Pemerasan yang dilakukan dua petugas Dishub itu sebelumnya diungkap oleh aktivis yang juga Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan. Tigor mengungkapkan, pemerasan itu terjadi pada Selasa (7/9/2021) pagi.
Saat itu, sopir bus membawa warga berangkat dari Kampung Penas, Jakarta Timur menuju sentra vaksinasi di Sheraton Media Hotel Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
"Tapi sial, bus rombongan warga disetop oleh petugas Dishub Jakarta sekitar jam 09.08 WIB di depan ITC Cempaka Mas," kata Tigor dalam keterangan tertulis, Selasa lalu.
"Bus disetop paksa oleh petugas Dishub Jakarta dan diperas, diminta uang oleh petugas Dishub Jakarta," sambung Tigor.
Tigor mengetahui kejadian itu dari salah satu anggota Fakta yang mendampingi warga di bus tersebut. Ia mengatakan, dua petugas dishub yang menyetop bus tersebut berinisial SG dan H.
Mereka awalnya bertanya mengenai kelengkapan surat-surat, lalu kemudian meminta uang damai Rp 500.000.
"Kedua petugas memaksa dan sopir memberikan uang Rp 500.000 baru mereka pergi meninggalkan rombongan kami," sambungnya.
Tigor pun menyayangkan kejadian itu.
Padahal pendamping Fakta yang berada di bus tersebut sudah menjelaskan dan memberitahu bahwa rombongan adalah warga miskin yang hendak vaksin.
"Tetapi kedua petugas dishub Jakarta tersebut tidak peduli dan tetap memaksa, memeras sopir sebesar Rp 500.000," katanya.
Sanksi potong tunjangan dan tunda naik pangkat
Dinas Perhubungan pun bergerak melakukan penyelidikan internal setelah mendengar pernyataan Tigor. Kedua petugas itu diperiksa di hari yang sama.
Hasilnya, kedua petugas itu terbukti telah melakukan pemerasan terhadap sopir bus.
"Mereka sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) dan diberikan sanksi disiplin sedang," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Lupito, Rabu kemarin.
Syafrin mengatakan, salah satu sanksi yang dikenakan adalah pemotongan tunjangan kinerja daerah (TKD) sebesar 30 persen selama 9 bulan. Sanksi lainnya adalah penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun.
"Selanjutnya mereka kami pindahkan ke tempat tugas yang tidak bersinggungan langsung dengan masyarakat," kata Syafrin.
Syafrin menyebutkan, sanksi yang dijatuhkan itu sudah sesuai PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan Chaidir mengatakan, sanksi yang diberikan itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku karena kedua oknum berstatus PNS.
Ini berbeda dengan petugas Dishub DKI Jakarta yang berstatus PJLP (penyedia jasa lainnya orang perorangan) seperti kasus petugas Dishub nongkrong di masa PPKM Darurat sebelumnya.
"Kalau PJLP langsung PHK," ujar Syafrin.
Sanksi dinilai tidak tegas
Namun Tigor Nainggolan menilai sanksi yang dijatuhkan Dishub DKI Jakarta itu tidak tegas. Sanksi tersebut tergolong ringan jika dibandingkan dengan perbuatan pemerasan yang dilakukan kedua petugas.
"Kenapa sanksinya ringan sekali? Padahal yang dilakukan adalah pelanggaran berat yakni memeras dengan menggunakan jabatan sebagai pejabat publik," kata Tigor.
"Sanksinya harusnya dipecat agar ada efek jera kepada publik. Pelaksanaan penindakan sanksi juga harusnya di depan publik, seperti dalam upacara," sambungnya.
Tigor menilai, status PNS harusnya tak bisa menjadi alasan bagi Dishub menjatuhkan sanksi ringan.
"Justru karena dia PNS harus tegas dan jadi contoh dong. Nah ketahuan kan pecat petugas beraninya PJLP, Anies berani. Jangan-jangan Anies enggak tahu nih kabar buruk pemerasan oleh pegawai dishub," kata dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/09/09/08361111/sanksi-bagi-2-petugas-dishub-dki-yang-terbukti-peras-sopir-bus-dinilai