Sebagai informasi, dua mafia tanah itu adalah Darmawan (48) dan Mustafa Camal Pasha (61). Mereka telah ditangkap kepolisian pada April 2021.
Keduanya menggunakan modus saling melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang untuk mengakuisisi lahan tersebut.
Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang Dapot Dariarma berujar, dua terdakwa itu telah menjalani setidaknya 10 kali persidangan, mulai pembacaan dakwaan hingga pemeriksaan saksi.
Agenda terakhir yang diikuti oleh Darmawan dan Mustafa adalah pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Kejari Kota Tangerang.
Saksi yang telah diperiksa setidaknya ada sekitar sembilan orang, mulai dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang hingga warga Pinang.
"Kurang lebih ada 8-9 saksi yang dihadirkan. Kalau saksi, dari masyarakat, keterangannya memang merasa dirugikan," papar Dapot saat dikonfirmasi, Rabu (4/8/2021).
Berdasarkan keterangan warga Pinang saat persidangan, mereka memiliki surat hak guna bangunan (SHGB) atas tanah di Pinang yang diklaim oleh dua terdakwa.
Mereka juga sudah tinggal di sana selama beberapa tahun.
"Mereka memiliki sertifikat, mereka yang tinggal di situ, ya makanya mereka merasa kebaratan," paparnya.
Selain itu, berdasarkan keterangan BPN Kota Tangerang di persidangan, SHGB yang dimiliki oleh Darmawan dan Mustafa saat mengeklaim tanah di Pinang tidak terdaftar di data BPN.
"Kayak dari BPN, keterangannya bahwa SHGB yang digunakan oleh Darmawan itu tidak terdaftar di BPN. Itu keterangan BPN," tutur Dapot.
Namun, Darmawan dan Mustafa bersikeras bahwa SHGB yang mereka miliki merupakan dokumen yang sah.
Dalam persidangan, dua terdakwa itu juga merasa keberatan atas pernyataan dari para saksi.
"Ya enggak apa-apa, mereka (Darmawan dan Mustafa) kan punya hak ingkar. Cuma kan kami pas menghadirkan saksi dari BPN, BPN memberikan keterangan SHGB yang digunakan tidak terdaftar," kata dia.
Meski demikian, menurutnya, kedua terdakwa juga tidak dapat membuktikan SHGB yang mereka miliki merupakan dokumen yang sah.
Dapot menyatakan, masih ada beberapa agenda sidang lagi sebelum majelis hakim memutuskan vonis atas kasus tersebut.
Sejumlah agenda itu adalah sidang pembacaan tuntutan, sidang pembacaan pledoi, dan lainnya.
"Ya masih panjang tahapannya," tuturnya.
JPU mendakwa Darmawan dan Mustafa dengan Pasal 263 Ayat 1 jo Pasal 55 atau Pasal 263 Ayat 2 jo Pasal 55 KUHP di PN Tangerang, 7 Juni 2021.
Ancaman hukuman penjaranya selama minimal 5 tahun dan maksimal 7 tahun.
Kronologi kasus
Kepolisian sebelumnya menuturkan kronologi pengungkapan kasus yang menjerat dua mafia tanah itu.
Baik Darmawan dan Mustafa memiliki peran masing-masing dalam perkara tanah tersebut.
Niat jahat mereka dimulai dengan cara saling menggugat untuk menguasai tanah tersebut di PN Tangerang.
Aksi saling gugat di sidang perdata itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan ke perusahaan atau warga setempat.
Keduanya melakukan gugatan perdata sekitar April 2020. Satu bulan kemudian, tepatnya pada Mei 2020, hasil sidang perdata berujung damai.
Para tersangka langsung berencana untuk mengakusisi tanah seluas 45 hektar itu.
Pada Juli 2020, kedua tersangka menyewa organisasi massa untuk melakukan perlawanan ke perusahaan atau masyarakat setempat.
Warga dan perusahaan yang ada di tempat sengketa lantas melaporkan permainan mafia tanah itu ke kepolisian pada 10 Februari 2021.
Aparat kepolisian lantas menangkap kedua tersangka.
Kepolisian mengamankan barang bukti berupa surat-surat kepemilikan tanah palsu.
Barang bukti yang diamankan salah satunya adalah surat tanah yang digunakan Darmawan untuk menggugat Mustafa di sidang perdata.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/04/20035961/sidang-kasus-mafia-tanah-di-pinang-sertifikat-hgb-milik-terdakwa-disebut