Salin Artikel

Sengkarut Data di Balik Distribusi Bantuan Sosial untuk Warga Depok

Dengan itu, aktivitas warga dibatasi. Praktis, buruh harian lepas dan para pekerja sektor informal kesulitan memperoleh pemasukan harian dengan ada PSBB.

Pemerintah bertanggung jawab untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) guna meringankan beban mereka.

Namun, di Depok, penyaluran bantuan justru memicu polemik. Data penerima bantuan menjadi kendala utama.

Dasar penetapan penerima bantuan tak jelas

Barep Suroso jadi sasaran kekecewaan warga RT 005 RW 006 Mampang, Pancoranmas, Depok  pada akhir pekan lalu.

Sebagai ketua RT, ia dianggap lalai mendistribusikan bantuan kepada warganya yang butuh dibantu.

Bansos berupa uang tunai sebesar Rp 250.000 per kepala keluarga (KK) dari Pemkot Depok tak mengalir rata ke seluruh keluarga yang membutuhkan.

Barep dan sejumlah ketua RT yang dilanda kebingungan sejenis akhirnya sepakat memotong Rp 25.000 dari Rp 250.000 tadi. Rencananya, potongan itu dibelanjakan sembako agar seluruh keluarga yang membutuhkan dapat menerima bantuan, walau secara administrasi tak dihitung oleh Pemkot Depok.

Pemotongan itu kemudian jadi masalah baru. Ia dicurigai menyelewengkan dana bansos.

Barep membantah potongan tersebut mengalir ke kocek pribadinya. Inisiatif itu ia tempuh gara-gara jumlah penerima dana bansos yang ditetapkan Pemkot Depok di wilayahnya, tak sesuai dengan jumlah yang ia ajukan.

"Seperak pun saya enggak 'makan' sama sekali," kata Barep kepada wartawan, Senin (20/4/2020) kemarin.

"Saya mengajukan (jumlah penerima dana bansos) sekitar 100 KK, tetapi yang turun itu cuma 39 KK. Nah saya berpikir keras bagaimana membaginya," ujar dia.

"Warga ini dapat dan yang ini enggak dapat, padahal secara ekonomi sama. Ini pasti warga akan tanya saya kenapa dia enggak dapat. Saya jawabnya bagaimana? Saya memikirkan lagi bagaimana warga saya yang tidak dapat," ungkap Barep.

Barep mengatakan, potongan itu sudah ia kembalikan dan tak jadi dibelanjakan dalam rupa sembako, sebagaimana rencana awal berdasarkan kesepakatan para ketua RT.

Hal itu guna menangkis kecurigaan karena sejumlah aparat berwenang mendatangi wilayahnya begitu kabar itu merebak.

Ïa memastikan, jumlah potongan yang dikembalikan utuh.

"Ada saran bahwa uang itu agar dikembalikan, langsung saat itu juga uangnya saya kembalikan karena memang masih utuh, belum dibelikan sembako. Akhirnya batal beli sembako," sebut dia.

Barep berharap, Pemerintah Kota Depok mengakomodasi usulan mengenai distribusi bansos dari para ketua RT/RW sebagai pihak yang paling dekat dengan warga.

"Saya mohon maaf. Saya berharap, ke depan, pemerintah mengakomodasi warga yang dibawah. Mereka nonton TV, tahunya semua dapat tanpa terkecuali, tapi ini nyatanya ada yang tidak dapat," ujar Barep.

Manajemen data bermasalah, birokrasi berbelit

Pemerintah Kota Depok mengakui, apa yang terjadi pada Barep dan koleganya di Pancoranmas rupanya juga sangat mungkin terjadi di wilayah lain di Depok.

Masalah ini muncul kombinasi dari buramnya transparansi soal data penerima bantuan, ditambah tak seiramanya langkah Pemkot Depok dengan Pemprov Jawa Barat serta pemerintah pusat dalam distribusi bansos.

Kepala Dinas Sosial Kota Depok, Usman Haliyana mengakui, secara sistem, memang tak seluruh kepala keluarga (KK) yang diusulkan di tingkat RT/RW serta-merta disetujui untuk mendapatkan bansos.

Pertama, usulan KK penerima bansos yang disetor unsur RT/RW diperlakukan sekaligus sebagai metode pengumpulan data oleh pemerintah.

Kedua, Pemkot Depok, Pemprov Jawa Barat, dan pemerintah pusat diklaim akan berbagi porsi memberikan bantuan dengan mengacu pada data tersebut.

"Memang belum semua (KK yang diusulkan disetujui). Nanti ada sumber-sumber bantuan sosial, bukan hanya dari APBD (daerah tingkat) II (kota/kabupaten), ada juga nanti dari provinsi, dari pusat. Jadi dibagi-bagi," kata Usman kepada Kompas.com, Senin.

Berbeda dengan data DTKS yang telah dihimpun sejak lama, data non-DTKS ini memang baru dihimpun jelang penetapan PSBB.

Lantaran data ini nantinya dipakai sebagai acuan untuk berbagi porsi bantuan, puluhan KK belum dikucurkan bansos oleh Pemkot Depok, kemungkinan akan mendapatkannya dari Pemprov Jawa Barat atau pemerintah pusat.

Namun, kapan seluruh KK yang diusulkan tadi bisa menerima bantuan, entah dari Pemkot Depok, Pemprov Jawa Barat, atau pemerintah pusat, Usman mengaku tak tahu.

"Kalau mau tahu nanti dapatnya (bansos) dari mana, saya juga tidak tahu. Saya hanya berusaha untuk menyampaikan (data non-DTKS melalui usulan RT/RW) karena dari pemerintah pusat kan minta juga, pemerintah provinsi juga minta," ujar dia.

Tak verifikasi lapangan

Masalah bertambah pelik karena Pemkot Depok hanya mengandalkan usulan dari RT/RW secara virtual melalui e-mail.

Usman mengatakan, dalam menyeleksi KK untuk disetujui menerima bansos, pihaknya hanya dapat memverifikasi keabsahan administratif.

Karena itu, ia tak bisa menjamin KK yang diusulkan menerima bansos betul-betul layak menerimanya. Hal itu membutuhkan verifikasi langsung di lapangan.

"Kami hanya bisa verifikasi data saja, verifikasi lapangan mah tidak ada waktu, tidak keburu. Melalui NIK (nomor induk kependudukan), kami telusuri (usulannya) ganda atau tidak," jelas dia.

"Kenapa terjadi itu (kisruh distribusi bansos di lapangan), karena memang tidak ada verifikasi lapangan karena waktu yang begitu cepat," Usman menambahkan.

"Beda jika dibandingkan dengan data kelompok miskin yang sudah terdaftar (DTKS Kemensos). Itu kan panjang prosesnya," kata dia lagi.

Ditanya soal siasat Pemkot Depok memastikan akurasi data agar bantuan tersalurkan secara efektif ke keluarga yang membutuhkan, Usman tak dapat berandai-andai.

Ia mengeklaim bahwa ketentuan KK penerima bansos sudah disosialisasikan.

"Itu dia. Tinggal kejujuran dari yang bersangkutan. Kalau dia mampu ya kenapa dia ikut daftar (sebagai penerima bansos)? Harusnya dia tahu, kan kita sudah sebarkan ketentuannya," ujar Usman.


Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengakui terdapat sejumlah celah dalam distribusi bantuan sosial untuk warga miskin dan rentan miskin yang terpukul oleh kebijakan PSBB.

Idris beralasan, distribusi bantuan yang diistilahkan sebagai program Jaring Pengaman Sosial (JPS) itu dilakukan dalam situasi darurat.

“Terkait penyaluran JPS, dimohon pengertiannya kepada semua pihak bahwa dalam kondisi darurat seperti ini semua serba cepat,” ujar Idris melalui keterangan tertulis, Senin malam.

“Sehingga masih banyak ditemukan kekurangan dalam banyak hal, baik terkait sasaran maupun mekanisme penyaluran,” imbuh dia.

Idris berjanji akan mengevaluasi data dan distribusi bantuan yang sejauh ini mulai menuai masalah karena dianggap tak merata.

“Kami akan terus menyempurnakan data dan mekanisme penyaluran, agar hal-hal yang tidak kita harapkan tidak terjadi lagi,” ujar Idris.

Janji pemerintah untuk menyalurkan bansos belum ditunaikan secara tuntas untuk warga Depok, meskipun telah memasuki hari ketujuh PSBB diterapkan.

Pemerintah Kota Depok sudah mencairkan secara penuh alias 100 persen total anggaran Rp 7,5 miliar dari APBD Kota Depok untuk dana bantuan sosial, meskipun menjumpai masalah di lapangan.

Anggaran itu dirinci menjadi sebesar Rp 250.000 untuk 30.000 kepala keluarga dari data non-DTKS.

Sementara itu, Pemprov Jawa Barat baru mengucurkan bantuan kepada 1.000 kepala keluarga/kelompok penerima manfaat (KK/KPM) hingga hari ini, dari target kuota sebanyak 10.423 KK/KPM.

Setiap KK/KPM berhak atas bantuan senilai Rp 500.000 dari APBD Provinsi Jawa Barat. Rinciannya, Rp 350.000 dalam bentuk sembako dan barang kebutuhan harian, Rp 150.000 dalam bentuk uang tunai.

Sementara bantuan sosial dari pemerintah pusat belum turun karena masih dalam tahap validasi data penerima bantuan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/21/05380351/sengkarut-data-di-balik-distribusi-bantuan-sosial-untuk-warga-depok

Terkini Lainnya

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Megapolitan
Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Megapolitan
Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Megapolitan
Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Megapolitan
Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Megapolitan
Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Keluarga Korban Begal Bermodus 'Debt Collector' Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Keluarga Korban Begal Bermodus "Debt Collector" Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Megapolitan
Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke