Salin Artikel

Jeritan Pegawai Sektor Esensial dan Kritikal yang Tak Bisa WFH dan Celah Aturan PPKM Darurat

DEPOK, KOMPAS.com - "Sampai sekarang gue enggak pernah kenal istilah WFH," ucap Gunawan membuka percakapan dengan Kompas.com pada Rabu (14/7/2021).

Gunawan sudah setahun lebih bekerja sebagai sales di sebuah perusahaan multinasional minuman bersoda terkemuka di Jakarta.

Dua kali pemerintah menggaungkan instruksi bekerja dari rumah, yakni pada awal pandemi dan saat ini, Gunawan tak pernah mengetahui rasanya bekerja secara virtual.

Lantaran bergerak di sektor industri makanan-minuman, perusahaan pun mengategorikan diri sebagai perusahaan sektor prioritas.

Gunawan jadi harus tetap bekerja seperti biasa, menghampiri outlet-outlet dan memastikan penjualan jalan terus. Setiap hari, ia tetap harus bekerja di lapangan, bertemu dengan banyak orang.

"Gue penginnya ya WFH (work from home, bekerja dari rumah), apalagi kasusnya parah kayak begini. Gue malah belum nemu ada teman gue yang pengin WFO (work from office, kerja dari kantor)," ungkap Gunawan.

"Cuma kan nggak bisa," tututnya.

Situasi pandemi saat ini di Jakarta dan sekitarnya semua sudah tahu. Rumah sakit kolaps, antrean oksigen di mana-mana, pasien isolasi mandiri meninggal dalam sunyi. Jumlah kasus terus-menerus memperbarui rekor.

"Mau bagaimana, gue garda terdepan perusahaan," kata Gunawan seakan mewakili isi hati seluruh sales di perusahaan mana pun.

Dalam masa PPKM Darurat, pemerintah seakan-akan berlaku tegas dengan menerapkan sistem WFH. Namun, di lapangan, kenyataan kadang tak sejalan dengan peraturan di atas kertas.

Apalagi, peraturan di atas kertasnya juga bermasalah. Pemerintah dinilai terlalu longgar dan tak spesifik mengatur jenis pekerjaan dan perkantoran yang dikecualikan dari kebijakan WFH.

Sektor kritikal, yang diperbolehkan beroperasi dengan 100 persen pegawai di kantor, sangat banyak.

Ada sektor energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman serta penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

"Nah, yang menjadi masalah, sektor esensialnya itu juga banyak banget," kata epidemiolog Griffth University Australia, Dicky Budiman, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (1/7/2021).

Perusahaan minuman bersoda tempat Gunawan bekerja jadi contoh bagaimana perusahaan memanfaatkan celah peraturan itu.

Apakah produk minuman bersoda dapat dikategorikan sebagai sektor kritikal untuk memenuhi kebutuhan pokok warga?

Tak difasilitasi kantor

Celah peraturan soal Instruksi WFH bukan cuma soal kategori sektor esensial dan kritikal yang terlalu luas, melainkan juga soal jenis pekerjaan yang tak diatur agar dilakukan secara jarak jauh padahal memungkinkan.

Situasi setali tiga uang dialami oleh Bunga, pegawai di suatu agensi telemarketing. Agensi tersebut kini menjalani kerja sama dengan pemerintah. Bunga bekerja sebagai operator call-center salah satu program pemerintah itu.

"Gue seharusnya bisa WFH, tapi WFH diprioritaskan untuk yang sakit dan punya hasil swab positif Covid-19. Jadi selama lo kelihatan enggak ada batuk, apalagi sudah vaksin, ya dianggap sehat dan mampu WFO," kata Bunga sambil tertawa.

Bunga warga Tangerang Selatan, sementara kantornya beralamat di Ibukota. Ia bercerita, sejumlah koleganya juga tinggal di luar Jakarta.

Keadaan serbasulit sebab jalan-jalan protokol telah disekat oleh aparat, sehingga ia dan kawan-kawan mesti mencari jalan-jalan tikus. Untuk menggunakan angkutan umum pun ada rasa was-was.

"Jam operasional kerja kami tetap 9 jam. Pulang malam jam 20.00 tuh ga keburu," kata dia.

Bunga merasa, sebetulnya kantor bisa saja bekerja dari rumah karena bertugas sebagai operator call-center. Zaman serbadigital tentu memungkinkan pekerjaan ini diakses dari mana saja, termasuk dari rumah.

Namun, kantor disebutnya tak berkenan memodali beberapa perlengkapan yang diperlukan untuk membantu pekerjaan itu, dimulai dari sesederhana laptop.

"Lebih seramnya lagi, misal ada si A flu, begitu tes antigen dan PCR hasilnya positif. Kita yang habis kontak fisik tetap saja harus masuk karena antigen kita negatif, padahal kan bisa jadi OTG. Dan beberapa kali terjadi, hari ini masuk, kerja biasa, lalu drop dan pas antigen ulang ternyata positif," tutur Bunga.

"Satu lantai itu ada beberapa ruangan. Ruangan gue sendiri yang positif udah hampir 10 orang, gila, dan disemprot disinfektan cuma 2 kali," lanjutnya.

Pegawai sektor prioritas juga merasa ngeri

Lain lagi dengan Alex, pegawai perusahaan multinasional raksasa kelapa sawit yang kini juga merambah industri agribisnis. Perusahaan tersebut kebetulan juga menjual sejumlah produk sembako kelas premium.

Alex tetap harus ke kantor. Padahal, ia tak terlibat dalam urusan produksi. Ia mesti mengurus dokumen-dokumen legal perkantoran yang harus dikebut demi mengejar perizinan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Perusahaan pakai acuan pergub yang sektor kritikal karena ada produk sembako," lanjutnya.

"Perusahaan harus menyelesaikan segala macam permasalahan terkait perizinan selama 3 tahun. Mau tidak mau kudu masuk terus karena data legalitas tidak boleh dibawa pulang," aku Alex.

Dengan situasi seperti sekarang, tak jarang ia mencurigai dirinya telah terpapar Covid-19 dan melakukan tes antigen. Namun, untuk urusan-urusan seperti itu, ia harus merogoh kocek pribadi.

Kantornya hanya akan mengongkosi biaya tes apabila ia tertular Covid-19 di kantor dari kolega sekantor.

"Ngeri banget, lah," kata dia.

"Apalagi zaman-zaman varian Delta begini. Orang sekitar pada bertumbangan. Hari-hari di medsos dikit-dikit orang cari informasi tabung oksigen atau donor plasma konvalesen. Tapi risiko kerjaan mau tidak mau ya masuk," kata Alex.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/15/06565101/jeritan-pegawai-sektor-esensial-dan-kritikal-yang-tak-bisa-wfh-dan-celah

Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke