Salah satu penumpang itu adalah DDS, yang berencana berangkat dari Bandara Halim menuju Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara.
DDS tidak membawa surat hasil tes PCR sebagaimana salah satu syarat penerbangan di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
Oleh sebab itu, ia ditawari oleh pegawai yang mengaku dari pihak laboratorium dan maskapai untuk tes usap PCR. DDS pun menerima tawaran tersebut.
"Karena dia (pelaku) mengaku dari pihak lab, Pak. Sama dari Citilink-nya langsung," kata DDS saat ditanya Kapolres Jakarta Timur Kombes Erwin Kurniawan dalam konferensi pers, Jumat (23/7/2021).
DDS juga tidak curiga saat diantar pelaku untuk tes usap PCR.
"Karena saya mau dibawa ke laboratorium, enggak curiga di situ," kata DDS.
"Tahunya udah di ruang tunggu. Setelah ada panggilan, baru tahu. Saya kira dibawa ke lab, ternyata dibawa ke 'bawah'," lanjutnya.
DDS pun akhirnya menerima hasil tes PCR jadi meskipun ia tidak melakukan tes.
Polisi masih menyelidiki keterlibatan pegawai laboratorium terkait kasus sindikat pemalsuan hasil PCR tersebut.
Sindikat itu diketahui setelah ada laporan dari masyarakat. Ada masyarakat yang curiga terhadap salah satu calon penumpang yang akan berangkat menggunakan pesawat Citilink.
"Ini kami telusuri ya ada apa enggak (keterlibatan pegawai laboratorium), kami panggil," kata Erwin.
Polisi juga menyelidiki keterlibatan pegawai maskapai penerbangan terkait kasus tersebut.
"Kami dalami. Salah satunya apakah ada yang sepengetahuan atau tidak, atau hanya oknum," ucap Erwin.
Dalam kasus ini, lima pelaku telah ditangkap, tiga orang bertindak sebagai penyedia jasa, sedangkan dua orang merupakan calon penumpang atau pengguna hasil tes PCR palsu tersebut.
"Anggota Satreskrim (Polres Jakarta Timur) mengamankan tiga orang dengan inisial DI, MR, dan MG. Itu yang membuat soft copy, mencetak surat PCR palsu dengan perannya masing-masing," kata Erwin.
Sementara itu, dua calon penumpang yang menggunakan PCR palsu berinisial DDS dan KA.
Dalam modus operandi, penyedia jasa hasil PCR palsu menawarkan satu surat dengan harga Rp 600.000.
"(Menawarkan) di bandara. Dicetak di situ, dikirim kembali dalam bentuk soft copy pdf," tutur Erwin.
Erwin mengatakan, sindikat ini telah melakukan aksi mereka di Bandara Halim Perdanakusuma dalam semingu terakhir.
"Sudah satu minggu beroperasi, 11 orang pemesan, (rinciannya) tiga cancel, delapan berhasil (lolos pemeriksaan)," lanjut Erwin.
Barang bukti yang diamankan berupa komputer, printer, CPU, uang, beserta surat PCR palsunya.
Tersangka dijerat Pasal 263 KUHP, 268 KUHP, Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984 dan Pasal 9 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018.
"Baik tentang wabah penyakit menular maupun pidana umum, dengan ancaman masing-masing enam tahun penjara, empat tahun dan sanksi kurungan satu tahun penjara," kata Erwin.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/23/18413081/pengakuan-pengguna-hasil-pcr-palsu-di-bandara-halim-ditawari-pegawai-lab