Ketua Tim Sentra Gakkumdu Bawaslu DKI Jakarta Puadi mengatakan, larangan melakukan politik uang diatur dalam Pasal 523 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Peserta, tim kampanye, melakukan pemberian uang atau materi lainnya kepada pemilih, baik langsung maupun tidak langsung, itu ketentuan pidananya adalah 4 tahun dan denda Rp 48 juta," kata Puadi di Mapolres Metro Jakarta Utara, Selasa (16/4/2019).
Puadi menjelaskan, kandidat Pemilu yang nantinya terpilih sebagai anggota legislatif atau presiden dan wakil presiden juga bisa dicopot dari jabatannya bila terbukti melakukan politik uang.
Di samping itu, pencalonan seseorang juga bisa dibatalkan apabila terbukti melakukan politik uang saat masa pemilihan.
"Siapapun mereka apabila peserta pemilu caleg yang sudah inkrah berkekuatan hukum tetap tentunya ketentuan di UU 7 2017 di Pasal 285 ada proses pencoretan, di situ nanti yang mengeksekusi KPU," ujar Puadi.
Namun, proses tersebut tidak memakan waktu singkat. Sebab, ada sejumlah proses untuk membuktikan adanya politik uang mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan.
Senin (15/4/2019) kemarin, Bawaslu Jakarta Utara mengamankan seorang pria berinisial CL di posko pemenangan caleg DPRD DKI Jakarta, M Taufik, di kawasan Warakas, Jakarta Utara.
Pria itu ditangkap dengan dugaan politik uang karena kedapatan membawa sejumlah amplop berisi uang tunai.
Hingga Selasa sore, CL masih diperiksa oleh Tim Sentra Gakkumdu Bawaslu Jakarta Utara di Mapolres Metro Jakarta Utara.
Taufik menjelaskan, CL merupakan koordinator saksi tingkat RW, di wilayah Warakas, Jakarta Utara. Partai Gerindra dan Taufik sebagai caleg memang membekali para saksi dengan sejumlah uang yang disebut sebagai ongkos politik.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/04/16/16581471/caleg-lakukan-politik-uang-ini-hukumannya-berdasarkan-uu