Andiya menuturkan, ia berinisiatif membuka lahan pertanian karena dirinya kesulitan mencari pekerjaan saat memutuskan pindah dari Cirebon ke Jakarta bersama istri dan kedua anaknya pada 2013.
"Waktu itu, kan, pindah ke komunitas baru, cari kerjaan baru juga susah di Jakarta, sudah begitu tinggal di pinggir kali. Makanya pas lihat kali yang kotor dan banyak sampah, saya pikir kalau dibersihkan, kan, enak dan bisa hindari nyamuk," ujar Andiya saat ditemui Kompas.com, Jumat (19/10/2018).
Menurut Andiya, dulunya lahan pertanian itu masih berupa semak belukar dan banyak tumpukan sampah.
Ia lalu membersihkan kawasan tersebut seorang diri sekitar tahun 2014.
Kemudian, ia menanam cabai dan oyong pada satu petak lahan. Meski demikian, awalnya ia tidak menjual hasil pertaniannya.
Ia membiarkan warga sekitar mengambil hasil panen secara sukarela.
Secara bertahap, Andiya mulai melebarkan lahan tanaman cabainya.
Hingga 2018, luas lahan pertanian cabainya sudah mencapai 3.000 meter persegi dengan jumlah kapasitas tanaman cabai mencapai 2.500 buah.
Ia pun telah menjual hasil panen cabainya ke pasar-pasar sekitar rumahnya, seperti Pasar Tanah Abang Blok G, Pasar Inpres Sabeni, dan Pasar Pintu Air Petamburan.
Andiya mengatakan, harga cabai per kilogram mengikuti harga di pasaran.
"Harganya labil tergantung pasar. Sekarang saja saya jual dengan harga terendah yaitu Rp 20.000 per kilogram," kata Andiya.
Andiya menuturkan hasil penjualan cabai digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus perawatan lahan pertaniannya.
"Kalau untuk kebutuhan sehari-hari memang masih kurang, tetapi saya sudah cukup senang dengan bekerja seperti ini. Saya, kan, juga bisa merawat tanah di pinggir kali ini jadi lebih bagus dilihatnya," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/10/19/21242851/cerita-andiya-manfaatkan-lahan-bantaran-kali-ciliwung-untuk-tanam-cabai