TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Seorang sopir bernama Yuniardi (47) berjalan pincang. Raut wajahnya tampak sedih saat ia mendatangi Polres Tangerang Selatan pada Kamis (5/3/2020).
Ditemani istri dan beberapa anggota keluarga, Yuniardi langsung masuk ke ruang sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT).
Dia bermaksud ingin melaporkan kejadian penganiayaan yang dialami oleh majikannya, LW di salah satu perumahan kawasan Bintaro Sektor 7, Tangerang Selatan.
Penganiayaan dengan cara dipukul dan ditendang terjadi sebanyak dua kali sepanjang Yaniardi kerja dalam satu bulan terkahir.
Kronologi
Yuniardi menceritakan, aksi penganiayaan tersebut pertama kali terjadi pada saat beberapa hari bekerja dengan LW.
Saat itu Yuniardi diminta untuk memanasi mobil untuk mengantarkan dua cucu LW ke suatu tempat.
"Jam 6 pagi sudah manasin mobil. Tapi jam 6 itu harus pakai mobil dua. Karena cucu dua berarti harus ada dua. Tapi sopir yang satu cuma sediakan satu mobil. Kebetulan saya lagi duduk, dipanggil bapak (LW) di situ saya dipukuli di garasi," kata Yuardi.
Kejadian penganiayaan kembali terjadi pada saat Yuniardi diminta untuk menjemput anaknya di Bandara Soekarno Hatta.
Yuniardi yang menjemput manjikannya dengan adanya pengawalan terjadi kesalahpahaman hingga menyebabkan plang pintu tol patah.
"Jadi motoris lewat, kemudian saya ikut lewat otomatis plang tertutup dan kena mobil hingga patah, dikira saya enggak nge-tap (bayar tol) . Kemudian saya jalan, kata anaknya selesaikan dulu masalah itu," katanya.
Setelah masalah tol selesai, Yuniardi kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Bintaro.
Namun sesampainya di rumah majikan, dia kembali dipanggil dan dipukuli.
"Setelah selesai saya sudah ditunggu bapak, dan kembali terjadi (dianiaya)," ucapnya.
Akibat penganiayaan tersebut, Yuniardi mengalami lebam pada bagian punggung kiri dan kepalanya.
Dikira pura-pura sakit
Penganiayaan hingga menyebabkan luka memar membuat Yuniardi tak dalam bekerja.
Sebelum keluar, Yuniardi yang selama bekerja satu bulan tinggal di rumah majikannya itu kembali mendapatkan tekanan.
Dia dituding oleh majikan berpura-pura sakit meski seluruh tubuhnya sudah dalam keadaan membiru.
"Saya tadi dipanggil bapak dulu. Saya dikira pura-pura sakit, dia bilang, 'Saya tahu orang sakit sama enggak', kata dia. Siap pak, habis ngomong gimana lagi, siap pak aja saya," kata Yuniardi meneteskan air mata.
Bahkan, kata Yuniardi, saat itu kembali mendapatkan ancaman aniaya setelah dinilai berpura-pura sakit.
"Saya mau dipukulin lagi, saya bilang jangan. Saya takut. Saya enggak berani menangkis karena orangnya tinggi gede," ucapnya.
Yuniardi menceritakan, sebelum diterima kerja memang telah membuat kesepakatan bersama majikannya melalui kontrak kerja.
Dalam kontrak tersebut menyatakan, Yuniardi dapat bekerja sejak awal Februari 2020 hingga dua tahun ke depan.
"Saat itu (sebelum keluar) Saya diminta cari pengganti dulu," katanya.
Trauma berat
Akibat perbuatan kekerasan yang dialaminya, Yuniardi mengaku masih mengalami trauma berat.
"Saat ini saya masih trauma taruma jika mengingat kejadian," kata Yuniardi di Polres Tangsel, Kamis (5/3/2020).
Selain itu, ditengah tubuh yang memar dan jalannya yang pincang Yuniardi bercerita mencekamnya bekerja dirumah mewah tersebut.
Saat itu, kata dia, sedikitnya ada 40 pekerja di dalam rumah majikannya tersebut.
"Ada 40 orang ada kali. Driver empat, sisanya pembantu laki dan perempuan. Kalau saya dengar juga merasakan (dianiaya) juga," ucapnya.
Meski tidak melihat, Yuniardi yakin pemukulan itu juga dialami pekerja lain di rumah itu. Dia mendengar bahwa pekerja lain diperlakukan seperti itu di dalam ruangan.
"Karena mereka mukul itu di ruang tertutup jadi kita lihat keluar udah (luka) ini. Semua begitu makannya banyak yang kabur," ungkapnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/06/07335951/derita-sopir-babak-belur-dipukuli-majikan-di-bintaro