Saat ini, seluruh wilayah Jabodetabek memang sudah masuk zona PSBB, namun pelaksanaannya masih berpulang ke masing-masing pemerintah daerah.
Dadang beranggapan, pelaksanaan PSBB di Jabodetabek dalam satu komando penting sebab masing-masing daerah bisa saja memiliki interpretasi yang berbeda terhadap peraturan PSBB.
Hal itu ia sampaikan dalam forum virtual Institut Studi Transportasi tentang antisipasi mudik lokal yang dibadiri para kepala dinas perhubungan Jabodetabek, Dirlantas Polda Metro Jaya, serta Kepala BPTJ, Rabu (6/5/2020).
"Saat ini disparitas kebijakan yang membuat kita sulit melakukan langkah. Kami ketat, sebelah longgar, kami yang di-bully oleh warga," jelas Dadang memberi contoh.
"Misalnya ada kelonggaran-kelonggaran, tidak hanya di Depok, Bekasi dan Jakarta juga. Ketika kita melarang jumatan di Depok, sebelah jumatan," imbuh dia.
Dadang mengusulkan agar komando PSBB di Jabodetabek dimulai dengan keseragaman dasar hukum.
Setelahnya, komando dipegang secara tunggal oleh pemerintah pusat atau didelegasikan ke salah satu gubernur untuk memimpin PSBB Jabodetabek
Ia menambahkan, evaluasi PSBB penting karena Kota Depok kembali mencatat kenaikan rata-rata pertambahan kasus harian Covid-19 pada PSBB tahap II selama sepekan belakangan.
Padahal, pada PSBB tahap I, rata-rata pertambahan kasus harian Covid-19 di Depok sempat menurun.
"Ini perlu keseragaman. Kami khawatir surat edaran wali kota (Depok) dibuat, tapi kabupaten/kota sebelah tidak ada larangan itu," jelas Dadang.
Data terbaru per Selasa (5/5/2020), sudah terdapat 316 kasus positif Covid-19 di Depok, 47 di antaranya dinyatakan sembuh, sementara 20 lainnya meninggal dunia.
Angka kematian itu belum menghitung kematian 55 suspect/PDP (pasien dalam pengawasan) yang sejak 18 Maret 2020, tak kunjung dikonfirmasi positif atau negatif Covid-19 oleh Kementerian Kesehatan RI.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/05/06/21134281/depok-harap-psbb-jabodetabek-satu-komando