Salin Artikel

Dilema Wartawan Meliput Wabah Corona, Antara Tuntutan Pekerjaan hingga Ganggu Psikis

Meski sudah ada anjuran pemerintah tentang kerja dari rumah (work from home), nyatanya sebagian pekerja masih harus bekerja di lapangan.

Terutama untuk jurnalis yang bertugas melaporkan segala informasi atau peristiwa terkait virus corona.

Tuntutan profesi inilah yang membuat sebagian jurnalis masih tetap berjibaku dari tempat kejadian perkara (TKP).

Salah satunya adalah AR. Jurnalis media televisi ini, merasa was-was karena masih terus meliput Covid-19.

Apalagi belakangan ini lokasi liputannya merupakan Rumah Sakit (RS) Darurat di Wisma Atlet, Kemayoran, yang ditujukan untuk merawat pasien corona.

"Sekarang harus berurusan langsung sama orang banyak di rumah sakit pula. Bukan ngeluh, tapi kan sekarang sudah banyak source yang bisa dimanfaatin kantor kalau alasannya butuh visual," ucap AR saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/3/2020).

"Lagian mana ada sih narasumber yang mau berinteraksi langsung sama kita," lanjut dia.

AR merasakan dilema mendalam antara waspada terhadap dirinya. Tetapi di sisi lain, dia tetap harus menyiarkan informasi untuk masyarakat.

Jika harus mengurangi interaksi dengan orang lain, kemungkinannya sangat kecil. Selain masih meliput ke rumah sakit, AR juga selalu bersama dua rekannya. 

Interaksi yang disebut pemerintah perlu dibatasi, sulit dilakukan AR saat bekerja sebagai jurnalis.

"Kita sebagai wartawan ya mau enggak mau ya memang resikonya memberitakan peristiwa, mau sepahit apa juga kan. Di sisi lain kita butuh buat meminimalisir interaksi, walaupun pekerjaanku yang kecil kemungkinan untuk itu, apalagi aku kan setim bertiga enggak mungkin enggak interaksi," tutur dia.

Lantaran meliput di RS Darurat Corona, AR menyebutkan jika masalah mental dan kewarasannya juga diuji karena kerap menyaksikan pasien yang sulit ditangani.

"Jujur, bukan cuma masalah kesehatan fisik kita sendiri, tapi kewarasan juga diuji. Ya bagaimana tiap hari lihat orang-orang lalu lalang, ada yang diabaikan tapi kita enggak bisa bantu," tambah jurnalis perempuan ini.

Lain halnya dengan yang disampaikan oleh YC.

Jurnalis media online ini selalu terbayang-bayang setiap meliput tentang cerita petugas medis yang menangani virus asal Wuhan ini.

Mentalnya terasa dikoyak yang berimbas pada sugesti jika dirinya juga tertular corona.

"Liputan hal-hal yang berkaitan dengan corona misalnya pembuatan peti jenazah bagi korban meninggal karena Covid-19 atau wawancara petugas medis yang menangani pasien corona. Cerita yang didapatkan di lapangan itu sering kepikiran sampai rumah. Imbasnya terbawa sugesti," ungkap YC.

"Jadi kadang-kadang merasa mau meriang, badan tiba-tiba jadi panas tapi pas cek suhu badan ternyata normal," lanjutnya.

Cara satu-satunya agar tetap produktif di tengah mewabahnya corona adalah dengan membentengi diri sendiri.

YC memastikan jika dirinya selalu memakai masker, membawa hand sanitizer, hingga menjaga jarak.

"Yang jelas sekarang lebih waspada , setiap kali keluar kos pasti bawa Antis dan masker. Terus memastikan kalau tetap fit," ujar pria Flores ini.

Jurnalis lainnya yang masih berpacu di lapangan adalah JS.

Prinsip yang membuat ia tetap kuat untuk turun ke lokasi liputan adalah karena masyarakat butuh berita.

JS meyakinkan dirinya bahwa sebagai jurnalis dirinya bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang valid.

"Tentu dalam kondisi saat ini kekhawatiran pasti ada, ditambah korban terus mengalami peningkatan. Tapi kembali lagi, ini adalah tugas kami sebagai jurnalis yang menyampaikan informasi kepada masyarakat," ucapnya.

Tak bisa dipungkiri bahwa ia pun kerap iri karena tak bekerja dari rumah layaknya pekerja lainnya.

Namun perasaan itu ia tepis ketika memikirkan banyaknya pekerjaan lain yang lebih beresiko saat ini seperti para tenaga medis.

"Sejumlah perusahaan menerapkan WFH karyawannya, tapi bagi kami yang masih bekerja apakah iri, ya pasti itu. Kami juga ingin merasakan bekerja di rumah tanpa ada rasa khawatiran akan membawa virus ke rumah," ucap JS.

"Tapi balik kembali, kita adalah jurnalis, meski kami khawatir, masih ada yang jauh lebih khawatir dari kita, yaitu tenaga medis, mereka terus berjuang, bahkan mereka sampai meninggalkan keluarganya di rumah," lanjutnya.

Diketahui, hingga Kamis (26/3/2020) kemarin, total pasien positif covid-19 di Jakarta mencapai 495 orang.

Dari total 495 pasien, 29 orang dinyatakan sembuh, sementara 48 pasien lainnya meninggal dunia.

Tak hanya itu, 50 tenaga medis di Jakarta yang menangani Covid-19 telah terinfeksi penyakit yang disebabkan virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2) itu.

"Jumlah tenaga medis yang terpapar di Jakarta saja itu sampai 50 orang. Jadi angka itu menggambarkan betapa besarnya risiko, dan ada dua (orang) yang meninggal. Ini terjadi di 24 rumah sakit di seluruh Jakarta," ucap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota, Kamis.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/27/16093431/dilema-wartawan-meliput-wabah-corona-antara-tuntutan-pekerjaan-hingga

Terkini Lainnya

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke