Sebab, jumlah perahu bermesin yang beroperasi hanya ada satu.
"Perahu mesin hanya ada satu. Itu dari Basarnas saja, sisanya perahu rafting dan fiber. Perahu mesin ini dibutuhkan untuk evakuasi warga yang rumahnya di blok ujung," ujar Aulia, Komandan tim Basarnas yang bertugas di Wisma Tajur.
Blok D, Blok E, dan Blok F jadi wilayah yang paling jauh di Wisma Tajur.
Jarak yang jauh dari titik keberangkatan tim evakuasi jadi alasan mengapa dibutuhkan perahu bermesin.
"Karena hanya satu jadi evakuasi terhambat. Sekarang masih banyak sekali warga Blok D, E, F yang belum dievakuasi."
Selain itu, proses evakuasi juga terhambat sistem evakuasi yang tidak tepat sasaran. Menurut Aulia, timnya memprioritaskan untuk evakuasi warga lansia, bayi serta balita, dan ibu hamil.
Sistemnya, warga menulis sebuah daftar dengan blok rumah yang di dalamnya terdapat warga lansia, balita dan bayi, serta ibu hamil.
Setelahnya, tim dengan perahu akan mendatangi rumah-rumah yang ada di daftar tersebut untuk dilakukan evakuasi.
"Tapi banyak yang dievakuasi malah yang nggak ada di daftar itu. Tadi selain kurang briefing dari saya, juga orang-orang kan pada panik kayaknya. Jadi mungkin teriak panik dan langsung dibawa sama perahu."
"Jadi yang harusnya dievakuasi sesuai list itu, malah nggak kebawa. Makanya tadi sudah banyak yang marah-marah," tutur Aulia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/01/21453591/kurangnya-perahu-bermesin-jadi-kendala-evakuasi-warga-korban-banjir