Salin Artikel

Mengenal Asal-usul Nama Jakarta, dari Sunda Kelapa hingga Batavia

Di tengah hiruk pikuk kegiatan masyarakat Jakarta, siapa sangka jika nama "Jakarta" bukan nama yang pertama kali disematkan untuk wilayah Ibu Kota.

Dilansir dari Historia.id, Jakarta sudah berulang kali berganti nama, mulai dari Sunda Kelapa, Jayakarta, hingga Batavia.

Bagaimana sejarah nama Jakarta?

Batavia

Untuk diketahui, pada abad ke-17, Indonesia berada di bawah kekuasaan Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC). Salah satu direktur utama VOC yakni Gubernur Jenderal Jan Pietezoon Coen mendirikan sebuah benteng di dekat muara Sungai Ciliwung pada tahun 1617.

Lalu, pada tahun 1618, Inggris datang ke Indonesia. Coen pun pergi ke Banda, Maluku utuk mencari bantuan. Sementara anak buahnya tetap bertahan di wilayah sekitar Sungai Ciliwung (saat ini Jakarta) untuk menahan serangan Inggris yang bersekutu dengan Pangeran Jayawikarta, seorang adipati kota Jayakarta.

Menurut Bernard H.M. Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, benteng yang didirikan oleh Jan Pietezoon Coen itu selamat dari serangan Inggris. Namun, benteng tersebut selamat bukan karena hasil kepahlawanan orang-orang Inggris maupun anak buah Pangeran Jayawikarta.

Benteng tersebut diselamatkan karena Inggris dan Pangeran Jayawikarta masing-masing ingin menguasainya. Sementara itu, Kesultanan Banten tidak ingin membiarkan Inggris maupun Pangeran Jayawikarta menguasai benteng peninggalan VOC itu.

Pada tahun 1619, pasukan Belanda memutuskan untuk menyerah kepada Pangeran Jayawikarta. Namun, pasukan Kesultanan Banten mencegahnya.

Wilayah Jayakarta (sekarang Jakarta) yang semula berada di bawah kekuasaan Pangeran Jayawikarta kemudian direbut oleh Kesultanan Banten. Pangeran Jayawikarta pun diusir. Sedangkan Inggris memutuskan untuk mundur untuk melindungi permukiman dan barang-barang mereka di Pelabuhan Banten.


“Ini memberikan keberanian baru kepada garnisun Belanda, dan antara jam-jam doa dan malam-malam pesta pora dengan anggur dan wanita mereka bersumpah dengan khidmat akan mempertahankan benteng itu selama Tuhan mengizinkan,” tulis Vlekke.

Pasukan Kesultanan Banten kemudian menemukan benteng yang didirikan oleh Jan Pietezoon Coen. Kala itu, benteng tersebut masih belum memiliki nama. Dalam pertemuan antara garnisun Belanda dan perwira Kesultanan Banten pada 12 Maret 1619, semua anggota pun memutuskan memberi nama benteng itu "Batavia" seperti Belanda biasa disebut pada zaman kuno.

“Demikianlah, asal-usul kota Batavia jauh dari kejayaan,” tulis Vlekke.

Pada 28 Mei 1619, armada Jan Pietezoon Coen kembali dari Banda. Dua hari kemudian, 1.000 pasukan di bawah kepemimpinan Jan Pietezoon Coen menyerang pasukan Kesultanan Banten. Akhirnya, VOC berhasil menaklukkan kota Jayakarta.

“Kemenangan itu ternyata tidak menghapuskan kemarahan Coen, yang timbul saat melihat nama Batavia terpampang di dinding benteng,” tulis Junus Nur-Arif dalam tulisan “Mur Jangkung Pendiri Batavia”, termuat dalam antologi Ketoprak Betawi.

Jakarta

Coen langsung memerintahkan anak buahnya untuk membuat benteng baru yang lebih besar dari benteng Batavia. Coen kemudian menamai benteng baru itu Nieuw Hoorn.

“Masa itu rasa provinsialisme sedang menjangkiti orang-orang Belanda. Daerah yang mereka rebut atau mereka bangun, dinamai menurut daerah tempat asal mereka,” tulis Junus.

Coen pun tetap tidak mau menyebut benteng itu dengan nama Batavia. Dia memilih menyebut benteng itu dengan nama Jacatra (dari Xacatara, nama yang disebut dalam dokumen Portugis). Dalam surat-surat dan laporannya, Coen juga menulis in het casteel Jacatra.

“Untuk waktu lama Coen menolak memberi nama Batavia pada benteng yang didirikannya, tapi pada 4 Maret 1621 para Direktur Kompeni menguatkan resolusi yang diambil oleh garnisun Batavia,” tulis Vlekke.

“Tahun 1621 dewan pimpinan VOC yang disebut Heren Zeventien ‘menjewer telinga’ Coen. Dia harus mempergunakan nama Batavia. Mau tak mau, J.P. Coen menurut,” tulis Junus.


Sementara itu, jauh sebelum benteng Batavia didirikan, Jakarta sudah memiliki nama Sunda Kelapa dan Jayakarta.

Menurut Adolf Heuken dalam tulisan “Mitos atau Sejarah?” termuat dalam antologi Ketoprak Betawi, sebelum bernama Batavia, wilayah Jakarta disebut Sunda Calapa (sampai tahun 1527) lalu Ja(ya)karta (1527-1619).

Dokumen tertua yang menyebut nama Sunda Calapa adalah Suma Oriental karya Tome Pires, yang memuat laporan kunjungannya dari tahun 1512-1515.

Sedangkan nama Ja(ya)karta (tertulis Xacatara) untuk pertama kalinya disebut dalam dokumen tertulis yang berasal dari sekitar tahun 1553, yaitu Decadas da Asia karya Joao de Barros.

Sementara itu, menurut Hussein Djajadiningrat dalam disetasinya, Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten, nama Jayakarta memiliki arti volbrachtezege (kemenangan yang selesai). Nama tersebut diberikan oleh Fatahillah (Falatehan) yang kala itu mengganti nama Sunda Kelapa setelah direbut oleh Kerajaan Padjajaran pada 22 Juni 1527.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh sejarawan Slamet Muljana yang menyebut nama Jayakarta berasal dari nama adipati ketiganya yakni Pangeran Jayawikarta.

Nama Jakarta kemudian digunakan sejak masa pendudukan Jepang pada tahun 1942. Kala itu, Jepang memutuskan mengganti segala hal yang berbau Belanda. Sementara itu, 22 Juni diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Jakarta. (Hendri F. Isnaeni)

 

Artikel di atas telah tayang sebelumnya di Historia.id dengan judul "Nama Batavia Diresmikan".

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/09/14330961/mengenal-asal-usul-nama-jakarta-dari-sunda-kelapa-hingga-batavia

Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke