JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Maria Qibtya buka suara soal adanya dugaan jual beli jabatan di jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Dugaan tersebut sebelumnya diungkapkan oleh Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta sekaligus Anggota Komisi A DPRD DKI, Gembong Warsono.
Menurut Maria, Gembong harus menyampaikan dugaan jual beli jabatan tersebut ke BKD agar kasus itu bisa diusut. Jika praktik terlarang itu benar terjadi, BKD akan memberi sanksi terhadap pelaku.
"Sampaikan kalau itu betul-betul ada ke kami. Karena, kalau itu betul ada dan dilakukan oleh pegawai, kan ada sanksinya sebagai pegawai," tutur Maria kepada awak media, Kamis (25/8/2022).
Di sisi lain, ia menyebutkan bahwa pegawai jajaran Pemprov DKI Jakarta bersih dari aktivitas jual beli jabatan.
Ia mengeklaim bahwa Pemprov DKI bertindak sesuai peraturan yang ada.
Maria mencontohkan, jika hendak naik posisi, para pegawai Pemprov mendapatkan usulan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) masing-masing.
Para pegawai yang diusulkan untuk naik jabatan kemudian harus menjalani sejumlah proses, seperti uji kompetensi.
Hasil uji kompetensi tersebut kemudian dijadikan pertimbangan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjab).
"Mereka-mereka yang diusulkan itu kami bahas, kami usulkan untuk diujikan kompetensinya. Hasilnya itu nanti akan dipakai sebagai bahan di Baperjab," sebut Maria.
"Baperjab itu ada Pak Sekretaris Daerah yang pimpin dan anggota Baperjab itu, selain SKPD yang dibahas, ada Pak Inspektur, Pak Aspem, dan BKD. Jadi semua mekanisme itu kita lewati," lanjutnya.
Gembong sebelumnya mengaku mengantongi nama oknum yang melakukan praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
"Di akhir masa jabatan Gubernur (DKI Jakarta Anies Baswedan), saya mendengar banyak persoalan ASN (aparatur sipil negara) dalam jual beli penempatan. Sudah berapa (nama) oknum saya temukan," ungkapnya, Rabu (24/8/2022).
Gembong mengungkapkan, biaya yang harus dibayar untuk menempati sejumlah jabatan di Pemprov DKI Jakarta cukup fantastis.
Menurut dia, seorang kepala subseksi harus membayar Rp 60 juta untuk menjadi kepala seksi.
Kemudian, biaya yang harus dibayar untuk menjadi lurah sebesar Rp 100 juta.
Anggota Komisi A itu melanjutkan, untuk menjadi camat, biayanya mencapai Rp 200 juta-Rp 250 juta.
"Mulai dari harga Rp 60 juta, itu hanya geser dari posisi yang sama, misalnya (kepala) subseksi jadi (kepala) seksi itu, dia dimintain Rp 60 juta," tutur Gembong.
"Untuk jadi lurah ada yang Rp 100 juta. Kalau camat ada yang Rp 200 juta-Rp 250 juta, bervariasi," lanjut dia.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membantah bahwa ada praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI.
"Prinsipnya kami, Pemprov DKI, pimpinan tidak melakukan dan tidak membenarkan hal tersebut," sebut Riza saat ditemui di Balai Kota DKI, Rabu.
Di sisi lain, politisi Gerindra itu menyatakan bahwa pihaknya bakal mengecek dugaan tersebut.
Pemprov DKI, tegas Riza, bakal memberi sanksi kepada oknum yang memang berpraktik jual beli jabatan.
"Info tersebut (dugaan jual beli jabatan) kami cek kembali, kami teliti kebenarannya," ujar Riza.
"Siapa pun yang melakukan itu, yang tidak sesuai, tentu akan mendapatkan sanksi," sambungnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/25/15340391/ada-dugaan-praktik-jual-beli-jabatan-di-pemprov-dki-bkd-laporkan-kepada