Namun rancangan revisi itu mendapat kritikan anggota DPRD DKI. Wewenang yang penyidik yang diperluas dinilai akan menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.
Memperluas wewenang penyidik
Dalam rancangan revisi, di antara Pasal 28 dan Pasal 29 akan disisipkan satu pasal baru, yakni Pasal 28A. Pasal itu berbunyi bahwa polisi, pejabat PNS di lingkungan Pemprov, dan Satpol PP diberi kewenangan khusus sebagai penyidik.
Beberapa kewenangan yang diberikan seperti melakukan pemeriksaan pembukuan, catatan, dan dokumen dari orang yang diduga melakukan pelanggaran. Kewenangan juga diberikan untuk pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain.
Selain itu, penyidik juga diberi kewenangan untuk melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana. Penyitaan juga berlaku dalam bentuk barang maupun surat tertentu.
Di antara Pasal 32 dan Pasal 33, disisipkan Pasal 32A dan 32B. Pasal 32 A, berbunyi, "Orang yang tidak mengenakan masker akan dikenakan sanksi kerja sosial atau denda Rp 500.000 atau kurungandipidana kurungan paling lama 3 bulan".
Pelaku usaha yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19, setelah dicabut izinnya, akan dipidana dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Berpotensi timbulkan kekacauan
Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Justin Adrian Untayana, menyatakan keberatan atas draft perubahan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pengendalian Covid-19 tersebut. Menurut dia, perubahan Perda tersebut berpotensi menimbulkan banyak masalah dan menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.
"Tidak usah lagi diperkeruh situasi ini. Kiranya, Banyak hal yang masih bisa dikerjakan Pemprov daripada berfokus untuk menghukum masyaraktnya sendiri," ungkap Justin saat dihubungi Selasa (20/7/2021).
Justin merasa banyak hal dari perubahan tersebut yang dirasa kurang tepat, seperti soal kewenangan penyidik yang dianggapnya terlalu luas.
"Di situ tertulis penyidik bisa melakukan pemeriksaan di tempat tertentu. Tertentu itu di mana? Maknanya itu luas sekali. Apakah sampai rumah orang, di dalam kamar orang?" kata dia.
Justin juga menyoroti poin yang berbunyi "penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan".
"Barang hasil kejahatan ini juga saya keberatan. Sebab Perda sifatnya mengatur pelanggaran, maka sanksinya kurungan. Kalau dituliskan kejahatan, maka ini sanksinya penjara," ujar dia.
Menurut dia, memperlakukan pelanggar protokol kesehatan sebagai pelaku kejahatan merupakan tindakan yang tidak adil.
"Karena masyarakat sudah banyak sekali yang di-PHK. pengusaha juga sudah babak belur. Kalau mau ditekan lagi, ini tidak bijak. Sebab kita sudah ada penyekatan dan lainnya, saya kira tidak perlu ditambah lagi," lanjut dia.
Justin juga menyoroti sanksi yang dirasa terlalu berat khususnya bagi pelaku usaha yang harus dicabut izin usahanya jika melanggar
"Sanksinya juga terlalu berat. Ditakutkan akan timbul abuse of power dari penyidik, sudah ada banyak kasus sebelumnya. Saya khawatir masyarakat harus menempuh jalan yang panjang untuk mendapatkan keadilan. Sementara, mereka akan dirugikan lebih jauh, " ujar Justin.
Sementara itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan urgensi revisi tersebut secara rinci dalam rapat paripurna yang akan digelar Rabu besok.
"Nanti di hari Rabu ada (rapat) paripurna, denger aja dalam rapat paripurna (Anies menjelaskan) urgensinya kayak apa," kata Prasetio dalam rekaman suara, Senin kemarin.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/20/17030411/kewenangan-satpol-pp-jadi-sorotan-dalam-rancangan-revisi-perda-covid-19