Salin Artikel

Kaleidoskop 2018: Vonis Mati untuk Aman Abdurrahman

Ia menjalani sidang sebagai terdakwa kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016.

Dakwaan hingga tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Aman rupanya tidak hanya soal kasus bom Thamrin, tetapi juga sejumlah aksi teror lainnya yang terjadi di Indonesia.

Berikut ini catatan Kompas.com tentang perjalanan kasus terorisme Aman Abdurrahman.

Aman sebagai penggerak teror

Aman Abdurrahman mulanya ditetapkan sebagai tersangka kasus bom Thamrin pada 18 Agustus 2017. Ia sebenarnya baru saja bebas dari penjara karena mendapat remisi Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus 2017.

Aman menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus bom Thamrin pada 15 Februari 2018. Ia didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme melalui ajaran dan ceramah-ceramah yang dilakukannya.

Jaksa menyebut, bom Thamrin merupakan salah satu aksi teror yang digerakkan Aman. Serangan itu disebut terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris, Perancis, pada 2015.

Selain bom Thamrin, jaksa menyatakan Aman ikut bertanggung jawab terhadap kasus bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur; pelemparan bom di Gereja Oikumene, Samarinda; penyerangan Markas Polda Sumatera Utara; dan penembakan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Pada 18 Mei 2018, Aman dituntut hukuman mati dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa menyebut Aman berperan menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme.

Ia aktif menulis maupun memberikan ceramah atau ajaran tentang tauhid dan syirik demokrasi. Ajaran dan ceramah-ceramah Aman dinilai menggerakkan orang lain melakukan aksi teror.

"Sikap terdakwa dianggap kokoh memegang manhaj dan aqidah serta komitmennya yang sangat tinggi terhadap ideologi. Bahkan, terdakwa dijuluki 'singa tauhid' oleh kelompoknya," ujar jaksa Mayasari dalam sidang pembacaan tuntutan.

Selain dijuluki singa tauhid, Aman disebut sebagai pimpinan tertinggi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia.

Alasannya, ajaran Aman selalu menjadi rujukan kelompok-kelompok yang memiliki pemahaman yang sama dengannya.

"Dia (Aman) dikenal di kalangan kami aktivis, dia ulama paling tinggi dari ISIS di Indonesia. Pusatnya di Irak dan Suriah," kata mantan terpidana kasus terorisme Kurnia Widodo saat bersaksi pada 3 April 2018.

Aman langsung membantah kesaksian Kurnia Widodo. Aman mengakui, banyak yang menjadikan materi ceramahnya sebagai rujukan. Namun, Aman mengatakan, hal itu bukan berarti dirinya pimpinan ISIS di Indonesia.

Sanggahan Aman

Aman Abdurrahman membantah terlibat dalam lima kasus teror yang disebutkan jaksa dalam berkas tuntutan.

Pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu mengaku baru mengetahui kasus empat teror lainnya, selain bom Thamrin, saat diadili dalam persidangan.

Saat keempat aksi teror itu terjadi, Aman mengaku tengah diisolasi di Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dan tidak bisa bertemu siapa pun.

Sementara untuk kasus bom Thamrin, Aman mengaku membaca berita teror tersebut dari salah satu media online di Indonesia.

"Kalau saya dikaitkan dengan tindakan Juhanda (pelaku teror bom Samarinda), maka itu sikap zalim dan pemaksaan kasus sebagaimana pada empat kasus yang lainnya," ujar Aman saat membacakan pleidoi dalam persidangan pada 25 Mei 2018.

Aman mengaku tidak pernah menyuruh orang melakukan teror, tetapi meminta murid-muridnya hijrah ke Suriah.

"Saya menganjurkan kepada murid-murid saya untuk hijrah ke Syam (Suriah). Sekitar lebih dari 1.000 murid saya sudah berada di sana," ucapnya.

Vonis mati untuk Aman

Pembelaan Aman tak beralasan dan ditolak seluruhnya oleh hakim. Vonis hukuman mati pun dijatuhkan kepadanya.

Aman bersujud ketika hakim membacakan vonis hukuman mati terhadap dirinya dalam sidang pada 22 Juni 2018.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman dengan pidana mati," ujar Ketua Majelis Hakim, Akhmad Jaini.

Aman dinyatakan terbukti menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme melalui ajaran dan ceramah-ceramah yang dilakukannya.

Majelis hakim menilai Aman terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Aman juga dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 undang-undang yang sama sebagaimana dakwaan kedua primer.

Vonis hukuman mati tampaknya tidak mengagetkan bagi Aman. Setelah dituntut hukuman mati oleh jaksa, ia tercatat dua kali mempersilakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman tersebut terhadap dirinya.

Salah satunya ketika Aman menyampaikan duplik secara lisan dalam persidangan pada 30 Mei 2018.

Ia menerima hukuman mati itu asalkan terkait dengan prinsip dirinya mengafirkan Pemerintah Indonesia dan aparaturnya.

"Saya ingin menyampaikan bahwa yang ingin dipidanakan kepada saya kaitan dengan prinsip saya mengafirkan pemerintahan ini dan ajakan untuk mendukung khilafah, silakan pidanakan, berapa pun hukumannya, mau hukuman mati silakan," kata Aman.

Namun, Aman tidak ingin dihukum dengan alasan terkait berbagai aksi terorisme di Indonesia.

"Tapi, kalau dikaitkan dengan kasus-kasus (terorisme) semacam itu, dalam persidangan, satu pun saksi tidak ada yang menyatakan keterlibatan saya," katanya.

Menolak banding

Usai vonis dibacakan, dengan cepat Aman menyatakan tidak akan mengajukan banding atas vonis tersebut.

"Saya tidak ada banding," ujar Aman.

Sepekan setelah vonis dibacakan, kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani, menyatakan kliennya resmi tidak mengajukan banding.

"Akhirnya tidak banding, itu keputusan diambil setelah pertemuan dengan keluarga, pengacara, dan Ustaz Oman sendiri," ujar Asludin.

Menurut Asludin, salah satu alasan Aman tidak mengajukan banding karena dia tidak memercayai sistem demokrasi di Indonesia. Aman juga tidak memercayai pemerintahan Indonesia.

Karena tidak mengajukan banding, putusan majelis hakim telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Aman pun telah resmi berstatus terpidana kasus terorisme.

Kasus terorisme yang menjerat Aman

Sebelum divonis hukuman mati, Aman sudah dua kali mendekam di penjara. Aman pertama kali ditangkap pada 21 Maret 2004 setelah bom meledak di rumah kontrakannya di Cimanggis, Depok. Aman bersama kelompoknya saat itu sedang latihan merakit bom.

Dalam kasus bom Cimanggis, Aman divonis 7 tahun penjara pada 2 Februari 2005. Ia dinilai melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Kepemilikan Bahan-bahan Peledak.

Pada 20 Desember 2010, Aman kembali menjadi tersangka kasus terorisme terkait pendanaan pelatihan militer di perbukitan Jalin Jantho, Aceh. Ia divonis 9 tahun penjara dalam kasus ini dan mendekam di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah.

Terakhir, Aman kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Agustus 2017. Ia disangka terlibat dalam kasus bom Thamrin. Padahal, Aman baru saja menghirup udara bebas sehari sebelumnya karena mendapat remisi 17 Agustus 2017.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/12/27/06034421/kaleidoskop-2018-vonis-mati-untuk-aman-abdurrahman

Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke