JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum D (17) menuding hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tidak serius dan terlalu tergesa-gesa dalam membuat putusan banding atas terdakwa AG (15).
Buntutnya, salah seorang kuasa hukum D, Mellisa Anggraini akan melaporkan hakim PT DKI ke Komisi Yudisial (KY).
"Kami akan berdiskusi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait upaya hukum ke depan yang akan ditempuh. Termasuk melaporkan hakim PT ke KY," ujar Mellisa kepada awak media saat dihubungi, Kamis (27/4/2023).
Tudingan bahwa hakim PT DKI tidak serius menangani putusan banding ada argumentasinya.
Mellisa mengungkapkan, memori banding dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) baru masuk, Rabu, 26 April 2023, sekitar pukul 15.00 WIB.
Selain itu, informasi terkait putusan utuh yang diberikan JPU juga baru masuk di tanggal yang sama.
Namun, rupanya PT DKI langsung menggelar sidang banding keesokan harinya, yaitu pada hari Kamis.
Hal tersebut dinilai aneh, sebab hakim tak mungkin memeriksa memori banding hanya kurang dari 24 jam.
Apalagi, masa tahanan AG sendiri masih panjang, yakni hingga 11 Mei 2023.Jadi, sebenarnya tidak ada alasan bagi hakim PT DKI terburu-buru menggelar sidang putusan banding.
Jawaban Pengadilan Tinggi DKI
Pejabat Humas PT DKI Binsar Pamopo Pakpahan mengungkapkan alasan di balik cepatnya proses putusan banding AG.
Menurut Binsar, sistem peradilan anak memungkinkan putusan banding dilakukan secara cepat.
"Diatur secara mendasar dalam UU No 11 Tahun 2012 bahwa kepentingan anak lebih dipentingkan, baik anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berkonflik, anak yang menjadi korban, dan anak-anak yang menjadi saksi,” ujar Binsar sebelum sidang vonis banding AG digelar.
PT DKI sendiri telah memantau vonis AG pada 10 April 2023 yang diketuk hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Terlebih lagi ketika diajukan banding yang akhirnya diajukan lagi oleh Pengadilan Negeri (PN) bahwa tanggal 17 April putusan yang sudah ada di Mahkamah Agung (MA) sudah dipelajari oleh PT," tutur dia.
PT DKI Jakarta sendiri telah memutuskan untuk menguatkan vonis terhadap AG pada Kamis (27/4/2023) pagi.
Ada sejumlah poin pertimbangan banding dari hakim PT DKI. Pertama, AG masih berusia 15 tahun dan diharapkan masih bisa memperbaiki diri.
Kedua, AG menyesali perbuatan yang dilakukan. Ketiga, AG mempunyai orang tua yang menderita stroke dan penyakit kanker paru-paru stadium empat.
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan," ungkap Ketua Hakim Tunggal Budi Hapsari saat membacakan putusan banding AG di PT DKI Jakarta, Jakarta Pusat.
Tidak Masuk Akal
Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menanggapi bahwa penyelenggaraan sidang putusan banding terhadap AG yang kurang dari 24 jam itu tidak masuk akal.
"Tidak masuk akal, itu saja. Susah bicara soal azas hukum, kita bicara masuk akal atau enggak saja," kata Erasmus saat dihubungi Kompas.com, Kamis malam.
"Kalau hakim kerjanya begitu, selesai putusan dalam semalam, enggak akan ada tumpukan kasus di Mahkamah Agung (MA)," lanjut dia.
Terkait permasalahan memori banding yang baru diserahkan oleh JPU terhadap kuasa hukum D, Erasmus menjelaskan bahwa hal tersebut tidak bersifat wajib secara prinsip jelang pemeriksaan banding.
"Tapi, ini isunya kan soal fair trial. Hakim secara prinsip wajib mendengarkan para pihak. Memori banding tersebut menjadi bagian penting dari prinsip itu," papar dia.
Hakim Pengadilan Tinggi, kata Erasmus, perlu memeriksa adanya fakta baru yang dilampirkan oleh kuasa hukum.
"Pertanyaan kuncinya, hakim baca enggak memori banding itu dalam semalam? Bagi kami, itu yang mencederai prinsip fair trial-nya," tutur Erasmus.
"Kami minta KY periksa hakim kalau ditemukan, ada pelanggaran atau tidak? Hakim wajib baca, teliti, dan cermati semua dokumen hukum. Ini kasus anak pula, demi kepentingan terbaik untuk anak maka harus diusahakan," sambung dia.
Sia-sia apabila hakim memberi hasil putusan banding dengan cepat tapi tidak bersifat adil bagi keseluruhan pihak yang terlibat.
"Ngapain cepat kalau enggak fair? Cepat itu kan bukan dalam konteks formil sementara. Enggak boleh menghilangkan substansi pemeriksaan," pungkas dia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan AG tidak dijatuhi hukuman yang lebih berat ketimbang tuntutan JPU.
Untuk diketahui, AG adalah mantan pacar Mario Dandy Satrio (20). Mario adalah anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, Rafael Alun Trisambodo, yang menganiaya korban D pada 20 Februari 2023 di Kompleks Green Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Mario marah karena mendengar kabar dari saksi bernama Amanda (19) yang menyebut AG yang dulu merupakan kekasihnya mendapat perlakuan tidak baik dari korban. Mario lalu menceritakan hal itu kepada temannya, Shane Lukas (19).
Kemudian, Shane memprovokasi Mario sehingga Mario menganiaya korban sampai koma. Shane dan AG ada di TKP saat penganiayaan berlangsung. Shane juga merekam penganiayaan yang dilakukan Mario.
Kini, Shane dan Mario sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di ruang tahanan Mapolda Metro Jaya.
Mario dijerat dengan Pasal 355 KUHP ayat 1, subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP, subsider 353 ayat 2 KUHP, subsider 351 ayat 2 KUHP. Selain itu, penyidik juga menjerat Mario dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sementara Shane dijerat Pasal 355 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan atau Pasal 76c juncto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/28/07035611/hakim-pengadilan-tinggi-dki-disorot-ngebut-putuskan-banding-ag