Salin Artikel

Kisah Parmi yang Rumahnya Terbakar Jelang Shalat Id, Gubuknya Rata Tanah dan Komputer Cucunya Hangus

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran melanda pemukiman padat di Kawasan Tanah Bolong, Muara Angke, Jakarta Utara, tepatnya malam takbiran Idul Fitri, Sabtu (22/4/2023) dini hari.

Sekitar 218 rumah ludes dilahap si jago merah pada kejadian ini. Hal itu menyebabkan ratusan jiwa harus kehilangan tempat tinggalnya saat momen Lebaran.

Api diduga berasal dari salah satu rumah yang ditinggal mudik oleh pemiliknya.

Sebanyak 17 unit mobil pemadam kebakaran diturunkan oleh pihak Sudin Gulkarmat Jakarta Utara, untuk memadamkan api. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.

Kebakaran itu menyebabkan trauma para korban. Salah satunya Parmi (53) yang rumahnya hangus, bahkan rata dengan tanah. 

Parmi bercerita, ia sedang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) infal di kawasan Muara Karang ketika menerima kabar rumahnya terbakar dari adik sepupunya. 

Ia sejatinya berniat pulang pada pagi hari sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri di dekat rumahnya. Namun, takdir berkata lain. Ia pun harus menerima nasib bahwa gubuknya sudah dilahap si jago merah sebelum shalat.

"Saya dapat kabar dikirimi video pukul 03.00 WIB oleh adik sepupu saya yang tinggal di kawasan ini. Habis itu saya dikabari gubuk saya sudah habis terbakar," ujar dia saat ditemui di posko pengungsian, Minggu (23/4/2023).

"Saya akhirnya pukul 03.30 WIB pulang, ya sampai sini sudah hangus rata dengan tanah," tutur dia.

Bahkan, ia juga mendapatkan informasi bahwa titik api berasal dari rumah tetangga sebelah rumahnya yang diketahui sedang mudik.

"Iya di rumah belakang gubuk saya, katanya sih begitu. Aku lagi kerja. Coba dibayangkan Kalau saya di rumah, mungkin saya udah ikut hangus sama rumah," jelas dia.

Wanita asal Wonogiri ini hanya tinggal berdua dengan cucu satu-satunya yang duduk di bangku SMP. Anaknya sedang merantau ke Yogyakarta karena alasan pekerjaan.

Kebetulan saat menerima pekerjaan sebagai PRT infal hari itu, ia mengajak cucunya untuk ikut menginap di rumah bosnya.

Hal itu dikarenakan banyak tetangga disekelilingnya yang sedang mudik, sehingga keadaan lingkungan rumahnya sepi.

"Karena bos lagi pulang kampung, saya ditawarin. Awalnya saya cuma kerja pagi pulang sore, cuma cuci pakaian, ya kerja-kerja bantu saja di situ," kata Parmi.

"Nah saat itu cucu saya dibawa karena di sini sendiri. Tetangga di rumah saya keadaan sepi karena 90 persen lah pulang kampung," tambah dia.

Dibantu sekuriti komplek

Parmi pun segera bergegas ke rumahnya setelah mendapatkan kabar kebakaran sekitar pukul 03.30 WIB, di mana saat itu semua portal di komplek tersebut masih terkunci.

Ia pun tak habis akal untuk keluar dari komplek tersebut. Parmi bercerita, ia sempat bertemu dengan sekuriti komplek dan meminta untuk dibukakan portal.

Bahkan, sekuriti komplek tersebut tidak hanya membukakan portal untuk Parmi, namun ia langsung mengantar Parmi dan cucunya menggunakan sepeda motor.

"Saya mau pulang jam 03.30 WIB karena posisinya pintu di Muara Karang suasana Lebaran kan dikunci semua ya," jelas dia.

"Saya bilang ke sekuriti 'Pak tolong bisa dibuka?' Dia jawab 'ibu mau shalat Id masih kepagian, mau ke mana?', 'rumah saya kebakaran Pak', 'hah rumah di mana?', saya jawab 'di Muara Angke Pak', 'ayo saya antar'," lanjut dia.

Sampai di dekat kawasan rumahnya, api masih sangat besar pada saat itu. Bahkan sekuriti komplek yang mengantarnya merasa kaget.

"Saat sampai enggak jauh dari lokasi liat api besar banget dia teriak 'Masya Allah' kata sekuriti itu," terang Parmi.

Parmi pun akhirnya berkumpul dengan warga yang selamat dari kebakaran, tak jauh dari lokasi rumahnya. Seketika, banyak anak-anak tetangga sekitar rumah yang datang mengerubunginya.

Anak-anak tetangga tersebut kata Parmi terdiam dan beberapa hanya bisa menangis sambil memeluknya. Melihat hal itu, tangis Parmi dan ibu-ibu lain langsung ikut pecah.

"Saya ke pinggir sini banyak warga-warga terus ada banyak anak-anak tetangga, dipeluk saya, baru saya nangis, mereka bilang 'Nenek rumahnya hangus Nek, hangus Nek'," tutur Parmi seraya mengeluarkan air mata.

"Bahkan anak-anak itu enggak pakai baju saat itu, karena enggak sempat bawa baju, Saya bingung 'lah terus gimana..' Habis ya sudah. Dengan ada anak-anak itu teriak ke kami, air mata kami enggak kuat," sambung dia.

Cucu Parmi kehilangan komputer untuk sekolah

Cucu Parmi pun juga menangis saat melihat kondisi rumahnya yang sudah hangus terbakar.

Bahkan, cucu Parmi memikirkan nasib komputernya yang ada di dalam rumah. Komputer tersebut biasa dipakai untuk kebutuhan sekolah.

Parmi hanya bisa meredam tangis cucunya, dan membujuk cucunya untuk tetap sabar.

"Kalau cucu saya nangis bilang 'nenek komputer ku kebakar, untuk sekolah', saya jawab 'jangan khawatir sayang, nanti minta sama sekolah mu'," ucap dia.

"Cucu saya bilang lagi 'nanti baju sekolahnya gimana pakai apa Nek'. Ya sudah habis mau gimana, baju sekolah atau apa, yang ada hanya yang dipakai di badan," tambah dia.

Parmi menuturkan, kebakaran ini sangat membuat trauma bagi cucunya. Bahkan, cucunya pun masih tak mau melihat kondisi terakhir rumahnya saat api sudah padam.

"Cucu saya trauma, belum mau lihat rumah saya, trauma banget kayaknya," lanjut Parmi.

Menurut Parmi, akses di kawasan Tembok Bolong ini sangat strategis untuk bepergian ke mana-mana. Apalagi jalur ini juga dilewati Transjakarta dan Jak Lingko.

"Iya saya berharap begitu (direnovasi) dari pemerintah, diganti jadi baru jangan dipindahkan, pokoknya kami berharap dibangun lagi rumah," ujar dia.

"Karena di sini aksesnya gampang mau ke mana pun misalnya kerja ya akses mudah. Karena transjakarta lewat sini tujuan Pelabuhan Muara Angke ke Kota, Jak Lingko yang gratis juga lewat, mau ke mana pun gampang," kata Parmi.

Parmi bercerita, ia membeli rumah gubuk tersebut baru tiga bulan ke belakang. Karena itu, ia masih belum sempat mengurus surat-surat kepemilikan.

"Rumah gubuk ini saya beli baru tiga bulan lalu, belum sempat urus surat kepengurusan," jelas Parmi.

Jika rumah gubuknya tidak dibangun kembali, ia pun mengeluh jika harus mengontrak. Ia harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 850.000 per bulannya.

Hal itu dikarenakan umurnya yang sudah tua, tidak mampu bekerja seperti dahulu.

"Kalau kita ngontrak di daerah sini itu sebulan Rp 850.000," kata Parmi.

"Seorang nenek seperti saya enggak kuat bayar bayar. Saya sudah janda suami saya sudah meninggal. Enggak kuat saya," keluh dia.

Selain ia harus menyiapkan biaya kontrakan tersebut, Parmi juga harus menyediakan dana tambahan untuk kebutuhan sehari-hari rumahnya seperti air bersih.

Bahkan, ia juga harus memikirkan lagi untuk biaya kebutuhan sekolah bagi cucunya.

"Terus juga air bersih beli, kadang gerobakan, galon, pasti kebutuhan tambah gitu, sedangkan saya sudah tua umur saya berapa, belum juga kebutuhan sekolah cucu," terang dia.

Menurut Parmi, mengontrak di kawasan ini juga bukan merupakan solusi untuk Warga Tembok Bolong yang terdampak kebakaran.

Hal itu dikarenakan kontrakan di daerah ini sempit, sehingga warga yang mempunyai anak banyak pasti tidak muat.

"Apalagi kalau ngontrak kamar sempit, yang keluarga di sini anaknya tiga atau empat pasti kan enggak muat," pungkas dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/24/09003441/kisah-parmi-yang-rumahnya-terbakar-jelang-shalat-id-gubuknya-rata-tanah

Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke