Salin Artikel

Cerita Penyintas Covid-19 Harus Banyak Keluar Uang untuk Cek Kesehatan Setelah Negatif Covid-19

Nugroho Yudho (60) salah satunya. Cerita berawal ketika Nugroho menjemput istri yang baru selesai ikut hajatan doa bersama beberapa pekan lalu.

Setibanya di tempat berlangsungnya acara, Nugroho menyempatkan turun guna menyapa sejumlah rekan.

Keesokan hari, beredar kabar bahwa ada empat orang di acara itu yang positif Covid-19. Nugroho dan keluarga lalu mengisolasi diri.

"Tapi berapa hari kemudian, yang gejala malah aku. Kepalaku pusing banget, menggigil, aku langsung periksa," kata Nugroho ketika berbincang dengan Kompas.com.

Ia sempat menyangka dirinya tertular demam berdarah dengue (DBD). Namun, belakangan, hasil swab PCR menyatakan dirinya positif Covid-19. Istrinya negatif.

Nugroho menjalani isolasi mandiri di rumahnya di bilangan Cibubur. Program telemedicine yang ia ikuti rupanya hanya menyediakan resep obat. Ia perlu membawa resep itu dan menebusnya ke apotek Kimia Farma.

Selama isolasi mandiri, ia merasa tubuhnya menggigil seperti terserang demam, padahal angka di termometer menunjukkan bahwa suhu tubuhnya hanya 35 derajat Celsius. Sakit kepalanya hebat. Ia mencurigai tertular varian lain virus SARS-CoV-2.

"Saya tidak kehilangan rasa dan penciuman, tapi rasa yang saya rasakan hanya asin dan pahit. Itu sebabnya nafsu makan saya hancur dalam proses dua minggu. Berat saya turun delapan kilogram," ungkap Nugroho.

Karena gejala itu, nafsu makannya ambruk. Di sisi lain, ia tak bisa dan tak berani tidur. Sebab, tiga menit sekali ia harus menghirup oksigen dari tabung.

Saturasi oksigennya sering turun hingga 94, membuatnya kerap merasa terengah-engah.

Hari keempat belas isolasi mandiri, ia tes dan dinyatakan negatif Covid-19. Bobotnya tubuhnya sudah anjlok karena jarang makan dan tidur.

Pengentalan darah dan pneumonia

Karena keadaan badannya sempat drop, Nugroho berinisiatif periksa ke laboratorium untuk cek hematologi lengkap, ditambah pemeriksaan d-dimer (uji pengentalan darah), serta paru-parunya dengan melakukan rontgen thorax.

Dari informasi yang ia temukan selama isolasi mandiri, sejumlah pasien maupun penyintas Covid-19 mengalami pengentalan darah dan pneumonia.

"Hasil cek laboratorium, saya dapatkan d-dimer saya tinggi. Normalnya orang 500, saya 2.100," ungkapnya.

"Saya baru tahu paru-paru saya buruk. Yang kanan, atas, tengah, bawah, semuanya kabut. Yang kiri, seluruhnya bercak," ujar Nugroho.

"Saya kena pneumonia. Kena infeksi viral di seluruh paru," lanjutnya.

Keadaan itu tidak terdeteksi sebelumnya karena ia menjalani isolasi mandiri, bukan dirawat di rumah sakit di mana kesehatannya terpantau dokter dan sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Covid-19 memang sudah berlalu. Singkat kata, Nugroho sudah dinyatakan "sembuh" dari Covid-19. Namun, dengan pengentalan darah dan pneumonia yang ia derita kini, tubuhnya jauh dari kata pulih.

Keadaan itu ironis sebab Nugroho, walaupun sudah masuk usia lanjut, merupakan orang yang selama ini segar-bugar. Ia aktif bersepeda.

Ia pun mengaku, sejak 2016, ia tak pernah berobat ke dokter atau rumah sakit lantaran memang senantiasa dalam kondisi sehat.

"Paru-paru adalah bagian dari tubuh yang regenerasi selnya paling lambat. Kerusakan di tempat dia pulihnya selalu lama dibanding kerusakan di daerah lain. Jadi walaupun sudah tidak infeksi, dia belum bisa pulih."

Biaya membengkak

Untuk menyembuhkan paru-parunya dari pneumonia, ia bukan hanya mesti mengonsumsi obat, melainkan juga harus melakukan terapi dan kegiatan fisik.

Tapi, dengan darah yang mengental, aktivitas fisik justru dapat menimbulkan risiko serangan jantung dan stroke.

Karena itulah indikator d-dimer harus dipantau terus. Darahnya tak boleh lama dibiarkan mengental.

Nugroho jadi sering pergi ke dokter untuk berkonsultasi dan pergi ke laboratorium untuk memeriksakan tubuhnya secara berkala.

Sayangnya, untuk setiap lawatan itu, tentu harus ada biaya yang disisihkan. Dan biaya itu tidak kecil.

"Memang konsekuensinya itu di biaya. Biaya Covid-19 saya untuk obat-obatan semua itu mungkin habis Rp 1,2 – 1,3 juta, tapi biaya laboratorium..." kata Nugroho.

"Periksa d-dimer saja sekali periksa Rp 800.000-an. Saya sudah 3 kali periksa. Cek darah lengkap termasuk serologi itu habis sekitar 1,5 juta sekali periksa," ujar dia.

Hasil tes laboratorium kemudian dikonsultasikan dengan dokter spesialis. Ongkosnya bisa Rp 400.000-500.000.

Itu pun belum menghitung harga obat yang mesti ditebus -obat antistroke dan obat pengencer darah, misalnya.

"Saya bilang terus terang, 'dok, kalau bisa obatnya generik semua'. Untung, dia bisa memenuhi, kecuali dia tidak punya," ujar Nugroho.

"Jadi, totalnya sekali periksa itu bisa hingga Rp 2 juta. Sedikitnya saya sudah tiga kali periksa," lanjutnya.

Sudah begitu, lantaran statusnya sebagai lansia, Nugroho juga perlu mempercepat pemulihan dirinya dengan suplemen. Barang ini juga tidak murah.

"Di pasar itu ada yang Rp 200.000, ada yang jutaan. Beberapa saya dapat dikirim teman. Begitu saya cek ternyata yang harganya Rp 1,5 juta ini. Saya kebetulan saja banyak dapat bantuan walaupun posisi isolasi mandiri," ujar dia.

Ikhtiar kembali pulih

"Kalau ngomong stamina, saya orang yang fit. Begitu kena Covid-19, tumbang," sebut Nugroho.

"Memang kombinasi. Bukan hanya harus fit, tapi umur jangan tua. Kalau orang tua mau fit kayak apa, pasti dibikin hancur (oleh Covid-19). Umur menentukan," ujarnya.

Nugroho enggan meratap. Ia mengonsumsi semua asupan yang diperlukan untuk mengencerkan darah, semisal nanas dan kacang almon, juga mengonsumsi obat antistroke.

Sedikit berhasil. Indikator d-dimer dalam pemeriksaan kali kedua sudah turun ke 1.400. Namun, angka itu masih jauh dari 500.

Butuh waktu lama agar kekentalan darah itu bisa kembali normal, sementara paru-paru Nugroho butuh segera diterapi. Dokter kemudian memberikannya obat pengencer darah.

"Obat pengencer darah biasanya efektif. Tapi obat ini juga bahaya. Kalau penggumpalannya tidak tinggi, malah bisa pendarahan. Tersayat sedikit darah bisa keluar tidak habis-habisnya," ungkapnya.

Nugroho tak mau hanya mengandalkan obat pengencer darah. Sebagai orang yang selama ini doyan olahraga, ia juga melatih tubuhnya dengan berjalan kaki selama 4-5 jam, dengan jarak 10 kilometer lebih.

"Saya belum berani bersepeda lagi. Saya sering enggak bisa kontrol. Jalan kaki itu detak jantungnya paling 120-130. Kalau sepeda, saat kita terbawa, bisa 165," tambahnya.

Ikhtiar itu membawanya segera sembuh. Berdasarkan pemeriksaan teranyar yang hasilnya terbit kemarin, indikator d-dimer dari tes darah Nugroho sudah kembali ke kisaran 400.

Walau demikian, Nugroho merasa dirinya cukup terlambat memeriksakan darah dan paru-parunya. Ia menyarankan supaya para penderita Covid-19 segera memeriksakannya secepat mungkin.

"Sebaiknya orang yang memilih untuk berobat mandiri, isolasi mandiri, sebaiknya begitu dinyatakan positif, langsung memeriksakan darahnya, cek hematologi lengkap, lalu sebaiknya juga cek d-dimer, thorax, dan komorbidnya. Punya riwayat gula, periksakan gulanya. Sebaiknya orang melakukan itu semua di awal Covid-19," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban juga menyebutkan bahwa pasien Covid-19 kemungkinan memiliki pneumoni di paru-parunya.

"Ternyata cukup lumayan (banyak) orang yang OTG atau gejala ringan itu kalau dirontgen ditemukan ada pneumoni. Harusnya OTG dan gejala ringan yang rontgennya ada pneumoni itu dirawat inap," ujar Zubairi kepada Kompas.com.

"Kalau RS penuh ya harusnya dirawat di Wisma Atlet. Kalau semuanya penuh ya minta berobat di IGD Covid-19, minta obatnya, kemudian diobati di rumah namun dimonitor dengan IGD rumah sakit tersebut," ungkapnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/03/08205421/cerita-penyintas-covid-19-harus-banyak-keluar-uang-untuk-cek-kesehatan

Terkini Lainnya

Pungli di Masjid Istiqlal Patok Tarif Rp 150.000, Polisi: Video Lama, Pelaku Sudah Ditangkap

Pungli di Masjid Istiqlal Patok Tarif Rp 150.000, Polisi: Video Lama, Pelaku Sudah Ditangkap

Megapolitan
Orangtua Korban Tragedi 1998 Masih Menunggu Anak-anak Pulang Sekolah...

Orangtua Korban Tragedi 1998 Masih Menunggu Anak-anak Pulang Sekolah...

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, Senin 13 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, Senin 13 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Peringati Tragedi Mei 1998, Peserta 'Napak Reformasi' Khusyuk Doa Bersama dan Tabur Bunga

Peringati Tragedi Mei 1998, Peserta "Napak Reformasi" Khusyuk Doa Bersama dan Tabur Bunga

Megapolitan
Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Megapolitan
Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke