Warga sering mencium bau tidak sedap yang diduga berasal dari aktivitas pemotongan hewan di RPH itu.
"Baunya itu tergantung angin, kalau anginnya kecil baunya di sekitar lingungan saja. Tapi, kalau angin kencang ya bisa ke mana-mana baunya, tinggal arahnya saja," kata Imam Cahyo, Ketua RW 007, tempat RPH Kapuk berdiri, di Kapuk, Jakarta Barat, Jumat, (7/9/2018).
Bau itu mereka hirup dari pagi, siang, hingga malam. Saat baru bangun dari tidurnya, warga sudah mencium aroma itu.
Imam mengatakan, sore hingga malam hari bau yang tercium adalah bau anyir darah karena pemotongan dilakukan pada saat itu.
"Kalau sudah pagi itu bau yang muncul bukan bau prengusnya lagi, tapi sudah kayak bau bangkai," ujar Imam, yang tinggal hanya beberapa ratus meter dari RPH Kapuk.
Saking permanennya bau itu, sejumlah warga mengaku sudah terbiasa. Sampai-sampai mereka merasa tidak terganggu lagi karena itu adalah bau yang mereka hirup berkali-kali.
Namun, Imam tidak lantas membiarkan kondisi itu. Dia dan pengurus RW lain mengadu ke DPRD DKI Jakarta untuk bisa merekomendasikan penutupan RPH Kapuk kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Kami Forum RW Kelurahan Kapuk menyurati DPRD. Jadi semua yang ada di Kapuk meminta RPH ditinjau kembali, dan kalau bisa ditutup ," kata Imam.
DPRD DKI Jakarta setuju
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana menyarankan agar RPH bBabi di Kapuk dipindahkan. Menurut dia, sudah sewajarnya RPH berada jauh dari permukiman warga.
"Karena memang idealnya semua RPH seharusnya berada di lokasi yang jauh dari permukiman warga atau di luar kota," ujar Sani (sapaan Triwisaksana).
Menurut dia, RPH harus dibuat di tanah yang lapang dan jauh dari permukiman. Kemudian sistem sanitasinya juga harus baik agar tidak menimbulkan penyakit. Sani mengatakan, Pemprov DKI bisa mencari lahan dengan kriteria semacam itu di luar kota sehingga tidak mengganggu lingkungan warga Jakarta.
"Sebaiknya di luar kota, tapi dekat dengan akses jalan tol," ujar dia.
Anggota DPRD DKI Jakarta lainnya, Syarif, mengatakan, Pemprov DKI mempunyai aset lahan di Pulogadung, Jakarta Timur. Dia menilai RPH babi di Kapuk bisa dipindahkan ke tempat itu.
Dia prihatin karena masalah itu sudah dikeluhkan warga bertahun-tahun. Namun, hingga kini Pemprov DKI belum memberikan solusi.
"Saya pernah meninjau sekali tahun 2015 sepertinya itu keluhan lama dan pemprov enggak pernah merencanakan bagaimana mengatasinya," ujar Syarif.
Dibangun IPAL
Keluhan itu juga sudah didengar PD Dharma Jaya selaku pengelola RPH Kapuk. PD Dharma Jaya menjanjikan pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengatasi bau tidak sedap itu.
Direktur Utama PD Dharma Jaya Johan Romadhon mengatakan pembangunan IPAL dimulai Oktober 2018.
"Kami sendiri sudah ada rencana memang mau bangun IPAL di sana. Mudah-mudahan Oktober sudah mulai dilaksanakan pembangunan IPAL-nya yang baik," kata Johan.
PD Dharma Jaya akan bekerja sama dengan PD PAL Jaya untuk membangun IPAL tersebut. Untuk menjamin percepatannya, IPAL itu tidak dibangun dengan dana penyertaan modal daerah (PMD).
"Ini memang enggak bisa tunggu penganggaran dari penanaman modal itu. Makanya kami ya sudahlah pakai kelebihan cashflow, kami kerjain sendiri," ujar Johan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/10/07310511/rumah-pemotongan-hewan-yang-meresahkan-warga