JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan saksi pelaku atau justice collaborator dalam kasus peredaran 5 kilogram sabu yang melibatkan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa.
Tenaga ahli Biro Penelaahan Permohonan LPSK, Syahrial Martanto, menilai tiga tersangka yang memohon untuk menjadi justice collaborator punya peran yang terlalu kecil untuk mengungkap kejahatan yang besar.
Ketiga tersangka yang dimaksud adalah tersangka atas nama Dody Prawiranegara, Syamsul Ma'arif, dan Linda Pujiastuti.
"Permohonan yang diajukantidak berdasar pada pengungkapan kasus yang kesaksian atau keterangannya dilaporkan pelaku," ujarnya, Selasa (13/12/2022).
Diberitakan sebelumnya, Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba terungkap dari penyelidikan penyidik Polda Metro Jaya.
Dalam penyelidikan, Polda Metro Jaya mengungkap jaringan pengedar narkoba dan menangkap tiga warga sipil.
Setelah itu, penyidik Polda Metro Jaya melakukan pengembangan dan menemukan keterlibatan tiga polisi. Pengembangan penyelidikan terus dilakukan sampai akhirnya penyidik menemukan keterlibatan Teddy.
Polda Metro Jaya menetapkan 11 orang sebagai tersangka kasus dugaan peredaran narkoba jenis sabu, termasuk Teddy Minahasa.
Sedangkan 10 orang lainnya adalah Doddy Prawira Negara, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, HE, AR, Aipda AD, Kompol KS, Aiptu J, AW, dan DG.
Tidak memenuhi ketentuan
Syahrial mengatakan, pengungkapan kasusnya bukan dari para tersangka yang memohon menjadi justice collabator.
"Semua bukti sudah ada, bukan karena yang bersangkutan punya inisiatif untuk mengungkap," ujarnya.
Permohonan itu pun tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
UU ini mengatur lima syarat perlindungan LPSK terhadap saksi pelaku. Saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
Dalam hal ini mereka bekerja sama dengan penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Syarat tersebut, di antaranya, pemohon bukan pelaku utama, sifat pentingnya keterangan, hingga potensi terjadinya ancaman apabila tindak pidana diungkap menurut keadaan sebenarnya.
Terkait permohonan tiga tersangka kasus narkoba ini, menurut Syahrial, mereka memiliki peran yang kecil untuk mengungkap kejahatan yang besar.
Permohonan ulang
Dikutip dari Kompas.id, meski ada penolakan dari LPSK, ketiga tersangka bisa mengajukan permohonan ulang.
”Ketiganya perlu mengajukan permohonan kembali yang kemudian akan ditelaah apakah akan mendapat perlindungan sebagai saksi,” imbuh Syahrial.
LPSK juga meminta penyidik Polda Metro Jaya untuk memisahkan berkas tersangka serta tempat penahanan Dody, Syamsul, dan Linda dengan Teddy Minahasa.
Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada ketiganya.
Adriel Viari Purba, Koordinator Tim Penasihat Hukum untuk Dody dan kawan-kawan, menerima keputusan LPSK.
Di sisi lain, ia tetap mengklaim kliennya berperan besar dalam mengungkap peran Teddy Minahasa, yang dinilai biang dari kasus tersebut berdasarkan analisis mereka.
”Perkara ini bukan tentang klien kami, tetapi tentang seorang jenderal bintang dua yang diduga sebagai bandar atau otak peredaran 5 kg sabu,” kata Adriel.
Ia juga mengaku berupaya melindungi kliennya yang mendapat intervensi sejak menuding keterlibatan Teddy Minahasa.
Intervensi tidak hanya datang kepada Dody, tetapi juga istri dan ayah, maupun terhadap Adriel sendiri.
(Kompas.com: Tria Sutrisna | Kompas.id: Erika Kurnia, Ayu Nurfaizah)
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/14/08112841/saat-lpsk-tolak-permohonan-justice-collaborator-tersangka-kasus-narkoba