JAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta belum memberikan sanksi bagi rumah sakit (RS) dan klinik yang menetapkan harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 diatas batas tarif tertinggi.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes DKI Weningtyas beralasan, pihaknya saat ini masih memberi kesempatan bagi RS dan klinik untuk menghabiskan stok reagen lama.
Weningtyas menjelaskan, reagen stok lama itu dibeli oleh RS saat harganya masih tinggi dan sampai saat ini belum habis.
Oleh karena itu, sejumlah RS merasa keberatan jika harus tiba-tiba menurunkan tarif tes PCR sesuai batas tarif tertinggi, yakni Rp 495.000.
"Ya merugi lah mereka kalau diterapkan dengan harga yang baru," katanya kepada Kompas.com, Sabtu (21/8/2021).
Namun, ia mengatakan, RS dan klinik harus menurunkan harga sesuai tarif batas atas apabila stok reagen lama sudah habis.
"Tidak mungkin memaksakan rumah sakit harus segera (turunkan harga) karena kan reagen lamanya masih ada. Dan terlanjur beli dengan harga yang tinggi," imbuhnya
Hanya saja Weningtyas belum mematok berapa lama batas waktu yang akan diberikan Dinkes DKI bagi RS dan klinik untuk menghabiskan stok reagen lama.
Instruksi Presiden Jokowi untuk menurunkan tarif tes PCR disampaikan pada Minggu (15/8/2021).
Menurut Jokowi, menurunkan harga tes PCR merupakan salah satu cara untuk memperkuat pengetesan kasus Covid-19.
Setelah itu, Menteri Kesehatan pun mengeluarkan Surat Edaran bernomor HK.02.02/I/2845/2021 yang mengatur kembali mengenai batas tarif tertinggi tes PCR.
Dalam SE itu diatur tarif tes PCR tertinggi untuk pulau Jawa-Bali adalah Rp 495.000, dan daerah lain Rp 525.000.
Tarif itu turun sekitar 40 persen dari aturan batas tertinggi sebelumnya yang mencapai Rp 900.000. Aturan tarif terbaru itu mulai berlaku pada 17 Agustus, tepat di hari ulang tahun ke-76 Republik Indonesia.
Meski demikian, masih ada sejumlah RS dan klinik di Jakarta yang menetapkan tarif lebih tinggi dengan alasan tambahan biaya konsultasi dokter. Selain itu, ada juga yang menawarkan hasil tes PCR keluar lebih cepat dengan biaya ekstra.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menegaskan praktik seperti itu tak diperbolehkan. Ia menyebut, klinik dan RS tidak boleh mengakali aturan batas tarif tertinggi demi menetapkan tarif lebih mahal.
"Tidak boleh ada biaya yang lebih tinggi dari yang ditetapkan. Bisa di bawahnya tapi tidak boleh diatasnya," kata Abdul kepada Kompas.com, Kamis (19/8/2021).
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/21/12413171/harga-tes-pcr-belum-turun-dinkes-dki-masih-beri-kesempatan-habiskan-stok