JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menyelidiki laporan dugaan ujaran kebencian yang menjerat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan mengatakan, kepolisian sudah menerima laporan yang dilayangkan oleh pelapor bernama Ari Kurniawan.
"Setiap laporan pasti ditindaklanjuti," ujar Zulpan, saat dikonfirmasi, Senin (23/8/2022).
Suharso dilaporkan karena menyampaikan pernyataan yang dianggap menghina ulama dan pondok pesantren dalam pidato di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 15 Agustus 2022 .
Saat ini, laporan tersebut ditangani oleh penyidik Ditrektorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
"sudah ditangani oleh Ditrektorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya," kata Zulpan.
Adapun Suharso dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Sabtu (10/8/3022) oleh Ali Jufri, kuasa hukum pelapor.
"Hari Sabtu kemarin kami dampingi Pak Ari Kurniawan melaporkan dugaan tindak pidana penghinaan terhadap kiai," kata Ali Jufri, saat dikonfirmasi Senin (22/8/2022).
Ali menuturkan, kliennya melaporkan Suharso karena menyampaikan pidato yang menyinggung soal "amplop" untuk kiai jika berkunjung ke pondok pesantren.
Kalimat itu menimbulkan polemik dan dianggap telah menghina ulama dan pondok pesantren.
"Pak Suharso ini kan bicara di depan publik. Ini tidak etis, ini kan sebagai bentuk penghinaan," kata Ali.
Dalam laporannya, Ari Kurniawan menggunakan Pasal 156 dan 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permintaan maaf Suharso
Sebelumnya, Suharso telah meminta maaf karena telah membuat kegaduhan terkait pernyataannya mengenai "amplop" kiai.
Permintaan maaf itu disampaikan saat memberikan sambutan di acara Sekolah Politik PPP di Bogor, Jumat (19/8/2022).
"Saya mengaku itu sebuah kesalahan, saya memohon maaf dan meminta untuk dibukakan pintu maaf seluas-luasnya,” kata Suharso.
Suharso mengaku khilaf telah membuat perumpamaan atau ilustrasi mengenai "amplop" kiai saat menyampaikan pidato dalam acara Politik Cerdas Berintegritas (PCB) di Gedung ACLC KPK, Senin (15/8/2022).
Dalam acara tersebut, Suharso menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke pesantren tertentu.
Kala itu, ia mengaku masih menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP. Seusai melakukan kunjungan dan bertemu kiai pesantren, ia mengaku ditanya apakah meninggalkan sesuatu.
Ia kemudian mendapat penjelasan bahwa jika melakukan kunjungan mesti membawa tanda mata.
“Bahkan sampai hari ini, kalau kami ketemu di sana itu salamannya itu enggak ada amplopnya, itu pulangnya di sesuatu yang hambar. This is the real problem that we are facing today,” ujar Suharso.
Suharso menuturkan, semestinya dia tidak menyampaikan ilustrasi tersebut di depan publik dan menimbulkan penafsiran yang keliru.
“Saya akui ilustrasi dalam sambutan itu sebuah kekhilafan dan tidak pantas saya ungkapkan,” kata Suharso.
Di sisi lain, ia menyesalkan tindakan pihak tertentu yang memotong pidatonya di KPK. Menurutnya, tindakan itu membuat pernyataannya berada di luar konteks dan membangun opini yang membuat gaduh.
Suharso menuturkan, pernyataannya yang beredar mengenai "amplop" kiai itu merupakan respons terhadap sambutan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Saat itu, ia memanggil Ghufron dengan sebutan kiai.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/22/21201841/polda-metro-selidiki-laporan-terhadap-suharso-monoarfa-terkait-pernyataan