JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta, akan melarang keberadaan delman di kawasan wisata Monumen Nasional atau Monas, Jakarta Pusat.
Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Iqbal Akbarudin mengatakan gugus tugas dengan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) terkait larangan delman di kawasan Monas tengah disiapkan
Salah satu alasan utama yang membuat delman tidak boleh beroperasi adalah kotoran kuda yang dapat mengganggu kenyamanan masyarakat pengguna jalan.
"Terkadang itu kotoran berceceran sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat di kawasan Monas," kata Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, Wildan Anwar.
Berdasarkan pengamatan Kompas.id, Dd kawasan Monas, Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat (6/1/2023) tidak tampak keberadaan delman.
Sejumlah pedagang hingga Satpol PP menyebutkan, delman beroperasi setiap Sabtu, Minggu, dan setiap tanggal merah.
Petugas kebersihan di sekitar kawasan Monas Sukaidah (42) menyebutkan, kotoran kuda delman memang sering tercecer di beberapa titik ruas jalan.
”Lumayan banyak kotoran kuda di jalanan sekitar Monas karena biasanya kotoran yang tercecer itu disebabkan karung yang dipasang untuk menampung kotoran kuda sudah penuh. Banyak kusir delman susah diajak kerja sama,” ujarnya.
Pendapatan akan berkurang
Ditemui di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, salah satu kusir delman yang juga beroperasi di kawasan Monas, Mamat (21), mengutarakan, dirinya telah mengetahui larangan delman beroperasi di kawasan Monas.
Namun, ia berniat tetap akan datang ke Monas walaupun dilarang karena pendapatan menarik delman di Monas lebih besar dibandingkan di Kota Tua.
”Di Monas memang tidak boleh setiap hari. Senin-Jumat saya narik delman di Kota Tua, Sabtu dan Minggu baru di Monas," ujar Mamat.
Dalam satu hari di Monas, Mamat bisa mendapatkan Rp 800.000. Sementara jika beroperasi di Kota Tua, ia paling banyak hanya bisa mendapatkan Rp 400.000 dalam sehari.
"Di Monas satu kali jalan bisa dapat Rp 250.000, sedangkan di Kota Tua hanya Rp 100.000-Rp 150.000. Kalau (delman di monas) jadi dilarang total, harus siap-siap pendapatan berkurang,” ujar Mamat.
Mamat menngungkapkan, larangan beroperasi di kawasan Monas sering dilakukan oleh Satpol PP.
Namun, koordinator tempat perkumpulan pemilik delman sudah sering melakukan negosiasi dengan pemerintah.
Alhasil, hingga saat ini ia masih bisa beroperasi di kawasan Monas.
Mamat bercerita, ketika Monas belum direnovasi dan delman masih diizinkan beroperasi, pendapatannya dalam setengah hari bisa mencapai Rp 1 juta.
Saat ini, dalam satu hari pendapatannya paling tinggi hanya Rp 800.000 saat akhir pekan. Pendapatan terendah sekitar Rp 150.000 dalam sehari.
Dilema keberadaan delman
Berdasarkan arsip harian Kompas, dilema keberadaan delman di Monas sudah terjadi sejak 2004 ketika Menteri Pariwisata I Gede Ardika protes mengenai bau kencing dan kotoran kuda.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menghentikan aktivitas delman selama tiga hari guna membersihkan Monas dari kotoran kuda.
Akan tetapi, para kusir mengadu kepada Gubernur Fauzi Bowo, meminta diperbolehkan kembali menjaja jasa di Monas karena merupakan sumber nafkah mereka (Kompas, 31 Maret 2016).
Pada 2016, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, melarang keberadaan delman di Monas.
Keputusan itu berbasis penelitian Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) yang menemukan bahwa hampir semua kuda yang beroperasi di sana mengidap cacing parasit yang bisa menular ke hewan lain dan juga manusia.
Kuda beserta delman kemudian dipindahkan untuk menjadi atraksi di sekitar Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan (Kompas, 10 April 2016).
Lalu pada masa Gubernur Anies Baswedan hingga saat ini keberadaan delman diizinkan kembali untuk menjadi atraksi di kawasan Monas.
(Kompas.id: Mis Fransiska Dewi)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/01/06/23334891/curhat-kusir-soal-rencana-larangan-delman-di-kawasan-monas-pendapatan