Hal tersebut untuk meminimalkan data penerima bansos yang ternyata tidak layak atau mungkin sudah meninggal dunia.
Menanggapi hal itu, Lurah Kebon Melati Winetrin menyebut, salah satu kendala dalam proses verifikasi data penerima bansos adalah masih ada petugas RT/RW memasukan nama warganya yang sebenarnya sudah tidak diketahui keberadaannya.
Kejadian ini, lanjut dia, kerap terjadi karena solidaritas yang cukup kuat di lingkungan masyarakat.
“Ada RT yang mikirnya masukin dulu supaya nanti kalau dapat orangnya enggak ada bisa dikasih ke warga lain, antisipasi lah,” ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (12/5/2020).
Selain itu, ada pula warga yang sudah lama tidak tinggal di wilayahnya, namun tidak mengurus surat pindah dan masih tercatat sebagai warga setempat.
“Ya memang kadang ada warganya yang pindah tapi masih KTP sini, karena memang dia pegang KJP dan sayang kalau pindah. Jadi secara dejure dia orang sini,” ungkapnya.
Menurut dia, kondisi ini membuat proses memverifikasi data penerima bansos menjadi lebih sulit.
Di sisi lain, keberadaan warga yang didata oleh petugas RT/RW sulit untuk semuanya diawasi oleh pihak kelurahan.
“(wilayah) kami ada puluhan ribu KK, bayangin aja. Wilayahnya enggak besar banget, tapi padat, banyak yang kumuh miskin,” ungkapnya.
Selain itu, masalah lain yang juga muncul adalah perubahan data penerima bansos setelah diverifikasi oleh kelurahan dan diserahkan ke tingkat pemerintah kota.
Winetrin mengatakan, kerap muncul beberapa nama baru yang sebelumnya tidak diajukan sebagai penerima bansos.
Alhasil petugas RT/RW dan kelurahaan harus melakukan verifikasi ulang.
“Ternyata memang kebanyakan nama yang muncul itu udah meninggal, atau kadang sudah enggak tahu keberadaannya dan warga itu sebelumnya memang tidak didata oleh RT/RW. Tapi sejauh ini sudah lebih baik. Karena kita sama-sama verifikasi terus,” kata Winetrin.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/05/12/13024341/kendala-verifikasi-penerima-bansos-rt-asal-isi-data-hingga-warga-pindah