Menurut Astrid, orangtua yang mengemban jabatan penting di negara ini cenderung tidak memiliki waktu untuk keluarga, terkhusus anak.
"Mereka tidak sempat memperhatikan dan mengasuh anak," ujar Astrid saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (18/11/2022).
Akibat kurangnya intensitas waktu pertemuan, orangtua tidak dapat melihat perkembangan emosional sang anak dari waktu ke waktu.
Salah satu elemen emosional sang anak yang luput dari perhatian orangtua adalah, bagaimana sang anak mengelola 'power'-nya sebagai putra/putri pejabat penting di negeri ini.
Tak ada koreksi apabila sang anak mengekspresikan jati dirinya ke arah yang negatif.
"Jadi, akhirnya anak itu begitu (sewenang-wenang). 'Nih, bapak gue ini lho'. Dia jadi berlindung di balik nama bapaknya," ujar Astrid.
Sampai pada titik ini, hanya orangtua yang bisa 'menyelamatkan' si anak dari potensi kenakalan, bahkan mengarah ke tinak pidana, yang muncul akibat tidak terkontrolnya pengelolaan emosi.
"Jika anak mengalami hal seperti itu, anak harus cepat disadarkan sama orangtuanya sendiri, diberikan kesadaran," ujar Astrid.
Pandangan Astrid ini disampaikan menyusul munculnya kasus dugaan penganiayaan anak di bawah umur berinisial FB oleh seorang pemuda berinisial Rc. Pelaku diketahui merupakan anak dari perwira menengah Polri berpangkat Kombes.
Akibat pemukulan itu, FB mengalami sejumlah luka memar dan bahkan trauma.
Perkara itu sendiri hingga saat ini masih diproses di Polres Metro Jakarta Selatan.
Astrid menekankan, pandangannya di atas merupakan pandangan umum semata terkait situasi psikologis anak dari orangtua yang memiliki jabatan penting. Pandangannya itu tidak dikhususkan bagi kasus yang melibatkan anak Kombes itu sendiri.
NB: Artikel ini telah mengalami koreksi oleh narasumber. Narasumber menekankan bahwa pandangannya bukan dikhususkan bagi kasus yang melibatkan anak Kombes, melainkan hanya pandangan umum saja.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/11/18/16171421/psikolog-soroti-hubungan-kenakalan-anak-dan-orangtua-yang-punya-jabatan