Salin Artikel

5 Fakta Kebrutalan Polisi terhadap Relawan Medis Muhammadiyah Saat Demo Tolak UU Cipta Kerja

JAKARTA, KOMPAS.com - Empat orang relawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Bekasi diduga dianiaya polisi ketika berjaga dalam demonstrasi tolak UU Cipta Kerja yang berlangsung di Jakarta kemarin, Selasa (13/10/2020), selepas magrib.

Insiden ini seakan melengkapi babak demi babak kebrutalan polisi dalam berbagai kesempatan mereka menangani demonstrasi.

Berikut Kompas.com merangkum sejumlah fakta mengenai insiden penyerangan polisi terhadap relawan medis Muhammadiyah:

1. Relawan sedang berjaga antisipasi korban bentrok aparat vs massa

Ketua MDMC Budi Setiawan mengakui bahwa relawan-relawan tersebut memang dikerahkan guna berjaga-jaga apabila ada korban dalam bentrok aparat dengan massa.

"Relawan MDMC dalam kegiatan demonstrasi digerakkan untuk mengantisipasi kebutuhan layanan kesehatan bagi pihak-pihak yang membutuhkan perawatan," jelas Budi melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Para relawan tersebut ditugaskan berjaga di depan halaman Apartemen Fresher Menteng untuk memantau situasi dan bersiap bila ada ada jatuh korban yg harus di evakuasi dan dibantu tim medis.

2. Sudah pakai seragam, tetap diserang

Selang beberapa saat, mendadak datang rombongan Resmob Polda Metro Jaya yang melakukan sweeping dari arah Hotel Treva.

Di sana, rangkaian penganiayaan bermula. Padahal, lanjut Budi, para relawan sudah mengenakan seragam bertuliskan “Relawan Muhammadiyah”.

"(Polisi) langsung menyerang relawan dan beberapa warga yang ada di halaman Apartemen (Fresher) Menteng," ungkap Budi.

3. Ditabrak, ditendang, dipukul, diseret

Budi menuturkan, empat relawan MDMC yang menjadi korban bukan hanya sekali dipukul oleh polisi.

"Empat orang relawan MDMC yang bertugas, sebelum dipukul, ditabrak dulu dengan motor oleh polisi. Setelah terjatuh, diseret ke mobil sambil dipukul dengan tongkat dan ditendang," ujarnya.

Mereka kemudian diseret-seret ke mobil polisi, sebelum rekan-rekan sesama tim medis berhasil melepaskannya dari amuk polisi.

Korban kemudian dirawat sejenak oleh tim kesehatan Muhammadiyah, sebelum dilakukan ke RSIJ Cempaka Putih.

4. Muhammadiyah minta polisi profesional, siapkan langkah hukum

Budi menyayangkan insiden penganiayaan oeh kepolisian ini. Hal ini jelas mencerminkan tindakan tidak profesional polisi.

"Kami meminta kepada aparat kepolisian untuk tetap profesional dan melindungi relawan kemanusiaan yang bertugas di lapangan," kata Budi.

Ia bilang, langkah hukum atas insiden ini akan dipercayakan kepada PP Muhammadiyah, dalam hal ini melalui ketua bidang hukum, Busyro Muqoddas.

"Langkah hukumnya sedang kami siapkan. Dari LBH Muhammadiyah Pusat sedang menyiapkan penyikapan apa, termasuk langkah hukum apa," ujar Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas kepada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

"Jika PP Muhammadiyah melakukan langkah hukum, kerangkanya sangat luas, untuk kepentingan luas, di mana sekaligus mengingatkan Polri bukan alat kekuasaan," imbuhnya.

5. Buka kemungkinan lapor Propam, tapi pesimistis diproses

Busyro tak menutup kemungkinan meski tak pula memastikan akan melapor ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Sebagai prosedur hukum yang lazim dilakukan jika polisi bertindak tidak profesional, ia menyatakan siap lapor ke Propam, sekaligus siap-siap kecewa dengan proses hukum selanjutnya.

"Kalau mau prosedural ya ditempuh (lapor ke Propam) tapi ya siap kecewa saja," kata Busyro.

Setidaknya ada 2 alasan yang membuat Busyro cs siap kecewa dengan proses hukum seandainya mereka melapor ke Propam, yakni minimnya transparansi dan budaya komando di Korps Bhayangkara.

Ia mengambil contoh proses hukum terhadap kebrutalan polisi yang menyebabkan gugurnya dua mahasiswa demonstran di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada demonstrasi tolak RKUHP tahun lalu.

"Proses terhadap polisi yang melakukan penembakan sampai tewas itu kan juga tidak terbuka oleh Polri," kata Busyro.

"Fakta itu maknanya apa? Maknanya, budaya ketertutupan, nutup-nutupi atau intransparansi semakin menguat di birokrasi, termasuk di birokrasi penegak hukum. Tidak hanya intransparansi tapi, maaf ya, itu brutal," lanjutnya.

Ketertutupan ini diperparah dengan budaya komando dalam tubuh Polri. Menurut Busyro, brutalitas aparat Polri ketika menangani demonstrasi sudah menjalar di dalam sistem.

"Kalau itu menunjuk kepada insiden yang jumlahnya cukup banyak dan itu menunjukkan tindakan yang sistemik secara nasional, berarti Propam-nya kan Propam Pusat, di bawah pimpinan Kapolri," kata Busyro.

"Sementara juga di kepolisian itu ada sistem komando, jalur komando, budaya komando. Ke Propam pun, melihat fakta yang sistemik itu bahwa (kekerasan oleh polisi) tidak hanya di demo sekali kemarin itu, maka propam juga menjadi pertanyaan secara substansial," ungkapnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/15/06102431/5-fakta-kebrutalan-polisi-terhadap-relawan-medis-muhammadiyah-saat-demo

Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke