Kawasan tersebut diketahui sudah menjadi langganan banjir sejak 3 tahun ke belakang dan genangan tak kunjung surut sejak Oktober 2022.
"Relokasi belum, ya. Kami belum bisa mengeluarkan statement resmi soal relokasi. Karena itu nanti solusi terakhir," ungkap Fitri saat dikonfirmasi, Jumat (17/3/2023).
Fitri mengatakan, relokasi baru akan dilakukan apabila usaha Pemkot Bekasi untuk menyelesaikan banjir di sana buntu.
Sebagai solusi jangka pendek, pihaknya terus fokus memompa kawasan itu saat tergenang.
"Pemerintah sebetulnya sudah berupaya, sudah banyak yang dilakukan. Daerahnya juga cekungan, posisinya seperti mangkuk, jadi setiap hujan airnya menumpuk di sana," kata Fitri.
"Saat ini pemerintah telah melakukan upaya pemompaan, saluran pembuangan juga sudah kami bersihkan," sambung dia.
Sebelumnya, Ketua Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi Arif Rahman Hakim merekomendasikan Pemkot Bekasi merelokasi warga yang tinggal di Gang Cue.
Arif menilai, wilayah di sana sudah tidak memungkinkan untuk ditinggali karena selalu jadi wilayah langganan banjir.
"Kami melihatnya, harus ada tindakan yang berani, yaitu merelokasi masyarakat. Kalau kami membuat saluran kali irigasi yang ada di sana, itu cukup jauh jaraknya," kata Arif kepada wartawan, Rabu (15/3/2023).
Selain jarak yang jauh, rumah warga dan ruko juga harus dibongkar.
Oleh sebab itu, pembebasan lahan warga Gang Cue diharapkan bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan permasalahan banjir.
"Jadi, mungkin ada alternatif lain untuk mengalokasikan atau membebaskan lahan-lahan yang ada di sana untuk pembangunan-pembangunan lain yang bisa dibutuhkan seperti polder air atau hal lain," kata Arif.
Puluhan rumah di kawasan Gang Cue, Jalan Raya Ir Juanda, Duren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi, menjadi langganan banjir selama kurang lebih tiga tahun.
Karena banjir, ada belasan rumah yang kini ditinggal oleh pemiliknya akibat air yang sangat lama surut.
Berbeda dengan banjir pada umumnya, air di sana lebih hitam pekat dan mengeluarkan bau. Terlihat juga sampah-sampah plastik yang ikut terendam di kawasan tersebut.
Dinding rumah dan jalanan juga dipenuhi dengan lumut. Terlihat saluran air di lingkungan tersebut tak mengalir sama sekali.
Got yang seharusnya mengalirkan air, justru ikut terendam.
Ketua RT 06 di wilayah setempat bernama Kelik (56) mengatakan, banjir di wilayahnya memang kerap terjadi selama tiga tahun terakhir.
Sejauh ingatannya, air sudah mengenang sejak banjir besar pada 2020.
"Iya, sudah tahunan," ujar Kelik saat ditemui wartawan di lokasi, Jumat (3/3/2023).
Kelik mengatakan, akibat banjir tersebut, 25 kepala keluarga di wilayahnya ikut terdampak.
Ia tidak mengetahui pasti penyebab banjir. Namun, ia menduga saluran yang ada di kampungnya mampet.
"Mampet begini (aliran airnya). Entah saluran di toko kedelai itu macet, terus tembus ke kali gitu. Diperkirakan gitu, padahal ini sudah dibikinin got atau saluran baru," jelas Kelik.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/17/14345171/camat-bekasi-timur-relokasi-jadi-opsi-terakhir-atasi-banjir-tak-kunjung