Permintaan ini disampaikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Namun, Kenneth menekankan agar penertiban harus dilakukan secara manusiawi.
"Kementerian PUPR, Pemprov DKI, dan Pemerintah Kota Jakbar (Jakarta Barat) harus segera bergerak untuk melakukan penertiban di permukiman tersebut. Namun, penertiban harus dilakukan dengan cara humanis," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (18/6/2023).
Anggota Komisi D DPRD DKI itu mengatakan, penertiban bisa dimulai dengan sosialisasi dan edukasi terkait bahayanya tinggal di kolong jalan tol.
Salah satu bahaya yang mengancam saat bermukim di bawah jalan tol adalah soal kesehatan penghuninya.
Menurut Kenneth, permukiman di kolong tol tak memiliki sirkulasi udara yang baik serta tak terkena sinar matahari.
Selain itu, persoalan sanitasi juga kerap ditemukan di permukiman kolong tol.
"Secara kebersihan dan sanitasi sangat tak layak. Munculnya permasalahan stunting adalah dari problematika seperti ini, karena kurangnya kesadaran diri dengan kebersihan dan kesehatan diri," ujarnya.
"Ditambah lagi, bagaimana jika tiba-tiba ada bencana seperti kebakaran?" kata Kenneth lagi.
Kenneth lantas mengungkapkan bahwa larangan bermukim di kolong jalan tol tercantum di beberapa peraturan resmi, yakni Pasal 11 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Salah satu permukiman kolong tol yang sempat santer beberapa tahun ke belakang adalah warga yang bermukim di kolong Tol Pluit.
Pada 2016, kebakaran besar sempat terjadi di permukiman warga kolong Tol Pluit. Kebakaran lalu terjadi kembali pada 2019.
Meski tempatnya bermukim sudah dua kali kebakaran, warga tetap memilih bertempat tinggal di kolong Tol Pluit tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/18/21203451/anggota-fraksi-pdi-p-dprd-dki-minta-permukiman-di-kolong-tol-angke-2