JAKARTA, KOMPAS.com - Danuji (52), seorang porter di Stasiun Pasar Senen, menempuh perjalanan selama 10 menit dari kontrakan menuju stasiun, setiap hari.
Aktivitas itu sudah dia lalui selama 33 tahun. Semua itu dia lakukan setiap hari demi mengumpulkan pundi-pundi.
Dari pukul 07.00 sampai 19.00 WIB, Danuji menawari jasa angkut barang penumpang kereta api.
Tak tentu berapa pendapatan Danuji selama 12 jam bekerja. Karena tarif seikhlas penumpang, Danuji mendapat biasanya mendapatkan Rp 15.000 dan paling besar Rp 30.000 untuk jasanya.
Kepada Kompas.com, Danuji mengaku baru mendapat penumpang tiga kali sampai pukul 12.00 WIB.
"Kalau pendapatannya sehari itu saya dari pagi, baru tiga kali, pertama Rp15.000, Rp 20.000, Rp 20.000. Kalau jadi porter itu enggak ditarif tapi memang seikhlasnya," ujar Danuji sembari tersenyum saat wawancara dengan Kompas.com, di Stasiun Pasar Senen, Senin (13/3/2023).
Terkadang, Danuji mendapat bayaran Rp 50.000, tetapi itu jarang, paling sering Rp 15.000 atau Rp 20.000.
Seminggu, Danuji bisa menghasilkan Rp 300.000. Uang itu digunakan untuk makan dan bayar kontrakan Rp 700.000 sebulan.
Meski pendapatannya terbilang sedikit, Danuji bersyukur masih bisa menghidupi keluarganya, terutama menyekolahkan anaknya hingga lulus SMA.
"Kalau menjamin atau tidaknya itu pas-pasan, yang penting untuk sekolah anak, Alhamdulillah," katanya.
Namun karena pendapatan yang tidak pasti, terkadang Danuji tidak bisa kembali ke kampung halamannya, di Brebes, Jawa Tengah.
"Kalau porter itu kan enggak tentu dapat uangnya. Tergantung keramaian," katanya.
Kalau pulang ke kampung halaman, Danuji tidak bisa bekerja. Mau membuka usaha pun, tidak ada modal.
Selagi raganya kuat meski usia sudah setengah abad, Danuji tetap semangat mengais rezeki menjadi porter Stasiun Pasar Senen.
"Di kampung, orang-orang itu kan biasanya menanam bawang, kalau saya itu enggak punya modal. Jadi selama masih kuat memanggul, ya sudah, jalani," ujarnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/13/19193301/kisah-danuji-porter-stasiun-pasar-senen-tetap-bersyukur-meski-cuma-dapat