Pihak Jakpro pada Kamis (11/2/2021), melakukan pembersihan puing-puing bangunan di sekitar Kampung Bayam menggunakan eksavator.
Jakpro memastikan bahwa mereka hanya membersihkan bangunan yang sudah tidak berpenghuni.
Sementara terdapat 50 kepala keluarga yang masih bertahan tinggal di pinggir rel kereta dan bantaran kali di sekitar JIS.
Warga menuntut kepastian pembangunan kampung deret yang dijanjikan akan menjadi tempat tinggal mereka.
Kompas.com merangkum pernyataan warga dan JakPro terkait masalah ini sebagai berikut.
1. Warga menolak pindah
Warga Kebun Bayam menolak pindah sebelum adanya kepastian akan rencana kampung deret tersebut.
"Pertama kami minta kesepakatan untuk pertanggungjawaban JakPro untuk mengarahkan zona mana rumah deret yang akan dijadikan bangunan untuk kami," kata Salah satu warga, Muhammad Furqon saat ditemui di lokasi.
"Sebelum itu ditandatangani bersama dan sepakati bersama, kami tidak akan hengkang dari sini," lanjutnya.
Menurut Furqon, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah berjanji kepada warga Kebun Bayam untuk membangun kampung deret bagi mereka.
Sebab, tempat yang selama ini mereka tinggali masuk dalam area pembangunan JIS.
"Saya mohon kepada Bapak (Anies) atas inisiasi niat Bapak (Anies) kepada kami 50 KK, yang akan membangun peradaban kembali, mohon peradaban itu dikembalikan sesuai dengan pembicaraan kita," tutur Furqon.
2. Kampung deret masih dikaji
Rencana pembangunan kampung deret disebut masih dalam tahap pengkajian.
Hal itu dikatakan Design Officer Jakarta Internasional Stadium (JIS) PT Jakpro, Ni Wayan Anantasia saat ditemui di lokasi
"Terkait kampung deret kita masih dalam tahap kajian karena dalam hal pengembangan rumah deret itu bisa saja masuk ke dalam pengembangan zona hijau," kata Tasia.
"Masih dalam tahap kajian dan harus kita diskusi juga masih dalam tahap menggodok kira-kira apakah ini masih layak atau tidak," sambungnya.
Namun, Tasia tidak bisa menyebutkan kapan waktunya rencana tersebut akan ditentukan.
3. 569 warga telah terima kompensasi
Tasia juga mengungkapkan, 569 warga Kebun Bayam sudah menerima dana kompensasi atau yang disebut Resettlement Action Plan (RAP).
"Dari data itu kita sudah menampung 627 KK yang terdata oleh konsultan kita, dan hingga Februari ada 569 KK yang sudah menerima dana kompensasi dari kita melalui Bank DKI," kata Tasia.
Setiap warga diberikan kompensasi dengan nominal yang berbeda-beda, sesuai dengan aset yang mereka miliki dan terverifikasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai konsultan independen.
Dana kompensasi itu meliputi penggantian biaya sewa rumah selama 12 bulan, biaya mobilasasi dan pembongkaran serta mengganti pendapatan yang hilang.
4. Penerima kompensasi harus pindah
Dalam perjanjian dana kompensasi itu, setiap warga yang sudah setuju dengan nominal yang ditentukan, harus pindah dari lokasi tersebut.
"Di situ tertulis bahwa ketika mereka setuju dengan nominalnya dalam waktu 30 hari sejak mereka menerima dana kompensasi, mereka harus segera membongkar bangunan dan pindah dari sini," tutur Tasia.
Semua perjanjian itu tertera di berita acara yang ditandatangani oleh kedua pihak.
Sejauh ini, menurut Tasia, 70 persen warga sudah kooperatif dengan merobohkan sendiri tempat tinggal mereka di lokasi tersebut.
Hingga saat ini, pihak JakPro masih terus melakukan pendekatan kepada warga dengan berdiskusi demi menyelesaikan masalah tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/02/12/07025571/warga-kebun-bayam-tak-mau-pindah-jakpro-jawab-soal-kampung-deret-hingga