Salin Artikel

Kronologi Kasus Pemukulan yang Bikin Satpam GBK Ditahan

Kasus itu bermula saat seorang mahasiswa bernama Zaelani datang ke sentra vaksinasi di kompleks GBK pada 30 Juli 2021.

Saat itu Zaelani datang ke GBK untuk bertanya mengenai sertifikat vaksin dosis kedua yang belum diterimanya di aplikasi Peduli Lindungi. Sesuai arahan petugas call center 119, ia diminta untuk bertanya langsung mengenai masalah itu ke tempat dia melakukan vaksinasi.

Namun sesampainya di Pos V GBK, Zaelani dilarang masuk oleh satpam. Satpam itu beralasan hanya peserta vaksinasi yang hari itu mendapat jadwal vaksin yang diperkenankan untuk masuk.

Akhirnya terjadi perdebatan antara Zaelani dan petugas satpam.

"Di situ kami adu argumen. Akhirnya dua satpam itu memanggil temannya 5-6 orang. Chaos di situ, akhirnya kejadian pemukulan," kata Zaelani.

Zaelani tak ingat berapa orang satpam yang memukulinya karena situasi sudah kacau. Saat itu, ia hanya berupaya kabur. Namun, satpam-satpam itu mengejarnya hingga tertangkap. Zaelani pun langsung digiring ke pos satpam.

"Di sana saya kembali mendapat intimidasi, disuruh teken surat damai," ujar mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Jakarta itu.

Karena dalam keadaan tertekan, Zaelani meneken surat damai itu.

Akibat peristiwa pemukulan itu, Zaelani mengalami luka-luka.

Berdasarkan resume medis dari RS Cipto Mangunkusumo, ia menderita luka cukup parah pada wajah, mulai dari luka memar hingga pembengkakan. Pelipis matanya juga mengalami luka terbuka yang harus dijahit.

Ada juga luka lecet di bagian leher dan punggung. Zaelani juga merasakan mimisan dan lemas usai kejadian. Ia juga mengaku masih trauma pascakejadian itu.

Keterangan Pengelola GBK

Pihak pengelola GBK  mengakui adanya insiden pemukulan oleh satpam terhadap Zaelani, namun tidak menyebut insiden itu sebagai pengeroyokan.

Kepala Divisi Humas GBK Dwi Putranto mengatakan, insiden pemukulan itu terjadi karena satpam berupaya membela diri. Ia menyebut, Zaelani berupaya menyerang satpam lebih dulu.

"Dia emosi si pengunjung ini. Mau coba lakukan perlawanan ke petugas kami. Secara reflek petugas kami membela diri, mukul. Yang tadinya mau dipukul jadi mukul duluan," kata Dwi.

Dwi membantah terjadi pengeroyokan karena menurut dia pemukulan hanya dilakukan sekali oleh satu orang satpam saja. Setelah pemukulan itu, tiga orang satpam membawa Zaelani ke posko untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.

"Jadi bukan pengeroyokan. Di posko juga enggak diapa-apain lagi," kata Dwi.

Dwi membantah ada intimidasi yang dilakukan oleh satpam terhadap Zaelani untuk tidak memperpanjang masalah ini.

"Saat di posko itu satpamnya cuma nanya ini mau diterusin atau gimana. Kalau mau diterusin diantar ke pos polisi. Tapi saat itu dia lebih memilih damai," ucap Dwi.

Satpam GBK ajak berdamai

Sehari usai kejadian, Zaelani melaporkan peristiwa yang dia alami ke Polres Metro Jakarta Pusat dengan pasal 170 KUHP terkait pengeroyokan dan 351 KUHP terkait penganiayaan.

Polisi lalu bergerak cepat dengan memeriksa korban, sejumlah saksi mata, hingga terduga pelaku.

Belakangan, pihak Satpam GBK disebut telah menawarkan mediasi. Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendidikan Indonesia, Eka Zulkarnaen, selaku pendamping hukum Zaelani mengatakan, mediasi itu diajukan pihak Satpam GBK pada 4 Agustus 2021.

Eka menyebutkan, dalam kesempatan itu turut hadir kepala sekuriti GBK dan komandan regu dari satpam yang melakukan pemukulan. Menurut dia, pihak GBK mengakui adanya kesalahan prosedur yang berujung pemukulan.

"Mereka mengakui ada kesalahan prosedur dan ingin ini berdamai menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan," kata Eka.

Pihak GBK, menurut Eka, menjanjikan ganti rugi seluruh biaya pengobatan terhadap korban. Namun, Zaelani masih belum menerima tawaran mediasi itu.

"Korban masih pikir-pikir, belum ambil keputusan. Pada intinya kami selaku pendamping hukum menyerahkan sepenuhnya keputusan pada korban," ujar Eka.

Jadi tersangka dan ditahan

Sehari setelah tawaran mediasi itu, atau pada Kamis kemarin, polisi menetapkan seorang satpam GBK sebagai tersangka pemukulan. Satpam tersebut juga langsung ditahan.

"Ia sudah ditahan terhitung mulai hari ini, otomatis sudah tersangka juga," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat Kompol Wisnu Wardhana.

Wisnu mengemukakan, satpam tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah polisi mengantongi sejumlah alat bukti, mulai dari keterangan saksi, hasil visum korban, serta pengakuan satpam tersebut.

"Ia (dia mengakui memukul), sesuai dengan kronologis," kata Wisnu.

Satpam tersebut dijerat Pasal 351 KUHP terkait tindak penganiayaan. Sementara untuk petugas satpam lain yang ada di lokasi kejadian, saat ini masih berstatus sebagai saksi.

Petugas Satpam lainnya mengaku tidak ikut melakukan pemukulan sehingga tidak ikut ditetapkan sebagai tersangka.

"Mereka kami jadikan saksi sampai saat ini," kata Wisnu.

Wisnu sudah mengetahui adanya upaya mediasi dari pihak satpam GBK kepada korban. Ia menyerahkan kesepakatan mediasi itu kepada kedua belah pihak. Namun ia menegaskan, proses hukum terhadap petugas satpam yang memukul tetap berjalan sesuai prosedur.

"Itu kami tidak mencampuri kalau ada upaya mediasi. Tapi kami sesuai prosedur sajalah. Proses hukum tetap berjalan," ujar Wisnu.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/06/08294781/kronologi-kasus-pemukulan-yang-bikin-satpam-gbk-ditahan

Terkini Lainnya

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi : Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi : Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Lantik 30 Anggota PPK untuk Kawal Pilkada 2024

Megapolitan
Mau Bikin 'Pulau Sampah', Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Mau Bikin "Pulau Sampah", Heru Budi: Sampah Sudah Enggak Bisa Dikelola di Lahan Daratan

Megapolitan
Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Polri Gerebek Gudang Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster di Bogor

Megapolitan
Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Walkot Jaksel: Warga Rawajati yang Terdampak Normalisasi Ciliwung Tidak Ada yang Protes

Megapolitan
4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

4 Pelaku Sudah Ditangkap, Mobil Curian di Tajur Bogor Belum Ditemukan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke