Salin Artikel

Masalah Imbas Banjir di Pondok Gede Permai Bekasi, Penanganan Lamban hingga Ditinggalkan Penghuni

Banjir menimbulkan sembilan korban jiwa, ratusan ribu pengungsi, dan sekitar 70 persen wilayah ada di bawah air.

Kecamatan Jatiasih jadi kecamatan dengan dampak banjir terparah se-Kota Bekasi.

Kedalaman banjir maksimal yakni 6 meter, banjir tertinggi yang dicatat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, terjadi di Jatiasih, tepatnya di Perumahan Pondok Gede Permai (PGP).

Banjir besar ini menyisakan sengkarut bagi warga PGP. Aneka persoalan menyeruak meskipun banjir surut sehari setelah Tahun Baru 2020.

1. Lumpur dan sampah lamban diangkut

Perumahan Pondok Gede Permai (PGP) terletak dekat titik nol Kali Bekasi, yakni pertemuan dua arus sungai besar dari Kabupaten Bogor, Sungai Cileungsi dan Cikeas.

Kedua arus sungai itu menyatu tak jauh dari PGP, menjadi aliran Kali Bekasi.

Kamis (9/1/2020), sepekan lebih usai banjir melanda, lumpur tak kunjung lenyap dari perumahan warga PGP.

Di RW 008, yang terletak persis di sisi tanggul, lumpur masih berkedalaman sebetis orang dewasa.

Lumpur-lumpur itu berbau busuk.

Pasalnya, sampah-sampah warga juga banyak yang belum diangkut.

Bau busuk menguar ke mana-mana.

Sejumlah warga tampak kelelahan kerja bakti mendorong lumpur dengan peralatan seadanya ke arah selokan. Selokan tersebut tak dapat mengalir karena sudah penuh lumpur.

Upaya rehabilitasi yang didengungkan Pemkot Bekasi pun bagaikan lelucon.

Pasalnya, hanya ada satu alat berat yang beroperasi di RW 008 PGP yang dihuni lebih dari 300 keluarga itu.

"Ekskavator belum keliatan (banyak), cuma satu yang kelihatan hari ini, kemarin ada dua tapi ternyata cuma dari ujung sini. Ujung sana belum. Minim banget, dengan kondisi yang banyak sampah dan lumpur seperti itu," ujar Oonk (52), warga RT 007 RW 008 ketika ditemui wartawan di rumahnya, Kamis sore.

"Sekarang lihat saja, got dari sini sampai ke ujung sana rata. Lumpur semua," imbuhnya.

Warga berharap, bencana lumpur ini segera teratasi dengan pengerahan alat berat dengan jumlah yang memadai.

Bukan hanya untuk mengatasi lumpur, melainkan juga sampah.

"Kalau sampahnya diangkat, langsung disemprot (lumpurnya), sudah selesai itu," ujar Irvan Nurdin (36) warga RT 003 RW 008, Kamis sore.

"Yang enggak kalah hebat kan sampah. Sampah sudah banyak tapi alat beratnya kan kurang," imbuhnya.

2. Bantuan seret

Warga juga menyoroti alur distribusi bantuan dari pemerintah yang tak cekatan pada korban banjir di PGP.

Padahal, gudang logistik BNPB ada tepat di depan gerbang kompleks PGP.

Namun, warga mengaku, makanan, kasur, pakaian, dan bantuan lain sulit diakses.

Tidak ada bantuan dari pemerintah yang diantar ke rumah-rumah. Warga diminta mengambil sendiri, baik perseorangan maupun lewat perwakilan, bantuan itu ke gudang logistik BNPB.

Padahal, sebagian rumah warga masih terendam lumpur sebetis orang dewasa.

Begitu pun jalan di kompleks PGP. Letaknya cukup jauh dari dari gudang logistik BNPB.

"Kadang berharap dari yang lewat saja, ada juga yang ngasih," kata Erlina, warga RT 001 RW 008 PGP adalah warga lain yang mengaku sulit mengakses bantuan.Kamis sore.

Erlina mengatakan, di gudang logistik BNPB pun ia tak semudah itu mengambil bantuan.

Meski datang dengan baju coreng-moreng oleh lumpur dan tampak lelah, Erlina tetap mesti menunjukkan KTP-nya untuk mengambil bantuan.

"Di (gudang logistik) BNPB saja kadang kami minta nasi, sabun, saja rebutan. Sudah kayak pengemis. Rebutan, dimarah-marahi," ungkap Erlina.

Pelaksana Harian Kepala BPBD Kota Bekasi, Muhammad Jufri menyatakan bahwa bantuan logistik dari gudang logistik BNPB kini didistribusikan berjenjang lewat Ketua RT.

"Kalau sekarang kita sudah berkoordinasi lewat RT. Kebutuhan-kebutuhan mereka dicatatkan oleh RT, kemudian kita serahkan langsung (bantuannya) ke RT masing-masing. Ketua RT yang membagikannya ke warga," jelas Jufri ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (10/1/2020) siang.

3. Ditinggal penghuni

Sebagian rumah warga di RW 008 PGP ditinggalkan penghuninya setelah dilanda banjir.

Rumah mereka hancur digempur banjir yang mencapai lebih dari 4 meter hingga setinggi pinggang orang dewasa di lantai 2 rumah.

Rumah itu pun tak bisa ditinggali karena setelah banjir surut, menyisakan lumpur tebal.

"Jadi banyak orang-orang di belakang (RT 001, RT 002, dan RT 005, tepat di tepi tanggul Kali Bekasi) memilih ngontrak. Pak RW (008) sendiri pindah," ujar Oonk.

Selain mereka yang mengontrak menanti rehabilitasi rumah mereka selesai, ada pula sebagian rumah warga yang ditinggalkan secara permanen.

Irvan mengatakan, selain karena terendam lumpur dan hancur, sebagian warga RW 008 meninggalkan rumah mereka lantaran mesin token listrik terendam banjir.

Sehingga, listrik belum mengalir ke rumah mereka.

"Sampai saat ini sih masih ada pengaduan, mungkin sudah masuk 75 persen warga yang mesin token listriknya terendam," kata dia, Kamis.

"Yang (mesin token listriknya) belum diganti (oleh PLN) ya masih mati listrik," Irvan menambahkan.

4. Wacana relokasi

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengajukan permintaan khusus kepada Presiden RI, Joko Widodo agar merelokasi warga PGP.

Permintaan itu ia sampaikan dalam Rapat Pencegahan dan Penanganan Banjir di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

"Itu saya sampaikan ke presiden, ke kementerian. Tinggal tergantung warganya, tergantung kementerian," ujar pria yang akrab disapa Pepen itu kepada wartawan di Bendung Prisdo, Bekasi Selatan, Jumat (10/1/2020).

Pepen beralasan, relokasi ini didasari atas pertimbangan keamanan warga Kota Bekasi dan warga Pondok Gede Permai itu sendiri dari ancaman banjir.

"Ini bukan persoalan respons warga. Ini persoalan safety, (wilayah PGP) memang harus ada tandon," ujar Pepen.

Tandon tersebut, menurut dia, harus dibangun berkesinambungan dari arah hulu di Bukit Hambalang hingga Kali Bekasi.

Dengan begitu, wilayah tangkapan air banjir kiriman makin banyak. Wilayah PGP jadi salah satu kawasan yang menurut Pepen, mestinya dialihfungsikan menjadi tandon.

Sejarawan Bekasi, Ali Anwar sepakat dengan wacana relokasi itu.

Sebab, wilayah PGP memang sejak mula merupakan daerah tangkapan air berupa rawa-rawa.

"Relokasi itu amat tepat agar yang tadinya daerah resapan air, kembali lagi fungsinya jadi seperti rawa," ujar Ali ditemui Kompas.com.

Ali mengatakan, tak mungkin pemerintah terus-menerus mengandalkan tanggul guna melindungi PGP dari banjir Kali Bekasi.

Namun, relokasi ini menurutnya hanya mungkin dilakukan seandainya Pemerintah Pusat turun tangan.

Sebab, Pemkot Bekasi tak mungkin punya dana cukup besar buat menebus tanah dan rumah warga PGP yang terbilang perumahan semi-elit.

"Harus pemerintah pusat yang bayarin semua bangunan dan lahan di situ," kata wartawan senior itu.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/11/07371471/masalah-imbas-banjir-di-pondok-gede-permai-bekasi-penanganan-lamban

Terkini Lainnya

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke