Salin Artikel

Replika Pocong Simbol Matinya Kepedulian Pemkot Tangerang atas Relokasi Makam Syekh Buyut Jenggot...

TANGERANG, KOMPAS.com - Meski tidak digubris Pemerintah Kota Tangerang, sejumlah warga terus melakukan aksi menolak relokasi makam Syekh Buyut Jenggot atau Syekh Tubagus Rajasuta bin Sultan Ageng Tirtayasa.

Berikut beberapa fakta aksi penolakan relokasi makam Syekh Buyut Jenggot ini.

Pakai replika pocong dan bendera kuning

Dalam upaya menyuarakan penolakan relokasi makam Syekh Buyut Jenggot, sejumlah aktivis beserta warga Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang melakukan aksi di depan Pusat Pemerintah Kota (Puspemkot) Tangerang.

Aksi ini dilakukan dengan membawa puluhan replika pocong dan ribuan bendera kuning.

Bendera kuning dipasang di pagar kawasan Puspemkot Tangerang. Sebagian ditancapkan di tanah.

Puluhan bendera kuning juga dibagikan kepada ratusan peserta aksi.

Koordinator aksi Syaiful Basri mengungkapkan, bendera kuning yang dibuat dan dipasang itu merupakan tanda kematian.

Tanda kematian yang dimaksudkan adalah rasa peduli dan perhatian dari pemerintah daerah atas perkara ini.

"(Bendera kuning itu) ya artinya pemerintah itu sudah tidak lagi berpihak kepada masyarakat. Matinya keberpihakan pemerintah kota Tangerang terhadap aspirasi masyarakat dan persoalan-persoalan masyarakat," kata Syaiful Basri yang akrab disapa Marsel di depan Puspemkot Tangerang, Senin.

Aksi 5 hari nonstop

Aksi penolakan relokasi makam Syekh Buyut Jenggot itu akan dilakukan selama lima hari nonstop.

Sebagian warga sejak kemarin pagi telah memasang tiga buah tenda. Satu tenda besar tanpa dinding, dan dua buah tenda yang biasa dipakai berkemah.

Tenda-tenda tersebut digunakan demonstran untuk menginap selama lima hari, 31 Oktober–4 November 2022 mendatang.

"Aksi kita tidak hanya hari ini kita melakukan aksi Senin sampai Jumat dengan agenda tahlil akbar, dan kita juga akan buka ruang aspirasi," jelas Marsel.

Minta Pemkot batal relokasi makam

Disampaikan Marsel, aksi yang mereka lakukan itu yakni menuntut pemerintah Kota Tangerang agar segera membuat pernyataan sikap dengan mendukung penolakan relokasi makam itu.

"Tujuannya pemerintah agar makam syekh Buyut Jenggot tidak direkolasi ke mana pun, karena ketika makam Syekh Buyut Jenggot direlokasi, ini akan menghilangkan sejarah," tambah Marsel.

Ajukan tim pembanding

Meskipun alasan utama menolak relokasi makam bukanlah karena makam Syekh Buyut Jenggot adalah cagar budaya, tetapi warga akan melakukan tim pembanding dalam penetapan keputusan tersebut.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan melalui surat Nomor: 2294/F4/KB.09.01/2022 Direktorat Jenderal Kebudayaan memutuskan bahwa Makam Syekh Buyut Jenggot tidak direkomendasikan sebagai cagar budaya pada 25 Oktober 2022.

Dirjen Kebudayaan menyebutkan, Makam Syekh Buyut Jenggot tidak dinobatkan sebagai cagar budaya karena tidak memenuhi kriteria yang ada di dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Adapun beberapa kriteria cagar budaya yang dimuat dalam pasal tersebut yakni berusia 50 tahun atau lebih, memiliki masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, dan memiliki arti khusus bagi sejarah.

Selain itu, juga dalam aspek ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Menanggapi putusan tersebut, Marsel menyampaikan, warga telah mengirimkan usulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang untuk menindaklanjuti lebih jauh.

Pengajuan tim pembanding ini merupakan protes warga karena mereka tak dilibatkan dalam kajian yang dilakukan Dirjen Kebudayaan.

Baik itu sekadar dimintai keterangan, ditinjau area makam yang bersangkutan, pengambilan sampel dan lain sebagainya.

Warga curiga ada kecurangan atau indikasi tidak benar dalam kajian penetapan cagar budaya Makam Syekh Buyut Jenggot tersebut.

"Kami menduga itu terjadi, pada saat mereka melakukan kajian mereka menyatakan dengan tegas ada satu benteng yang dibangun dengan menggunakan kapur, tidak menggunakan semen, artinya ini sudah di atas kisaran 1800 tahun yang lalu, di abad 18," ucap dia.

Selain itu, sejarah mengenai makam Syekh Buyut Jenggot ini sudah terbangun di masyarakat sejak ratusan tahun lalu.

Makam itu juga sudah menjadi bagian dari kearifan lokal karena ritual ziarah yang dilakukan masyakarat sekitar bahkan masyarakat di luar Pulau Jawa.

Dengan begitu, ia menegaskan, seharusnya kriteria-kriteria makam tersebut menjadi cagar budaya bisa terpenuhi.

Wali Kota tak kunjung keluar

Sampai Senin malam, Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah tak kunjung keluar untuk berdiskusi dan menemui massa aksi.

Hal itu membuat demonstran merasa sangat kecewa sekali.

"Jangankan persoalan hari ini, persoalan-persoalan sebelumnya yang kami sampaikan tidak pernah pak wali kota menunjukkan bahwa dia adalah seorang pemimpin," ucap Marsel dengan nada kesal yang diikuti teriakan amarah demonstran lainnya.

Menurut Marsel, sikap Arief tidak menunjukkan niat baik terutama dalam bentuk kepedulian terhadap warganya.

"Pak wali kota menunjukkan bahwa dia bukanlah seorang pemimpin, sehingga tidak mau menemui masyarakat yang menyampaikan aspirasi," kata dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/01/09145881/replika-pocong-simbol-matinya-kepedulian-pemkot-tangerang-atas-relokasi

Terkini Lainnya

Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Megapolitan
Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Megapolitan
Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Megapolitan
Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Megapolitan
Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Megapolitan
Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Megapolitan
Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Megapolitan
Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Megapolitan
Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai 'Diviralkan' Pemilik Warteg

[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai "Diviralkan" Pemilik Warteg

Megapolitan
Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Megapolitan
Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Megapolitan
Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Megapolitan
Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke