Salin Artikel

Sebelum Karantina Wilayah, Pemerintah Harus Punya Data Akurat Warga Miskin Penerima Bantuan

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo mendesak pemerintah agar melakukan pendataan secara cermat sebelum memutuskan karantina wilayah.

Pendataan ini krusial untuk menentukan nasib kalangan miskin dan rentan yang kemungkinan tak mampu memperoleh pemasukan harian, imbas merosotnya aktivitas saat karantina wilayah.

"Sebelum apapun kebijakan dilakukan, harusnya ada social mapping. Kesiapan menjadi penting," kata Imam kepada Kompas.com, Senin (30/3/2020).

"Jadi kalau sekarang baru mulai didata, mungkin pada dasarnya bisa dimulai dulu dari data pelanggan PLN yang di bawah 450 watt. Dari situ ketahuan, masyarakat yang kekuatan ekonominya relarif di bawah," lanjut dia.

Meski demikian, data itu belum tentu sepenuhnya akurat. Oleh karenanya, langkah cepat dan sigap harus segera ditempuh dalam waktu dekat.

Aparat pemerintah, mulai dari tingkat camat hingga RT diminta berkoordinasi sesegera mungkin dan langsung turun ke lapangan untuk memverifikasi data soal kalangan miskin yang butuh perhatian lebih.

"Kalau perlu, aktivis sosial turun di wilayah itu," kata Imam.

Hasil pendataan itu bakal menghasilkan suatu peta yang di dalamnya akan terlihat pola wilayah atau klaster masyarakat prasejahtera yang mesti diperhatikan lebih.

Imam berujar, jika peta ini berhasil diperoleh, tinggal langkah pemerintah menentukan teknis penyaluran bantuan dan dukungan.

Pemerintah bisa mengambil opsi diskon biaya listrik atau air seperti kebanyakan negara yang telah mengambil kebijakan lockdown.

Pemerintah bisa pula memberi masing-masing dari mereka tanda pengenal, semisal berbentuk kupon, untuk ditukar dengan paket sembako.

"Sembako itu bisa diantar 3 hari sekali dari pintu ke pintu untuk masyarakat prasejahtera. Malah itu pasukan ojol bisa dikerahkan dan mereka dapat pemasukan juga," jelas Imam.

"Tetapi sekali lagi, pendataan harus bagus dan mereka yang berhak itu punya kupon, misalnya," ia menegaskan.

Sebelumnya, desakan yang sama juga dilontarkan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).

Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan berujar, banyak pekerja yang karena bekerja di sektor informal, tidak terdata dengan baik, seperti tukang ojek, pedagang kaki lima, kuli bangunan, hingga sopir angkot.

Menurut dia, pendataan yang tidak matang kelak berpotensi membuat penyaluran BLT tidak tepat sasaran.

"Misalnya tukang ojek. Ada yang masuk di data Gojek, Grab, atau aplikasi ojek lain, tapi ada juga tukang ojek pangkalan yang agak sulit didata. Ini yang sering menimbulkan konflik horisontal antar tukang ojek," tutur Misbah melalui keterangannya pada wartawan, Jumat (27/3/2020).

Menurut dia, penetapan data penerima manfaat BLT, harus transparan dan melibatkan organisasi kemasyarakatan, dan kelurahan/desa.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/30/16073751/sebelum-karantina-wilayah-pemerintah-harus-punya-data-akurat-warga-miskin

Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke