Salin Artikel

Cerita Maba UI soal Pakta Integritas: Kami Tak Punya Pilihan Selain Tanda Tangan

DEPOK, KOMPAS.com – “Selamat sore Mahasiswa Baru UI. Berikut adalah pakta integritas yang WAJIB diisi oleh seluruh mahasiswa baru UI. Silakan di-print dan pahami seluruh poin dalam pakta tersebut, lalu isi sesuai data diri kalian.

Pada bagian akhir, tempelkan materai 6000 dan silakan ditandatangani di atasnya (tanda tangan mengenai meterai dan kertas). Setelah itu scan pakta (berwarna) dan beri nama file dengan format kelompok_nama lengkap kemudian kirimkan melalui email ke mentor dengan subjek yang sama.

Batas pengumpulan pakta integritas adalah 6 September 2020. Terima kasih”

Paragraf di atas adalah kutipan chat seorang mentor program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Universitas Indonesia (PKKMB UI) pada Sabtu (5/9/2020) silam.

Chat itu dikirimkan ke dalam grup yang siang harinya baru saja dibentuk, berisikan sejumlah mahasiswa baru (maba) yang satu kelompok mentoring.

“Tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pakta itu. Mentor juga tidak ada yang menawarkan, ‘kalau nggak ngerti, silakan tanya’ begitu. Semua yang mentor katakan di grup itu template, bukan mereka sendiri yang ngomong,” ujar Y, salah satu mahasiswa baru UI yang enggan disebutkan jurusan dan fakultasnya, kepada Kompas.com, Sabtu (12/9/2020).

“Beberapa teman di kelompok lain juga dibilang sama mentornya. Kalau tidak mengumpulkan, akan ada sanksi, seperti enggak dapat jaket kuning, dll. Kalau di kelompok saya sih tidak ada (ancaman sanksi),” imbuhnya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia membenarkan bahwa pakta integritas yang berlaku selama berstatus mahasiswa UI itu baru mulai diadakan pada tahun ajaran kali ini.

“Ya (syarat wajib mulai tahun ini), itu diberikan kepada mahasiswa baru,” terang Amelita saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (9/9/2020).

Pelanggar terancam drop-out

Pakta integritas ini kemudian menimbulkan kontroversi.

Dalam pakta integritas yang diterbitkan pihak rektorat itu, pelanggaran terhadap ketentuan di dalamnya akan berujung sanksi.

Bahkan, mahasiswa bisa dipecat atau drop-out dari kampus.

“Dengan ini, saya telah membaca, memahami isi dari pakta integritas ini, serta setuju secara sadar dan tanpa ada unsur paksaan untuk menandatanganinya. Jika saya melakukan pelanggaran terhadap pakta integritas ini, maka saya bersedia menerima sanksi dari universitas, yang setinggi-tingginya yaitu pemberhentian sebagai mahasiswa/i Universitas Indonesia.” bunyi petikan pakta integritas itu.

Ancaman sanksi setinggi itu dianggap tak masuk akal. Pertama, pakta integritas ini datang satu arah, lalu mendadak disodorkan kepada mahasiswa baru.

Kedua, selain memaksa mahasiswa baru untuk menandatanganinya di atas meterai, yang membuatnya mengikat secara hukum, poin-poin yang termuat di dalam pakta integritas ini kontroversial dan multitafsir.

Sorotan utama mengarah pada 3 butir poin dari total 13 poin yang ada, yakni poin 9, 10, dan 11.

Poin 9 berbunyi, “Siap menjaga kesehatan fisik dan mental serta bertanggung jawab secara pribadi jika di kemudian hari mengalami gangguan kesehatan fisik dan/atau mental.”

Poin 10 berbunyi, “Tidak terlibat dalam politik praktis yang mengganggu tatanan akademik dan bernegara.”

Pasal 11 berbunyi, “Tidak melaksanakan dan/atau mengikuti kegiatan yang bersifat kaderisasi/orientasi studi/latihan/pertemuan yang dilakukan sekelompok mahasiswa atau organisasi kemahasisiwaan yang tidak mendapat izin resmi pimpinan fakultas dan/atau pimpinan UI.”

A, yang juga mahasiswa baru UI angkatan 2020, mengaku heran dengan maksud poin 9 pakta integritas tersebut.

Poin itu terlalu luas, sebutnya.

“Poin 9 ini ke mana arahnya? Apakah maksudnya mahasiswa jika mengalami kecelakaan di luar kegiatan universitas maka dia harus tanggung jawab pribadi? Atau malah kalau ada kecelakaan ketika kegiatan yang berhubungan dengan universitas, pihak UI mau lepas tangan?” ungkap A kepada Kompas.com, Sabtu.

Pasal 10 dan 11 juga menuai sorotan.

Dua poin ini dinilai sebagai ancaman bagi kebebasan berpikir yang semestinya menjadi roh kehidupan kampus.

Terlebih, tidak ada definisi jelas dan detail mengenai, misalnya, kegiatan politik praktis hingga maksud “mengganggu tatanan bernegara”.

“Poin 11 ini nggak jelas merujuk pada apa, lalu siapa, dan bagaimananya,” ujar A.

“Poin mengenai politik praktis dan kaderisasi tanpa izin, kesannya membatasi ruang gerak dengan ancaman pemberhentian. Apalagi, lingkup politik praktisnya tidak dijelaskan,” sahut Y menimpali.

“Seakan kampus memaksa mahasiswa baru untuk setuju bahwa mereka akan sama sekali lepas tangan bila terjadi apa-apa dan membatasi ruang gerak mahasiswa karena enggak mau ribet. Tentu ada (kekhawatiran soal konsekuensi hukum), terlebih sudah memakai meterai,” lanjut Y.

Pada akhirnya, sepakat atau tidak sepakat, para mahasiswa baru ini terpaksa membubuhkan tanda tangan mereka yang begitu krusial, di atas meterai pakta integritas.

Posisi mereka sebagai mahasiswa baru membuat mereka terjepit.

Tidak ada pilihan buat melawan maupun mempertanyakan lebih jauh, sebab sudah dihadapkan dengan embel-embel “wajib”.

“Konotasi yang didapat dari informasi mentor tuh, seolah-olah pakta integritas ini sekadar rangkaian PKKMB saja. Padahal, ketika diteliti lagi, ternyata sampai kita lulus. Tidak ada tanya jawab, hanya informasi satu arah bahwa itu wajib ditandatangani. Beberapa anggota kelompok PKKMB saya ada yang belum mengumpulkan, ya ditagih agar segera mengumpulkan” ujar A.

“Toh, memang kami tidak punya pilihan selain tanda tangan, kan?” sambungnya.

Setali tiga uang, Y juga berada pada posisi yang sama.

Baginya, anjuran agar setiap mereka memahami isi pakta integritas tak ubahnya basa-basi.

Sebab, kembali lagi, setuju atau tidak setuju, paham atau tidak paham, sudah tertera hukummya wajib di sana.

Apalagi, pakta integritas tersebut dikirim berbarengan dengan setumpuk berkas lain yang mesti diurus para mahasiswa baru untuk pelbagai kegiatan orientasi di hari yang sama.

Y merasa tersudut.

“Yah, ada tulisan ‘wajib’ juga. Mau enggak sepakat juga, ya, tetap harus mengumpulkan. Enggak (sempat bertanya), karena memang wajib dan banyak yang harus diurus juga, dari ospek jurusan, ospek fakultas, ospek gabungan, isi mata kuliah, dokumen-dokumen lain... Jadi ya harus cepat-cepat beresin semuanya, ” ungkap Y.

“Saya merasa, kami tanda tangan itu sama sekali tanpa consent (bersepakat), karena memang diwajibkan dan kesannya sebagai syarat mengikuti PKKMB, berarti setuju atau tidak setuju harus tanda tangan. Kebanyakan memang baca pakta tersebut, tapi ya tidak begitu mengerti. Kami tanda tangan karena wajib,” ia melanjutkan.

“Ada beberapa teman juga merasa, ini kan baru masuk. Kenapa yang seperti ini tidak pakai tanda tangan orangtua? Padahal mahasiswa baru pasti banyak yang di bawah 17 tahun,” katanya lagi.

Kolega mereka sempat mengadu kepada pimpinan fakultas, mengapa mereka dipaksa meneken pakta integritas dengan isi semacam itu. Menariknya, pihak fakultas juga tak tahu-menahu, dan malah turut menyoroti isi pakta integritas yang dianggap tak relevan dengan kehidupan akademis.

“Pimpinan fakultas menyatakan, beliau tidak tahu tentang pakta ini. Lalu kalau belum tahu, kenapa kami disuruh tanda tangan? Beliau hanya menekankan bahwa seharusnya tidak begitu, dan beliau tidak tahu tentang pakta ini sebelumnya,” ujar Y.

Jawaban ini membuat para mahasiswa baru kian bingung.

“Jajaran (fakultas) belum dapat laporan secara penuh, tapi bisa-bisanya semua mahasiswa baru sudah dikasih kata ‘wajib’ (tanda tangan). Saya sebagai mahasiswa baru merasa berhak mendapatkan sosialisasi yang baik, apalagi tentang pasal-pasal yang kurang jelas begini,” tegas A.

Versi Rektorat UI

Direktur Kemahasiswaan UI, Devie Rahmawati mengeklaim bahwa pakta integritas yang kadung ditandatangani mahasiswa baru adalah hasil kekeliruan penyelenggara PKKMB UI.

Ia berdalih, pakta integritas yang terkirim merupakan naskah yang belum final.

“Itu naskah yang belum final, dan itu yang diterima mahasiswa. Kami tadinya belum mau menarik lebih dulu, karena tidak mau menimbulkan kegaduhan,” ujar dia kepada Kompas.com, Jumat (11/9/2020).

“Terjadi kekeliruan pengiriman dokumen pre-test, post-test, dan pakta integritas yang masih berupa draf sehingga banyak mengundang pro dan kontra,” imbuh Devie.

Ia lalu mengirimkan Kompas.com pakta integritas versi final yang telah berganti istilah jadi “surat pernyataan”, tanpa kewajiban tanda tangan di atas meterai.

Ada beberapa perubahan di sana.

Beberapa poin digabung, namun ada beberapa poin tambahan.

Salah satunya, mahasiswa UI berjanji tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana tertera di poin 1.

Kemudian, ada kalimat “tidak melakukan/terlibat dalam tindak pidana khususnya penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual, kekerasan seksual, intoleransi, radikalisme, dan terorisme dalam bentuk apa pun” pada poin 8.

Poin soal tindak pidana pada draf versi lama hanya mengatur soal minuman keras, narkotika, dan kekerasan seksual, tanpa bicara intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

Poin soal pancasila juga baru ada pada draf versi final.

Lalu, soal kegiatan politik praktis, dibuat lebih spesifik bahwa larangan baru berlaku jika kegiatan itu dihelat di dalam kampus.

Dengan adanya draf versi baru, bagaimana dengan nasib pakta integritas bermeterai yang telanjur ditandatangani ribuan mahasiswa baru UI dan kadung mengikat secara hukum?

Devie tidak menggubris pertanyaan Kompas.com sejak kemarin hingga berita ini disusun.

Masalah lainnya, pakta integritas yang baru pun masih misteri bagi para mahasiswa baru.

“Di luar sudah beredar pakta baru? Ini kami semua maba enggak tahu ada pakta baru,” ucap Y.

“Tentang pakta integritas baru itu, saya dan teman sejurusan saya juga belum dapat informasi apa-apa,” tambah A.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Fajar Adi Nugroho berencana melakukan audiensi ke pihak rektorat mengenai kontroversi pakta integritas ini.

“Belum tahu (ada pakta integritas baru). Ada diskusi (dengan BEM se-UI), sedang direncanakan untuk audiensi,” kata Fajar kepada Kompas.com, Sabtu.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/13/06571471/cerita-maba-ui-soal-pakta-integritas-kami-tak-punya-pilihan-selain-tanda

Terkini Lainnya

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke