"Kendalanya warga sering susah diminta menguras dan membuang air untuk mencegah perkembangan jentik nyamuk karena akses air bersih belum merata di sini," ujarnya saat ditemui Kompas.com, Selasa (12/3/2019).
Yani mengatakan, banyak warga Tegal Alur masih mengandalkan pembelian air tanah yang dijual dengan tong untuk kehidupan sehari-hari.
"Banyak yang belum pakai aliran air dari PAM, karena memang jaringannya belum sampai. Jadi kalau disuruh membuang air, mereka sayang, karena air beli. Meski ada jentik, warga memilih menghabiskan air dulu," cerita Yani.
Yani memaparkan, dari 16 RW di Kelurahan Tegal Alur, baru terdapat 8 RW yang terjangkau layanan air PAM.
"Dari 8 RW itu pun enggak seluruhnya warga pakai layanan PAM," sebutnya.
Meski begitu, Kelurahan Tegal Alur tak tinggal diam. Yani mengatakan, saat ini pihaknya bekerja sama dengan kader juru pemantau jentik (jumantik) untuk bisa merekrut jumantik mandiri dan melakukan pemantauan setiap hari ke berbagai RW yang dianggap rawan terkena DBD.
"Kami juga beri target pada para kader jumantik untuk merekrut jumantik mandiri, yakni pemantau jentik di masing-masing kepala keluarga. Jadi, penanggulangan pertumbuhan jentik bisa semakin baik," harap Yani.
Berdasarkan data Pemkot Jakarta Barat, tercatat penderita DBD di Kecamatan Kalideres mengalami peningkatan.
Dari 116 pasien di bulan Januari meningkat menjadi 122 pasien pada Februari.
Kelurahan Tegal Alur menjadi wilayah di Kecamatan Kalideres dengan kasus DBD terbanyak dengan total 75 pasien.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/12/18450731/belum-meratanya-layanan-air-pam-jadi-penyebab-banyaknya-kasus-dbd