.
"Berapa strip?"
"Rp 35.000. Kalau tramadol di sini dijual murah. Kalau Lu di atas lebih mahal, enggak usah nawar," kata pria itu.
Pria itu kemudian mengambil sebuah bungkusan plastik berwarna hitam dari dalam warung dan duduk di barrier atau beton pembatas. Tanpa mempedulikan pejalan kaki yang berlalu lalang, pria itu mengambil satu strip tramadol dan secara terang-terangan memberikan obat tersebut.
"Nih, satu strip," ujar si penjual.
Setelah menerima barang, pembeli pergi.
Setelah transaksi itu, si penjual berjongkok di depan warung sambil mengeluarkan seluruh tramadol dari bungkusan. Ada lebih dari 10 strip tramadol yang dikeluarkan dari bungkusan tersebut.
"Ada dodol enggak?" tanya Kompas.com.
"Dodol? Enggak ada," jawab pria itu.
Namun beberapa saat kemudian dia memanggil. Saat Kompas.com kembali ke lokasi itu, dua orang pria bertanya berapa banyak dodol yang mau dibeli. Salah seorang penjual terdengar menggunakan bahasa daerah.
"Sini-sini duduk. Butuh berapa?" tanya penjual tersebut.
Penjual itu mengatakan, dia bisa menyediakan satu boks tramadol berisi lima strip seharga Rp 120.000. Namun, dia juga bisa menjual tramadol dengan jumlah lebih kecil.
"Kalau Rp 50.000 bisa, dapat dua strip. Satu strip isi 10 biji. Tenang di sini aman," kata dia.
Laki-laki itu kemudian membuka sebuah tas kecil yang disangkutkan di dadanya. Tampak ada lebih dari tiga strip tramadol di dalam tas tersebut beserta sejumlah uang yang mungkin hasil penjualan.
Tramadol merupakan obat keras yang dilarang dijual tanpa resep dokter karena berbahaya bagi kesehatan. Polisi telah kerap menangkap para penjual obat keras tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/23/17172961/obat-keras-tramadol-dijual-bebas-dengan-sebutan-dodol-di-tanah-abang