JAKARTA, KOMPAS.com - Biarawan gereja sekaligus pengasuh panti, Lukas Lucky Ngalngola alias "Bruder" Angelo akhirnya dituntut 14 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak di panti asuhan di Depok, Jawa Barat.
Jaksa penuntut umum menuntut hukuman penjara kepada Angelo selama 14 tahun dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan pada sidang perkara di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin (13/12/2021).
"Terdakwa secara sah terbukti melanggar ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP," ungkap Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Depok Arief Syafrianto saat ditemui, Senin.
Arief mengatakan, salah satu faktor yang memberatkan tuntutan tersebut lantaran Angelo enggan mengakui perbuatannya. "Faktor yang memberatkan dalam tuntutan tersebut adalah bahwa terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata Arief.
Selain tidak mengakui perbuatan bejatnya, fakta bahwa Angelo merupakan seorang pimpinan dan pengasuh panti asuhan, juga turut menjadi faktor pemberat.
"Terdakwa sebagai pemimpin dan pengasuh di panti asuhan tersebut. Jadi menurut undang-undang, ada hal yang memberatkan karena dia pengasuh, pendidik, rohaniwan, jadi bisa diperberat. Tapi, karena sudah dituntut 14 tahun, kami rasa sudah pantas," ungkap Arief.
Awal mula kasus
Mengutip The Jakarta Post, mulanya seorang anak asuh bernama Joni (bukan nama sebenarnya) mengaku dicabuli oleh Angelo pada 9 September 2019, lewat tengah malam.
Pada saat itu, ia tiba-tiba terbangun setelah merasakan perasaan yang tidak enak di area kemaluannya. Ketika Joni membuka mata, ia melihat ada Angelo di situ.
“Saya terkejut. Saya memasang celana saya kembali dan mengejarnya menuruni anak tangga,” beber Joni.
Joni mengonfrontasi Angelo yang seketika itu juga berlutut dan meminta maaf kepada anak asuhnya tersebut. Tidak terima dengan perlakuan sang bruder, Joni melaporkan kejadian itu pada juru masak di panti bernama Yosina atau Mama Ejon.
“Mama menyuruh saya untuk lapor ke polisi,” tuturnya.
Pencabulan ini sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi. Sebelum Joni, banyak korban lain yang tidak berani untuk buka suara.
Seorang korban lainnya bernama Lorenzo (bukan nama sebenarnya) begitu takut untuk buka suara karena merasa hidupnya ada di tangan Angelo.
“Kami tidak bisa melakukan apapun karena hidup kami ada di tangan Angelo. Kami tidak bisa balik menyerang karena kami yakin tidak akan ada yang membantu kami,” tutur Lorenzo.
“Kami tidak memiliki siapa-siapa di sini. Kami tinggal jauh dari orangtua, dan tidak tahu ke mana harus melapor. Kami juga tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri kami jika Angelo dilaporkan,” imbuhnya.
Sempat lolos dari jerat hukum
Pada 13 September 2019, Angelo dilaporkan ke polisi oleh para terduga korban pelecehan. Pria tersebut kemudian ditahan.
Namun, Angelo hanya mendekam dalam penjara selama tiga bulan karena polisi tidak mampu melengkapi berkas pemeriksaan dan melanjutkan kasus tersebut ke tingkat pengadilan.
Menurut polisi, sulit untuk menghimpun barang bukti dan keterangan dari anak-anak korban pencabulan karena mereka sudah terpencar. Panti asuhan di mana mereka tinggal dibubarkan ketika Angelo ditangkap.
Usai bebas dari penjara, Angelo dikabarkan kembali mendirikan panti asuhan dan yayasan bernama Fajar Cahaya Harapan. Yayasan tersebut terdaftar di kementerian pada 14 April 2020.
Berbagai kalangan mulai resah karena dikhawatirkan Angelo akan kembali mengulangi perbuatannya terhadap anak-anak di panti asuhan. Pada September 2020, publik mendesak Polres Metro Depok untuk membuka kembali kasus itu.
Apalagi, kasus itu sebetulnya tidak serta-merta gugur karena Angelo bebas dari masa penahanan.
Akhirnya, pada 7 September 2020, tim kuasa hukum mendampingi pelapor untuk membuat laporan baru atas kasus pelecehan tersebut ke Polres Metro Depok dengan laporan nomor LP/2096/K/IX/2020/PMJ/Restro Depok.
Jaringan masyarakat sipil menggalang suara meminta kepolisian serius mengusut dugaan pencabulan.
Polisi kemudian membuka kembali kasus yang melibatkan Bruder Angelo setelah didesak kelompok masyarakat sipil.
"Kepolisian baru bergerak setelah adanya protes melalui diskusi yang dilakukan oleh masyarakat sipil dan pendamping hukum terkait dengan kemandekan laporan pada kasus ini," ujar Dinna Prapto Raharja dari Jaringan Peduli Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, melalui keterangan tertulis, Jumat (30/4/2021).
Kini, kasus kekerasan seksual yang melibatkan Angleo pun sudah masuk ke meja hijau. Publik pun menyoroti proses persidangan dan mengharapkan putusan yang adil dari hakim dalam kasus pencabulan ini.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/12/14/17482321/sempat-lolos-dari-jerat-hukum-monster-cabul-bruder-angelo-akhirnya