JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memutuskan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid dua atau PSBB pengetatan selama dua pekan mulai Senin (14/9/2020) hingga 27 September 2020.
Penerapan PSBB pengetatan mengacu pada Pergub Nomor 88 Tahun 2020 terkait perubahan Pergub Nomor 33 Tahun 2020 tentang PSBB. Pergub Nomor 88 Tahun 2020 diterbitkan tanggal 13 September 2020.
Dengan demikian, pelonggaran-pelonggaran yang sebelumnya diberlakukan pada PSBB transisi akan ditiadakan.
Pasalnya, sebagaimana diketahui, Provinsi DKI awalnya memberlakukan pelonggaran PSBB atau disebut PSBB transisi mulai 5 Juni hingga 2 Juli 2020.
Kemudian, Pemprov DKI memutuskan memperpanjang PSBB transisi masing-masing selama dua pekan sebanyak lima kali, terhitung mulai 3 Juli hingga 10 September 2020.
Namun, PSBB transisi itu dicabut. Pemprov DKI Jakarta menarik rem darurat dengan melakukan pengetatan kembali. Hal ini karena kasus aktif Covid-19 di Jakarta menjadi semakin tak terkendali sejak awal bulan ini.
Apa pertimbangan Pemprov DKI kembali terapkan PSBB?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, angka penambahan kasus harian positif Covid-19 di Ibu Kota mulai tak terkendali saat memasuki bulan September 2020.
Pernyataan itu disampaikan Anies saat konferensi pers yang disiarkan langsung melalui YouTube Pemprov DKI Jakarta pada Minggu (13/9/2020).
Anies menyampaikan, kasus aktif positif Covid-19 bergerak fluktuatif sejak awal munculnya kasus pertama pada Maret silam.
Meskipun demikian, menurut Anies, 12 hari pertama bulan September menyumbang 25 persen dari total kasus aktif positif Covid-19 di Ibu Kota.
"Bila kita lihat rentangmya sejak Maret, sejak pertama kali kasus positif diumumkan sampai 11 September, lebih dari 190 hari, dari 190 hari lebih itu, 12 hari terakhir pertama bulan September menyumbang 25 persen kasus positif," kata Anies.
Catatan Kompas.com sejak tanggal 1 sampai 12 September, tercatat penambahan kasus aktif positif Covid-19 sebesar 3.605 orang. Sementara itu, jumlah kasus aktif Covid-19 hingga 12 September adalah 12.174 orang.
Dengan demikian, hal itu sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Anies bahwa bulan September menyumbang 25 persen kasus aktif positif Covid-19 di DKI.
Berikut detail penambahan kasus aktif positif Covid-19 di Jakarta periode 1 - 12 September 2020:
1. 1 September : bertambah 195 menjadi 8.764 kasus
2. 2 September : bertambah 561 menjadi 9.325 kasus
3. 3 September : bertambah 707 menjadi 10.032 kasus
4. 4 September : bertambah 52 menjadi 10.084 kasus
5. 5 September : bertambah 94 menjadi 10.178 kasus
6. 6 September : bertambah 486 menjadi 10.664 kasus
7. 7 September : bertambah 383 menjadi 11.047 kasus
8. 8 September : berkurang 17 menjadi 11.030 kasus
9. 9 September : bertambah 215 menjadi 11.245 kasus
10. 10 September : bertambah 451 menjadi 11.696 kasus
11. 11 September : bertambah 128 menjadi 11.824 kasus
12. 12 September : bertambah 350 menjadi 12.174 kasus
Perlu diketahui, kasus aktif artinya pasien positif Covid-19 yang masih menjalani perawatan medis atau isolasi mandiri.
Angka penambahan kasus aktif positif pada bulan September juga dinilai tinggi jika dibandingkan dengan kasus aktif pada akhir Agustus. Anies memaparkan, tercatat 7.960 kasus aktif positif Covid-19 pada 30 Agustus 2020.
"Saat ini kita menyaksikan pada Agustus kasus aktif menurun. Memasuki September sampai 11 September, 12 hari pertama, naik sekitar 49 persen dibanding akhir Agustus," ujar Anies.
Tak hanya mencatat peningkatan kasus secara signifikan, Anies juga mengklaim Pemprov DKI telah melakukan testing secara masif. Bahkan, angka tes PCR harian di Jakarta lebih tinggi 4 kali lipat dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Anies menjelaskan, testing dilakukan secara masif guna mendeteksi pasien positif Covid-19 sedini mungkin sehingga mereka bisa segera diisolasi mandiri.
Sedangkan pasien positif Covid-19 yang memiliki penyakit bawaan bisa segera dirawat di rumah sakit.
"Tes yang dilakukan ini dalam rangka menyelamatkan nyawa warga Jakarta," ucap dia.
Meskipun demikian, Anies sadar bahwa testing secara masif tidak mampu menekan angka penyebaran Covid-19. Atas pertimbangan itulah, Anies kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pengetatan atau PSBB jilid dua.
Anies khawatir jika Pemprov DKI tak segera membatasi aktivitas warga, maka penyebaran Covid-19 semakin tidak terkendali dan memengaruhi perekonomian warga.
"Kami merasa perlu untuk melakukan pengetatan agar pergerakan pertambahan kasus di Jakarta bisa terkendali. Karena bila ini tidak terkendali, dampak ekonomi, sosial, budaya akan menjadi sangat besar," kata dia.
Dalam PSBB pengetatan, sejumlah aktivitas di perkantoran, tempat ibadah, dan transportasi umum harus dibatasi. Salah satu aturan dalam PSBB jilid dua di antaranya warga dilarang makan di restoran atau kafe hingga pergelaran pernikahan hanya boleh dilakukan di KUA atau kantor catatan sipil.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/14/05574471/psbb-di-jakarta-rem-darurat-akibat-lonjakan-kasus-covid-19-sejak