JAKARTA, KOMPAS.com - Transaksi dan penggerebekan narkoba di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, belum juga benar-benar berhasil diberangus.
Perkampungan itu masih rawan peredaran narkoba hingga kini. Upaya pemberantasan narkoba dalam bentuk penggerebekan dan penangkapan pengedar narkoba sampai sekarang belum pernah putus.
Terakhir, Kepolisian Sektor Palmerah kembali menggerebek kampung rawan peredaran narkoba di Kampung Boncos pada Selasa (25/10/2022).
Saking seringnya, warga setempat sudah terbiasa melihat transaksi dan penggerebekan narkoba di tempat tinggalnya itu. Menurut mereka, banyak orang dari luar yang masuk ke kampungnya hanya untuk membeli narkoba jenis sabu.
Tak hanya jual-beli narkoba, nyatanya juga ada beberapa bisnis sampingan yang ikut subur. Baru-baru ini, polisi menemukan ada pasangan suami istri yang kedapatan jual bong sabu rakitan di kampung itu.
Sepasang suami istri berinisial A (35) dan EM (46) mengaku ikut menyewakan harga bong atau alat isap sabu kepada pengunjung Kampung Boncos.
Polisi pun menangkap A yang merupakan salah satu perakit bong di kampung itu. A merakit bong isap sabu dan menjajakannya kepada pemakai ke lapak-lapak.
"Saya jaga lapak sekaligus jual-jualin ini. Saya yang merakit dan menyiapkan," kata A di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, dilansir dari TribunJakarta.com, pada Selasa (25/10/2022).
Bong yang dirakit A terbuat dari alat-alat sederhana. Untuk satu bong, A menyiapkan botol mineral plastik berukuran 330 mililiter, sedotan yang dipotong pendek, pipa kaca, dan satu buah korek gas.
"Saya nyewain bong. Saya sewain Rp 5.000 per botol. Tapi kadang ada yang Rp 3.000, ada juga yang bayar sukarela aja," katanya.
Sementara istrinya, EM, membantu A untuk mengobral bong mini itu kepada para pengunjung di Kampung Boncos secara diam-diam. Banyak pemakai sabu tersebut yang menggunakan bong rakitan A.
Pada penggerebekan Kampung Boncos pada Maret lalu, polisi turut membongkar beberapa bangunan semipermanen yang terbuat dari kayu dan terpal.
Gubuk-gubuk tersebut berukuran dua meter hingga enam meter persegi. Ada satu gubuk yang berlokasi agak tinggi dan bentuknya seperti rumah panggung. Gubuk-gubuk itu dikenal dengan nama Hotel 10.000.
"Hotel 10.000 itu digunakan oleh para pembeli narkoba untuk mengonsumsi narkoba," kata Kepala Kepolisian Sektor Palmerah Ajun Komisaris (AKP) Dodi Abdul Rohim di Palmerah, Kamis (10/3/2022).
Para pengguna yang telah membeli narkoba di Kampung Boncos sengaja menyewa Hotel 10.000 yang diduga ditawarkan oleh bandar narkoba kepada pembeli.
Kurir dan Calo Narkoba
Saat penggerebekan yang dilakukan pada 2018, peredaran narkoba diduga memanfaatkan anak-anak di Kampung Boncos sebagai calo ataupun kurir narkoba
Azwar Lawaru, yang saat itu menjabat menjadi ketua RW 003, mengatakan, anak-anak itu tak hanya diminta sebagai pengantar narkoba kepada pembeli, tetapi juga juga diminta untuk mencoba.
Upaya itu dinilai bertujuan agar warga setempat tak mengusik mereka. Keterlibatan warga setempat yang bergabung sebagai calo diduga karena alasan ekonomi.
Hal itu dinilai turut menyulitkan pengurus RT dan RW setempat memberantas narkoba di daerah itu.
"Caloin saja sekali Rp 10.000. Kalau 10 kali 'kan cepek (Rp 100.000), kan lumayan tuh. Kami sempat bilang, 'Cobalah berhenti'. Mereka bilang, 'Ada enggak duduk-duduk aja dapat Rp 100.000?" kata Azwar.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pasutri Perakit Bong Sabu di Kampung Boncos Dibekuk Polisi: Obral Tarif Rp 5 Ribu Per Pengunjung.
(Penulis : Mita Amalia Hapsari, Rima Wahyuningrum, Satrio Sarwo Trengginas (TribunJakarta) | Editor : Ivany Atina Arbi, Egidius Patnistik, Jaisy Rahman Tohir (TribunJakarta))
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/10/26/14223161/bisnis-sampingan-kampung-boncos-yang-ikut-subur-meski-bolak-balik