JAKARTA, KOMPAS.com - Warga yang tinggal dan bekerja di Jakarta tak yakin penerapan sistem jalan berbayar elektronik/electronic road pricing (ERP) bisa mengatasi kemacetan.
Berdasarkan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE), bakal ada 25 jalan yang diberlakukan sistem berbayar.
Pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik akan dikenai tarif sebesar Rp 5.000-19.000 saat melewati jalan berbayar elektronik.
Seorang warga Bekasi yang bekerja di Jakarta bernama Bryan (25) khawatir, wacana justru dapat memperparah titik kemacetan.
"Enggak ngaruh, malah nambah titik kemacetan baru," terang dia kepada Kompas.com, Kamis (12/1/2023).
Ia menilai kemacetan itu bisa saja timbul di gerbang masuk jalan berbayar.
Sebab, pengendara yang biasanya bisa langsung bisa melaju di suatu jalan, kini harus melewati gerbang ERP.
Di sisi lain, menurut Bryan, transportasi umum di DKI Jakarta masih belum memadai secara waktu.
Masih ada jenis transportasi umum yang jadwal operasionalnya lebih lambat dari yang tertera alias "ngetem".
"Jadi kalau masih belum banyak warga yang beralih ke transportasi umum, tapi berlakuin ERP itu, bakal tambah kemacetan baru kalau model sistemnya kayak nge-tap kartu," ujar Bryan.
Warga lainnya, Yogi (32) mengatakan, penerapan sistem jalan berbayar elektronik untuk mengurangi kemacetan merupakan langkah kurang tepat.
Menurut pria yang berdomisili di Bekasi ini, ada cara lain yang dirasa lebih tepat untuk mengantisipasi kemacetan di Ibu Kota.
"Mungkin yang pernah kita liat, orang naik kendaraan roda empat cuma diisi satu orang," kata Yogi.
"Mungkin bisa (terapkan) satu mobil wajib diisi dua hingga tiga orang kayak dulu. Jangan apa-apa diberatin ke duit," sambung dia.
Adeen (35), yang berdomisili di Jakarta, juga menilai ERP bukanlah opsi yang tepat untuk mengurangi kemacetan.
Sebab, jalanan berbayar seperti tol pun masih bisa mengalami kemacetan.
"Seumpama mengatasi macet, kita harus sadar diri, pake kendaraan umum kayak Transjakarta, MRT. Cuma, di Indonesia sekarang memadai enggak untuk transportasi publik?" tutur Adeen.
Penerapan ERP
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkan sistem ERP di 25 jalan di Ibu Kota.
Adapun uraian sistem ERP yang tercantum dalam Raperda PLLE telah disusun sejak eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjabat.
Dirlantas BPTJ Sigit Irfansyah mengatakan bahwa secara konsep, Jakarta ingin mencontoh Singapura yang lebih dulu menerapkan hal tersebut.
"Kalau ditanya negara mana yang sudah menerapkan konsep itu (ERP), ya yang terdekat Singapura. Di beberapa ruasnya jalannya sudah melakukan itu (ERP)," katanya dihubungi Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Nantinya beberapa ruas jalan di DKI Jakarta akan mirip seperti kendaraan yang melintasi jalan tol, tetapi tidak menggunakan gerbang.
Dengan penerapan ERP ini, diharapkan kemacetan di DKI Jakarta akan berkurang karena warga beralih menggunakan transportasi umum.
Terkait besaran tarif yang disebutkan sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut bahwa angka yang ada saat ini masih sebatas usulan.
Artinya, besaran tarif itu belum final hingga saat ini.
"Ada rincian kemarin, kalau enggak salah, di angka Rp 5.000-Rp 19.000. Akan di antara angka itu," tutur Syafrin melalui sambungan telepon, Selasa.
Tarif ERP tak akan dipukul rata baik untuk pengendara kendaraan bermotor atau kendaraan berbasis listrik.
Besaran tarif ERP akan disesuaikan dengan jenis hingga kategori kendaraan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/01/13/18344901/tak-yakin-jalan-berbayar-bisa-atasi-macet-warga-enggak-ngaruh