Namun, mengandalkan petugas saja dinilai tidak akan maksimal untuk mengatasi pelecehan seksual yang marak terjadi di dalam bus transjakarta.
Darmaningtyas menyebutkan, petugas yang disebut pramusapa transjakarta memiliki kekurangan untuk mencegah kasus pelecehan seksual.
"(Adanya pramusapa) efektif karena terbukti kemarin yang menangkap (pelaku pelecehan seksual) segala (adalah) pramusapa, ya jadi efektif termasuk di dalam bus," sebut dia melalui sambungan telepon, Minggu (26/2/2023).
"Tapi, kan pramusapa mengalami keterbatasan, tidak mungkin melihat penumpang satu per satu," sambung dia.
Darmaningtyas berujar, cara paling efektif mengatasi pelecehan seksual adalah dengan menyediakan bus khusus perempuan.
PT Transjakarta diminta menambah jumlah armada bus khusus penumpang perempuan.
Ia menyampaikan, berdasarkan hasil survei Institut Studi Transportasi (Instran) pada 2008, sebanyak 83 persen dari 800 responden setuju agar penumpang perempuan dipisahkan dari penumpang laki-laki alias dibuatkan bus khusus perempuan.
"Kebetulan tahun 2008, Instran melakukan survei soal pemisahan itu ya. Respondennya itu ada 800 orang lebih, semuanya perempuan, dan 83 persen itu setuju dengan pemisahan karena merasa nyaman," ujar Darmaningtyas.
Sebagai informasi, kasus pelecehan seksual berulang kali terjadi di dalam bus transjakarta.
Teranyar, kasus pelecehan seksual menimpa penumpang perempuan yang menumpang bus transjakarta rute Kampung Melayu-Tanah Abang, Sabtu (25/2/2023).
Perempuan tersebut dilecehkan oleh pria yang duduk di sampingnya. Pelaku kemudian diamankan pramusapa dan diserahkan ke Polres Metro Jakarta Pusat.
Sebelumnya, kasus serupa juga menimpa penumpang perempuan berinisial HFS (22) pada 20 Februari 2023.
HFS dilecehkan saat menumpang bus transjakarta rute Monas-Pulo Gadung. Pelaku pelecehan seksual terhadap HFS telah ditangkap. Pelaku merupakan pria bernama Mufarok (56).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/26/15480951/pengamat-petugas-di-bus-transjakarta-bisa-atasi-pelecehan-seksual-tapi