Pasalnya, apabila merujuk pada KUHP, ekshibisionisme yang dapat dikategorikan sebagai pencabulan dan pelecehan seksual harus "ada korbannya", dan korban merasa tanpa persetujuan alias terpaksa mengalami tindakan cabul itu.
"Kalau dia (ekshibisionis) melakukannya (pamer alat kelamin) sendirian tanpa ada orang kan tidak menjadi pidana," ujar Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Senin (27/1/2020) siang.
"Artinya, harus ada orang lain sebagai korbannya," ia menambahkan.
Pasal-pasal tentang kesusilaan dalam KUHP, kata Fickar, bersifat delik aduan. Penuntutan hanya dapat dilakukan dengan pengaduan oleh "orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan".
Maka, dalam kasus ekshibisionis, pelaporan akan dianggap bahwa korban "terpaksa", dan polisi akan memprosesnya.
Tanpa laporan, merujuk pada pasal-pasal Pencabulan, korban dianggap "tidak terpaksa".
"Jadi, dalam kasus ini, polisi harus bergerak berdasarkan laporan polisi," kata Fickar.
Ia melanjutkan, memang ada beberapa ketentuan kasus pencabulan di mana polisi bisa langsung bergerak tanpa laporan, seperti pencabulan terhadap lawan jenis yang tak sadarkan diri atau terhadap anak-anak.
Namun, jika semua pihak yang terlibat dalam kasus ekshibisionisme adalah orang dewasa, maka kasus itu bersifat delik aduan.
"Maksudnya begini, kalau korbannya itu merasa teraniaya, baru bisa (diproses)," ujar Fickar.
Dalam dua pekan terakhir, paling tidak tiga aksi ekshibisionisme terjadi, semua pelaku merupakan laki-laki yang masturbasi di depan umum.
Polisi telah mengungkap dua di antaranya. Pertama, kasus ekshibisionisme terhadap lima orang bocah di Cikarang Timur, Bekasi, pada Senin (20/1/2020).
Polisi menangkap pelaku Brusly Wongkar (40). Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku diketahui mengidap kelainan seks.
Pelaku mengaku telah melakukan aksi serupa hingga ratusan kali.
Pelaku menyasar ke semua korban, baik dewasa maupun anak-anak, apabila gairah seksualnya meningkat.
Kedua, kasus ekshibisionisme terhadap tiga perempuan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pada Kamis (23/1/2020).
Pelaku menangkap pelaku bernama Jarmaden (48). Sopir taksi online tersebut beraksi saat sedang menunggu penumpang.
Jarmaden sudah memainkan alat kelaminnya sebelum melihat tiga perempuan tersebut.
Ketika dia melihat perempuan di depannya, pelaku kemudian membuka kaca mobilnya.
Kepada polisi, tersangka mengaku melakukan perbuatannya untuk memuaskan diri sendiri.
Satu kasus lain, yakni ekshibisionisme di bawah JPO Ahmad Yani, Bekasi. Namun, polisi belum berhasil menangkap pelaku.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/27/14001261/pakar-hukum-korban-ekshibisionisme-mesti-melapor-agar-polisi-bertindak