Rancangan anggaran pendapatan dan rancangan anggaran belanja tidak seimbang.
"Dari kertas kerja kami, ini kemampuan keuangan hanya Rp 87,1 triliun, sementara total dari kegiatan dan hasil pembahasan dengan komisi itu masih menyentuh angka Rp 97 triliun. Jadi masih harus mengurangi Rp 10 triliun," ujar Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, Rabu (20/11/2019).
Saefullah menyampaikan itu dalam rapat pembahasan rancangan KUA-PPAS 2020 antara Pemprov DKI dan Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Pemprov DKI Jakarta mulanya mengusulkan rancangan KUA-PPAS 2020 sebesar Rp 95,9 triliun pada Juli 2019.
Namun, dalam rapat perdana pembahasan rancangan KUA-PPAS bersama Badan Anggaran DPRD DKI pada 23 Oktober 2019, Pemprov DKI merevisi rancangan KUA-PPAS 2020 menjadi Rp 89,4 triliun.
Pembahasan kemudian berlanjut di komisi-komisi DPRD DKI. Hasilnya, rancangan anggaran belanja membengkak jadi Rp 97 triliun.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Suharti menuturkan, rancangan anggaran belanja membengkak karena kenaikan anggaran sejumlah kegiatan.
Salah satunya, yakni anggaran untuk menyubsidi premi 5,1 juta warga Jakarta penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pemprov DKI mulanya mengusulkan anggaran Rp 1,4 triliun untuk subsidi tersebut.
Namun, Pemprov DKI kemudian mengusulkan tambahan anggaran Rp 1,16 triliun karena naiknya iuran BPJS Kesehatan mulai 2020.
Dengan demikian, anggaran yang diusulkan menjadi Rp 2,5 triliun.
"Ada PBI di situ karena ada kenaikan BPJS premi yang harus dibayarkan hampir dua kali lipat iurannya untuk tahun depan. Baru kemarin keluar pada September, kenaikannya Rp 1,16 triliun sendiri," kata Suharti dalam rapat tersebut.
Kemudian, komponen lain yang menyebabkan rancangan anggaran belanja naik ialah gaji untuk tenaga penyedia jasa lain perorangan (PJLP) di lingkungan Pemprov DKI.
Para tenaga PJLP digaji sebesar upah minimum provinsi (UMP). UMP DKI tahun 2020 ditetapkan Rp 4,2 juta per bulan pada 1 November lalu, naik dari UMP 2019 sebesar Rp 3,9 juta.
"Untuk gaji-gaji PJLP dan sebagainya ada kebutuhan kenaikan sebesar Rp 451 miliar," tutur Suharti.
Selain itu, ada pula kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PNS) yang ditanggung Pemprov DKI. Kenaikannya sebesar Rp 275,99 miliar.
Saefullah menuturkan, perbedaan rancangan anggaran pendapatan dan belanja itu harus dibahas bersama DPRD DKI agar kembali seimbang.
"Selisih inilah yang sama-sama sebetulnya harus kita (Pemprov dan DPRD) bahas. Prioritas, setengah prioritas, tidak prioritas, ya kita drop," ucap Saefullah.
Proses pembahasan anggaran 2020 masih panjang. Setelah dibahas di komisi-komisi DPRD DKI, rancangan KUA-PPAS harus dibahas di rapat Badan Anggaran DPRD DKI.
Rancangan KUA-PPAS kemudian disepakati.
Rancangan tersebut menjadi acuan menyusun rancangan APBD yang harus dibahas kembali di komisi-komisi dan Badan Anggaran DPRD DKI.
Dokumen rancangan APBD DKI harus disepakati eksekutif dan legislatif dalam rapat paripurna paling lambat 30 November 2019.
Setelah itu, dokumen tersebut dikirim ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi selama 15 hari.
Dokumen rancangan APBD 2020 kemudian dikembalikan ke pemerintah daerah untuk disahkan menjadi APBD.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/20/15010541/hasil-pembahasan-di-dprd-rancangan-anggaran-dki-2020-defisit-rp-10