Salin Artikel

Nasib Kantor Lurah Jembatan Besi yang Diperjuangkan di APBD-P 2018...

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah hampir gagal untuk kedua kalinya, pengadaan kantor Lurah Jembatan Besi akhirnya mendapat perhatian serius oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

DPRD sempat dibuat meradang oleh sikap Pemerintah Kota Jakarta Barat yang meminta anggaran pengadaan lahan dan pembangunan kantor lurah itu dicoret.

Hal itu terjadi dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2018, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (6/9/2018).

Padahal, anggaran itu diusulkan oleh Pemkot Jakarta Barat sendiri.

"Memang saat itu ada lokasi lahan yang kami rencanakan untuk dijadikan kantor kelurahan. Namun, pada perkembangan prosesnya, ternyata para ahli waris tidak ada kesepahaman," kata Wakil Wali Kota Jakarta Barat M Zen, dalam rapat tersebut, Kamis malam.

Zen mengaku, kesulitan mencari lahan di dekat lokasi lama di belakang Mal Seasons City, Jakarta Barat.

Ia bahkan menyebut tidak ada pemilik yang mau menjual lahan.

"Yang jual (lahan) belum ada. Masalah harga kami, kan, berpedoman pada keppres, Pak. Warga minta Rp 40 miliar sampai Rp 50 miliar, cuma kami tetap berupaya," ujar Zen.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah meradang mendengar penjelasan ini. Ia menyebut anak buahnya di Pemkot Jakarta Barat yang tidak cukup gigih melakukan pengadaan lahan.

"Ini gagal perencanaan, apalagi tujuannya sudah jelas, ini ingin membangun kantor kelurahan, mestinya ada kesepakatan antara pemkot dengan pemilik (lahan). Jadi, sudah terverifikasi dulu," kata Saefullah.

Apalagi, kata Saefullah, ini sudah kedua kalinya pengadaan Kantor Lurah Jembatan Besi dianggarkan. 

Pada APBD 2017, pengadaannya juga dicoret karena tidak bisa dieksekusi.

Mendengar hal ini, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik kesal karena Pemkot Jakarta Barat terlalu mudah menyerah terhadap usulannya sendiri.

"Saya enggak percaya kalau enggak ada orang satu pun di sana mau jual tanahnya. Banyak tanah di situ, kalau harganya enggak sesuai ya tambahin gitu loh. Ini kelurahan Ibu Kota negara, Pak," ujar Taufik.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga tidak percaya tak ada satu pun lahan di wilayah Jembatan Besi yang bisa dibeli.

Ia membandingkan dengan Polsek Tanjung Duren yang bisa berdiri di tanah dari pengembang.

"Di sana banyak ruko, banyak hotel. Di mana fasos fasumnya itu semua? Dimakan sama setan?" tanya Prasetio dengan nada tinggi.

Prasetio mengaku heran dengan sikap Pemkot Jakbar yang malah meminta anggaran dimatikan.

Ia pun memaksa Pemkot Jakbar mampu melaksanakan pengadaan kantor lurah itu.

"RPTRA di tengah kampung bisa jadi kok, ada tuh. Apa alasan bapak enggak bisa? Lu nawaitu (niat) dong, Bos. Tolonglah Pak Zen, kasihan Pak Gubernur, warga juga perlu pelayanan yang baik, kantor yang baik," ujar Prasetio.

Setelah menerima kesanggupan dari wakil wali kota Jakarta Barat untuk tetap menghidupkan anggaran, Prasetio pun mengetuk palu tanda setuju anggaran tidak dimatikan.

Anggaran Rp 25 miliar untuk pengadaan lahan akhirnya ditambah menjadi Rp 40 miliar demi terlaksananya pembangunan di tahun depan. Pemkot Jakbar punya waktu hingga akhir tahun untuk mencari tanah.

Kondisi memprihatinkan

Kantor kelurahan ini terletak di RT 012 RW 006 dan berada tepat di depan Masjid Jami Al-Jihad. Plang nama kantor kelurahan berukuran kecil dan menghadap ke arah masjid.

Dilihat dari jalan, bangunan ini tak seperti kantor kelurahan pada umumnya. Pagar bangunan dua lantai ini tampak usang dan 'buruk rupa'.

Pagar hanya memiliki tinggi tak sampai satu meter, terbuat dari tembok usang dengan besi-besi pendek di bagian atasnya.

Halaman parkir kantor kelurahan tersebut pun sangat sempit. Halaman yang kemudian dijadikan area parkir tersebut hanya cukup untuk menampung satu mobil dan maksimal 12 motor.

"Kalau ada satu mobil lagi saja diparkir di depan pagar, sudah pasti bikin macet," kata Kanit UP PTSP Kelurahan Jembatan Besi, Erik Kurniawan, saat ditemui Kompas.com November 2017 lalu.

Bangunan tersebut masih dilengkapi dengan hiasan gigi balang di bagian atap lantai duanya yang mengesankan kantor tersebut merupakan bangunan lama.

"Bangunan ini dibangun tahun 1981. Belum pernah direnovasi lagi. Pernah direnovasi sekali tahun 2011 pas zaman Pak Foke (Fauzi Bowo) tapi cuma perbaikan ringan, rangka atap diganti besi ringan," ucap Erik.

Masuk ke lantai satu bangunan, langsung terlihat loket sederhana pelayanan PTSP di bagian kiri setelah pintu utama. Di sisi samping loket tersebut tampak kardus-kardus berisi arsip tertumpuk.

Menurut Erik, tak tersedianya rak arsip membuatnya terpaksa meletakkan arsip-arsip di lokasi tersebut.

"Kalau ditaruh di kardus begini ya susah nyarinya. Tapi mau gimana lagi. Arsip juga pasti bakal cepet rusak," ucap dia.

Bangku tunggu PTSP tersebut berada di seberang loket. Hanya ada satu baris kursi yang diletakkan berdekatan dengan akses keluar masuk gedung tersebut.

Di dekat ruang PTST terdapat ruang PKK yang aktif digunakan. Namun, ruangan tersebut sangat pengap tanpa pendingin ruangan.

Berjalan ke belakang, kondisinya tetap sama. Di lokasi tersebut terdapat dapur umum atau yang kerap disebut pantri.

Namun, bukanlah pantri yang mewah, di tempat tersebut pantri berupa dapur kumuh yang jauh dari kata rapi dan bersih.

Sejumlah plafon pun terlihat berlubang. "Di sini kalau hujan itu air ngalir saja terus, bocor," sebut Erik.

Di lantai dua, terdapat ruang kerja lurah, aula, ruang kerja sekretaris kelurahan dan ruangan staf. Di antara ruangan-ruangan tersebut hanya ruang lurah saja yang tampak bagus.

"Ruang lurah sengaja dibuat rapi, takutnya ada tamu kan. Tapi, ya serapi-rapinya ya cuma begini," ujar Erik.

Ruang staf pun sangat memprihatinkan. Udaranya sangat pengap karena minimnya jendela dan lubang angin.

Sirkulasi udara hanya mengandalkan kipas angin dan sebuah AC yang tak lagi terasa udara dinginnya.

Aula yang tersedia di gedung itu pun tak kalah pengap. Dengan luas ruangan sekitar 8x4 meter, hanya ada satu AC di sana.

Lantainya pun sudah sangat buruk. Padahal, ruangan tersebut masih aktif difungsikan sebagai tempat berkumpulnya warga.

"Kita saja sedikit ngerasa panas, gimana kalau puluhan warga di sini. Pasti lebih terasa panas," ujar Erik.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/07/10194291/nasib-kantor-lurah-jembatan-besi-yang-diperjuangkan-di-apbd-p-2018

Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke