Usulan-usulan itu disampaikan dalam acara focus group discussion (FGD) uji coba pengaturan jam kerja di kantor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta, Cideng, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2022).
Acara itu dihadiri oleh Wakil Ketua Apindo Nurjaman, Wakil Ketua Kadin Heber Simbolon, pengamat tata kota Yayat Supriatna, pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan, hingga Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan RB Deny Isworo.
"Prinsipnya semua masukan dan pengamat, kami tampung, kami terima, dan nanti kami sampaikan (hasil FGD)," ujar Wakil Kepala Dishub DKI Chaidir kepada awak media, Selasa.
Chaidir belum bisa memastikan apakah Dishub DKI akan mengeluarkan aturan jam kerja dalam bentuk imbauan, keputusan gubernur, atau peraturan gubernur.
Sebab, rencana pengaturan jam kerja itu terkendala regulasi.
Jika dikeluarkan dalam bentuk kepgub atau pergub, pengaturan jam kerja tidak ada payung hukumnya.
"Nanti bentuknya kemungkinan kami akan bahas lagi. Nanti kami lihat bentuknya, apakah bentuknya imbauan, atau pergub, atau kepgub," kata Chaidir.
Masukan pengamat
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan, pengaturan jam kerja untuk mengurangi macet di DKI Jakarta belum terlalu mendesak dilakukan.
"Macet itu karena ketergantungan pada transportasi pribadi itu tinggi, karena layanan angkutan masyarakat itu belum terlayani dengan baik," kata Tigor kepada awak media.
"Sementara ini kan kebutuhan manajemen transportasi, berarti harusnya apa solusinya? Pendekatannya adalah dengan mengatur pergerakan kendaraannya," imbuh dia.
Tigor mengusulkan agar pengaturan jam kerja dijadikan sebagai imbauan, bukan peraturan. Terlebih, tidak ada payung hukum yang menaungi hal tersebut.
"Jam kerja jadi imbauan, usulan, public awareness. Karena juga enggak ada dasar hukum, saya buka dua kali UU Nomor 22 Tahun 2009 enggak ada pengaturan jam kerja, yang ada dengan gage (ganjil genap)," kata Tigor.
Sementara itu, pengamat tata kota Yayat Supriatna mengusulkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengendalikan pergerakan orang ke kantor-kantor di kawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Sebab, menurut Yayat, banyak pekerja berasal dari Bekasi dan Depok menuju perkantoran di dua wilayah tersebut saat jam kerja.
"Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan itu kantong perkantoran. Data yang paling banyak (warga yang) menggunakan mobil itu dari Kota Bekasi dan Depok. Kelas menengah ke atas," ujar dosen Universitas Trisakti itu.
Sehingga, lanjut Yayat, terjadi kemacetan di Tol Jagorawi karena banyak mobil dari Bekasi atau Depok menuju Jakarta saat jam kerja.
Yayat mengusulkan agar perkantoran di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan menerapkan work from home (WFH) bagi sebagian pekerjanya.
"Karena bukan (kantor atau perusahaan) manufaktur. Satu lagi pembagian waktu antara tenaga operasional dan tenaga fungsional, itu yang WFH," ujar Yayat.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/01/18582191/rencana-pengaturan-jam-kerja-di-jakarta-terkendala-regulasi-dishub-dki