Jumlah itu meningkat jika dibandingkan Januari 2018 dengan 49 kasus.
Ia mengatakan, satu orang yang meninggal dunia tersebut merupakan warga Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang.
"Pasien (warga yang meninggal dunia) itu meminta pulang secara paksa dengan alasan sudah merasa baikan. Namun, pihak dokter sebenarnya belum mengizinkan untuk pulang karena kondisinya belum sehat," kata Dezi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/2/2019).
Berdasarkan data Dinkes Kota Bekasi pada Januari 2019, tiga kecamatan tertinggi kasus DBD yakni, Kecamatan Jatiasih dengan 35 kasus, Kecamatan Mustika Jaya 22 kasus, dan Kecamatan Jati Sampurna dengan 13 kasus.
Dezi menambahkan, pihaknya mengimbau pasien agar mematuhi instruksi dokter dan tidak memaksa pulang dari rumah sakit.
"Kalau dokter belum menyatakan sehat ya jangan paksakan untuk pulang, karena, kan, dokter yang tahu kondisi pasiennya seperti apa," ujarnya.
Dia menjelaskan, meningkatnya kasus DBD pada Januari 2019 disebabkan Kota Bekasi yang kerap diguyur hujan dan memunculkan genangan air di permukiman warga.
"Banyak genangan air sehingga jadi sarang nyamuk. Cuaca memang yang paling utama menyebabkan meningkatnya kasus DBD," kata Dezi.
Untuk menekan angka DBD, pihaknya terus berkoordinasi dengan lurah dan camat untuk meningkatkan kegiatan kerja bakti.
Tujuannya agar pemukiman warga tetap bersih dan menghilangkan genangan yang dapat menjadi sarang jentik nyamuk.
Selain itu, pihaknya juga menginstruksikan RT dan RW untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di rumah masing-masing.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/06/21161821/128-kasus-dbd-di-kota-bekasi-1-orang-meninggal-dunia