Salin Artikel

Duka Tukang Gali Harian di Tengah Pandemi, Bertahan dengan Rp 250.000 Sebulan

Mereka dibuat pusing lantaran terlilit utang harian dan urusan nafkah keluarga di kampung. Berusaha sambil berharap untuk terus dapat bekerja selalu mereka lakukan setiap hari.

Rabu (28/10/2020) siang itu, Wari, Kasuad, dan Danu duduk di pinggir Jalan Adhyaksa Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta.

Wari dan Kasuad duduk di pingir selokan, sedangkan Danu duduk di sebidang tanah di pinggir jalan.

Mereka adalah para tukang gali harian yang menjajakan jasanya setiap hari di pinggi Jalan Adhyaksa.

"Pas pandemi itu penghasilan turun drastis. Turun 75 persen. Kalau sebulan bisa dapat Rp 1 juta, sekarang paling dapat Rp 250.000," kata Danu saat ditemui Rabu lalu.

Gelak tawa keluar saat berbicara berkurangnya pekerjaan. Namun, raut muka jelas terlihat jika mereka membicarakan pekerjaan mereka.

Curahan hati mereka terdengar di tengah kenalpot motor yang kerap meraung-raung di telinga.

"Cari makan susah banget buat kebutuhan di rumah. Enggak kayak biasanya, sebulan cuma libur sehari dua hari. Sekarang Pemasukan enggak ada. Proyek sekarang kan banyak dikurangi. Tukang gali dari Brebes ngeluh semua karena pandemi Covid-19," kata Danu.

Baginya keluhan jelas ada. Hidup di Jakarta bersama teman-teman baginya adalah hiburan. Tak ada pekerjaan, mereka tetap tertawa dan bersyukur.

Hantaman pandemi Covid-19 juga dirasakan oleh Kasuad. Sudah empat bulan terakhir, ia hanya bisa bekerja selama dua minggu jika ditotal. Kiriman ke kampung mampet.

Utang jadi pilihan. Tutup lubang lama, gali lubang yang baru.

"Makanya di kampung teriak-teriak mulu. Kadang pulang ke kampung, enggak bawa duit. Pas-pasan terus," kata Kasuad yang berasal dari Desa Karang Bandung, Petanggungan, Brebes, Jawa Tengah.

Dalam kondisi yang dihadapi Kasuad, istrinya memaklumi. Istri Kasuad hanya berpesan untuk sabar dan yang terpenting adalah berdoa.

"Pandemi ini sepi kerja. Ini yang parah. Sebelum pandemi, masih kirim duit. Pas pandemi sama sekali enggak bisa kirim," ujar Kasuad.

Ia pun menunda pulang kampung lantaran tak memiliki uang. Rindu akan kampung halaman hanya jadi bunga tidur saat ini bagi Kasuad.

Satu yang utama, ia ingin berkumpul dengan keluarga.

"Mudah-mudahan kalau ada duit bisa pulang. Enggak ada duit soalnya. Ingin pulang kampung tapi bingung. Kangen sudah pasti, saya sudah punya cucu," kata Kasuad.

Dua minggu bekerja, Kasuad hanya mendapatkan uang Rp 1,5 juta. Itu belum dipotong ongkos ke lokasi kerja, uang makan, dan utang.

"Kalau sudah bayar utang, habis. Kalau hitungan di luar bayar utang, itu cuma dapat Rp 500.000. Kalau duitnya bayar utang, ya kayak orang gila rasanya enggak punya duit," ujar Kasuad.

Mereka sebenarnya punya keahlian lain seperti mengelola kebun.

"Kalau kerja urus tanaman bisa. Cabut rumput, ya bisa. Nyapu jalan bisa. Yang penting halal kalau saya," kata Kasuad.

Kasuad sendiri ingin membuka usaha bakso. Pun berjualan telur asin khas Brebes, ia pun butuh modal.

"Itu semua kan kan butuh modal. Kalau modal sedikit kan bisa berhenti. Satu-satunya ya di Jakarta," kata Kasuad.

Danu juga demikian. Pekerjaan lain pun ia siap kerjakan.

Setiap hari selama masa pandemi ia hanya habiskan untuk duduk-duduk di pinggir Jalan Adhyaksa.

Sesekali ia berkeliling Jalan TB Simatupang untuk berusaha menawarkan jasanya.

"Kalau saya apa saja bisalah, bikin kolam renang, bikin sumur resapan, kerja kebun," kata Danu yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai tukang gali harian.

Mereka seperti menunggu keajaiban. Danu misalnya, dalam seminggu terakhir hanya satu orang yang menanyakan jasanya. Itupun tak berujung pada kesepakatan kerja.

Mereka hanya bisa berharap pandemi Covid-19 cepat berakhir. Mereka ingin merdeka dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus dibatasi protokol kesehatan. Adanya pekerjaan untuk mereka adalah keinginan yang terdekat.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/31/07070021/duka-tukang-gali-harian-di-tengah-pandemi-bertahan-dengan-rp-250000

Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke